Aliyah Rasyid

pakar manajemen pendidikan Indonesia

Prof. Dr. Hj. Aliyah Rasyid Baswedan, M.Pd. (née: Alganis, lahir 20 Maret 1940) adalah pakar manajemen pendidikan Indonesia, dosen dan Guru Besar Emeritus Universitas Negeri Yogyakarta. Aktif di berbagai kegiatan sosial, agama dan kemasyarakatan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ketua Umum DPW Wanita Islam DIY tiga periode ini juga aktif memimpin penyaluran beasiswa bagi siswa dan mahasiswa yang berasal dari keluarga prasejahtera selama lebih dari 3 dekade.

Aliyah Rasyid Baswedan
Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bersama saudara kandungnya, Abdillah Rasyid Baswedan, dan ibunya, Aliyah Rasyid Baswedan
Informasi pribadi
Lahir
Aliyah Alganis

20 Maret 1940 (umur 84)
Cipicung, Kuningan, Jawa Barat, Hindia Belanda
KebangsaanIndonesia
HubunganAbdurrahman Baswedan (ayah mertua)
AnakAnies Baswedan
Haifa Baswedan (Almh)
Ridwan Baswedan (Alm)
Abdillah Baswedan
Alma materUniversitas Pendidikan Indonesia
Universitas Negeri Jakarta
PekerjaanAkademisi
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Kehidupan awal dan pendidikan

Aliyah Alganis dilahirkan di Cipicung, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat pada 20 Maret 1940.[1][2] Aliyah merupakan putri kandung (binti) dari Abdullah Al Ganis.[3] Aliyah mengenyam pendidikan di SD Negeri 1 Cipicung, Kuningan (1946–1952), SMP Negeri 1 Kuningan (1952–1955), dan SMA Negeri 1 Cirebon (1955–1958).[butuh rujukan] Karena SMA tidak ada di kampungnya, Aliyah tinggal bersama kerabatnya di Kota Cirebon untuk melanjutkan pendidikan, walaupun itu hal yang tabu bagi gadis di masa itu.[1]

Setamat SMA, Aliyah melanjutkan pendidikan ke FKIP Universitas Padjadjaran Bandung yang kemudian berubah menjadi IKIP Bandung dan kini bernama Universitas Pendidikan Indonesia. Aliyah meraih gelar S1 Sarjana Pendidikan (Dra.) dari IKIP Bandung pada 1965.[4] Anies Baswedan mencatat Aliyah sebagai orang pertama yang meraih gelar sarjana di keluarga besarnya.[2]

Kemudian setelah bekerja menjadi dosen, Aliyah meraih gelar S2 Magister Pendidikan dari IKIP Jakarta pada 1984 atau kini bernama Universitas Negeri Jakarta, serta S3 Doktor Ilmu Pendidikan di kampus yang sama pada 1990.[4] Disertasinya berjudul Faktor-Faktor Kepemimpinan Kepala Sekolah dan Kepuasan Kerja Guru-Guru SMA DIY.[butuh rujukan]

Karier

Pada 1965, Aliyah memulai karier sebagai dosen di IKIP Bandung. Setelah menikah dengan Rasyid Baswedan pada 1968, ia tetap mengajar di sana. Barulah pada 1970, ia dimutasi menjadi dosen di IKIP Yogyakarta atau kini bernama Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Ia mengajar di kampus itu hingga pensiun sebagai pegawai negeri sipil pada 2005, tetapi diangkat menjadi Guru Besar Emeritus Fakultas Ekonomi UNY dan tetap mengajar hingga 2015 atau berusia 75 tahun.[1][5] Selain itu, sejak 2011 ia juga tercatat menjadi Dosen Manajemen Pendidikan di Pascasarjana Universitas Ahmad Dahlan hingga sekarang.[4][6]

Kehidupan pribadi

Aliyah menikah dengan Rasyid Baswedan (1934–2013) di Kuningan pada 24 Maret 1968.[3] Rasyid merupakan putra dari pahlawan nasional Indonesia Abdurrahman Baswedan, dan juga bekerja sebagai akademisi di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia. Dari pernikahan itu, pasangan Rasyid–Aliyah memiliki empat orang anak bernama Anies, Haifa, Ridwan, dan Abdillah.[7] Anies merupakan akademisi Universitas Paramadina yang pernah menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014–2016 dan Gubernur DKI Jakarta 2017–2022. Haifa meninggal dunia di Bandar Udara Halim Perdanakusuma saat Anies duduk di kelas 3 SD dan dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Jatinegara, Jakarta, tetapi tidak diketahui sekarang keberadaan makamnya.[8] Ridwan merupakan direktur perusahaan teknologi dan meninggal dunia pada 27 Mei 2017 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.[9] Abdillah merupakan seorang pebisnis yang pernah menjabat sebagai Chief Finance Officer di Quvat Management, Pte. Ltd., perusahaan investasi yang berbasis di Singapura.[10][11]

Hingga kini Aliyah masih terus aktif dalam berbagai kegiatan walaupun harus menggunakan kursi roda. Aliyah mengalami pengapuran pada lutut, hingga pada awal tahun 2015 mengharuskan dioperasi hingga tulang di kedua kakinya harus diganti titanium. Sejak itu ia tidak bisa menaiki tangga atau berjalan jauh dan harus menggunakan kursi roda. Ia hingga kini tetap mengajar dan membimbing disertasi.[1]

Rujukan

Pranala luar