Rambut menurut Islam
Rambut menurut Islam diatur ketentuannya berdasarkan hadis. Keberadaan rambut pada kemaluan merupakan pertanda awal kedewasaan menurut Islam. Muhammad menganjurkan pemuliaan terhadap rambut. Pemotongan rambut dapat dalam rangka ibadah seperti akikah dan haji, ataupun dalam perihal kesucian seperti taharah dan haid.
Dalil
Hadis
Hal-hal yang berkaitan dengan rambut dibahas oleh para Sahabat Nabi dalam hadis. Pembahasannya diperoleh melalui pengamatan atas peragaan Muhammad. Riwayat-riwayat yang dicatat antara lain tentang rambut dan uban Muhammad. Kelimpahan riwayat dari para Sahabat Nabi utamanya mengenai cara Muhammad menyisir rambutnya.[1]
Aurat
Seorang istri dalam Islam tidak diperbolehkan memperlihatkan rambutnya kepada seseorang yang bukan mahramnya.[2]
Fungsi
Rambut yang tumbuh pada kemaluan di dalam ajaran Islam menandakan dimulainya masa dewasa awal bagi anak. Penandaan ini ditetapkan berdasarkan sebuah hadis periwayatan Imam Tirmidzi dan Imam Nasa'i yang menyebutkan bahwa anak-anak dari Bani Quraizah yang belum tumbuh rambut di kemaluannya dibiarkan tetap hidup dalam peperangan. Hanya laki-laki yang telah tumbuh rambut di kemaluannya yang diperbolehkan dibunuh selama peperangan pasukan Islam melawan pasukan Bani Quraizah.[3]
Pemuliaan
Muhammad menganjurkan untuk memuliakan rambut dengan berbuat baik secara seimbang dan sederhana. Hadis pemuliaan rambut disebutkan dalam periwayatan Abu Hurairah. Pemuliaan rambut berlaku bagi seorang muslim yang memiliki rambut.[4] Sebuah hadis yang bersambung ke Atha' bin Yasar menceritakan bahwa Muhammad memberi isyarat ke seseorang untuk merapikan rambut dan janggutnya yang kusut. Muhammad menjelaskan bahwa rambut yang acak-acakan menyerupai setan.[5]
Hukum pemotongan dalam ibadah
Akikah
Pemotongan rambut disunnahkan untuk diadakan pada hari ketujuh sejak kelahiran seorang anak sebagai bagian dari akikah.[6] Sebuah hadis dari Imam Tirmidzi juga menyebutkan bahwa setelah rambut bayi dicukur saat akikah, maka orang tuanya dianjurkan bersedekah dengan perak seberat rambut yang dicukur. Anjuran ini diperintahkan oleh Muhammad ke Fatimah ketika Hasan diakikah.[7]
Haji
Para ahli fikih menyepakati bahwa pemotongan rambut dengan cara dicukur diwajibkan bagi laki-laki yang akan melaksanakan haji. Sementara bagi perempuan, kewajiban mencukur rambut tidak berlaku ketika akan melaksanakan haji.[8] Ketika haji sedang berlangsung, seorang muslim dianjurkan untuk menahan diri dari menggunting rambut dan kukunya. Tindakan menahan diri merupakan bagian dari ibadah haji.[9]
Hukum pemotongan dalam kesucian
Taharah
Mencukur rambut merupakan salah satu bagian dari taharah. Tujuannya untuk menjaga kebersihan secara lahiriah dan mencegah timbulnya penyakit.[10] Rambut merupakan bagian dari kepala yang disapu dengan air ketika sedang melaksanakan wudu. Bagi orang yang tidak memiliki rambut di kepalanya, maka bagian yang disapu ialah kulit kepala sebagai pengganti. Helai rambut yang disapu dapat sehelai saja menurut Mazha Syafi'i.[11]
Haid
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Dawud disebutkan bahwa perempuan tidak diwajibkan mencukur rambutnya. Kewajiban bagi perempuan hanyalah memotong atau menggunting rambutnya.[12] Wanita yang sedang haid hukumnya diperbolehkan untuk memotong rambut dan kukunya. Hasil potongan rambut dan kuku diperbolehkan pula untuk tidak dicuci ketika wanita sedang melaksanakan mandi wajib maupun bersuci setelah haid. Hukum ini berlaku karena tidak ada dalil dalam Al-Qur'an maupun hadis yang melarang pemotongan rambut dan kuku bagi perempuan yang sedang haid.[13] Kebolehan memotong rambut ketika haid bagi wanita diperkuat oleh hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim melalui Aisyah. Dalam hadis ini disebutkan bahwa Muhammad memerintahkan kepada Aisyah untuk menyisir rambut ketika haid. Perintah ini diberikan ketika sedang berlangsung haji wada'. Penguatan pada perintah mengisyaratkan bahwa rambut perempuan dapat digugurkan ketika haid karena menyisir rambut dapat membuat rambut berguguran.[14]`
Referensi
Catatan kaki
- ^ Rustina N (2019). Hadis Kewajiban Menuntut Ilmu dan Menyampaikannya dalam Buku Siswa Al-Qur'an Hadis Madrasah Aliyah di Kota Ambon (PDF). Ambon: LP2M IAIN Ambon. hlm. 75–76. ISBN 978-602-5501-77-7.
- ^ Indra 2017, hlm. 77.
- ^ Sit, Masganti (2012). Perkembangan Peserta Didik (PDF). Medan: Perdana Publishing. hlm. 71. ISBN 978-602-8935-11-1.
- ^ Aziz 2017, hlm. 271.
- ^ Aziz 2017, hlm. 269.
- ^ Indra 2017, hlm. 150-151.
- ^ Habibi, Muazar (2020). Konsep Pendidikan Anak Usia Dini Menurut Psikologi Islam (PDF). Sleman: Deepublish. hlm. 53.
- ^ Abror 2019, hlm. 237.
- ^ Abror 2019, hlm. 11.
- ^ Abror 2019, hlm. 33.
- ^ Abror 2019, hlm. 41.
- ^ Abror 2019, hlm. 238.
- ^ Saribanon, dkk. 2016, hlm. 53.
- ^ Saribanon, dkk. 2016, hlm. 54.
Daftar pustaka
- Abror, Khoirul (2019). Selfietera, ed. Fiqh Ibadah (PDF). Yogyakarta: Phoenix Publisher. ISBN 978-602-0713-81-6.
- Aziz, Sa'ad Yusuf Mahmud Abu (2017). Semua Ada Haknya. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. ISBN 978-979-592-919-2.
- Indra, Hasbi (2017). Pendidikan Keluarga Islam Membangun Manusia Unggul (PDF). Sleman: Deepublish.
- Saribanon, N., dkk. (2016). Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam (PDF). Jakarta Selatan: Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional. ISBN 978-602-60325-2-2.