Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja

Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja (PPSGR), atau dikenal luas sebagai Gubug Remaja adalah sebuah perguruan pencak silat yang didirikan pada Tahun 1935 Oleh Eyang Raden Mas Koeshartojo dan Eyang Raden Mas Agoeng di Kabupaten Ngawi atau tepatnya di Kelurahan Ketanggi, Kecamatan Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur. Pada awal didirikan, perguruan ini bernama Tabib Ketimuran Gubug, kemudian pada Tahun 1974 dipatenkan menjadi organisasi dengan menghilangkan frasa "Tabib Ketimuran" serta menambahkan kata "Remaja" dibelakang kata "Gubug" sehingga menjadi Gubug Remaja. Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja adalah perguruan asli Kabupaten Ngawi yang independen secara keilmuan dan kepengurusan, bukan pecahan dari perguruan pencak silat manapun.[1] Gubug Remaja terdaftar sebagai anggota Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI).[2]

Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja
Lambang Lengkap Gubug Remaja
Tanggal pendirian1935
TipeOrganisasi Perguruan Pencak Silat
Kantor pusatJl. Kyai Mojo No.8, Cabean Lor, Kel. Ketanggi, Kec. Ngawi, Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. 63211
Pewaris Saat Ini
Ibu Suyanti, S.H.
Ketua Umum (Periode Saat Ini)
Bapak Fatkhur Rohman
Nama sebelumnya
Tabib Ketimuran Gubug

Sejarah

Sejarah Berdirinya Tabib Ketimuran Gubug

 
Foto Raden Mas Koeshartojo

Berdirinya Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja (PPSGR) atau disingkat Gubug Remaja diawali dengan kisah pengabdian Eyang R.M Koeshartojo dan adiknya Eyang R.M Agoeng dalam melindungi rakyat Ngawi yang pada saat itu masih dalam masa pendudukan Kolonial Belanda. Eyang R.M Koeshartojo dan R.M Agoeng merupakan putra dari R.M Koesiar, seorang yang dikenal pada saat itu sebagai seorang yang menguasai keilmuan kanuragan dan pencak silat.[3] R.M Koesiar yang memiliki 5 orang anak, membekali mereka dengan keilmuan kanuragan dan pencak silat untuk menjaga keselamatan diri mereka. Diantara kelima anaknya, R.M Koeshartojo dan R.M Agoeng adalah yang paling menonjol menguasai keilmuan yang diajarkan sang ayah. Atas dasar itu, R.M Koesiar memberikan petunjuk kepada kedua anaknya tersebut untuk berkeliling nusantara dan melakukan semedi diberbagai tempat.[4]

Dalam pengembaraannya, R.M Koeshartoyo dan R.M Agoeng menggunakan keilmuan mereka untuk membantu masyarakat yang mereka temui sepanjang perjalanan. Setelah selesai melakukan pengembaraan dan mencapai tingkatan keilmuan tertinggi sebagaimana petunjuk dari ayahanda, keduanya kembali ke Desa Ketanggi yang terletak di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur.[5] Ketika kembali, keduanya melihat kesengsaraan rakyat Ngawi pada saat itu akibat penjajahan, sehingga jiwa patriotisme keduanya bangkit dan pada Tahun 1935 mendirikan perguruan yang merekrut rakyat Ngawi untuk berlatih ilmu kanuragan dan pencak silat demi menjaga keselamatan diri serta melawan penjajahan. Perguruan yang didirikan oleh R.M Koeshartojo dan R.M Agoeng ini diberi nama Tabib Ketimuran Gubug, dimana fokus pengajarannya berpusat kepada 2 keilmuan, yakni keilmuan pencak silat dan keilmuan kerohanian yang bersifat semedi dan mujo semedi atau kanuragan.[4]

Perjuangan Tabib Ketimuran Gubug dalam mengkoordinir perjuangan rakyat Ngawi kemudian diteruskan pada masa penjajahan kolonial Belanda dan masa penjajahan Jepang. Tabib Ketimuran Gubug menitikberatkan kepada kemampuan kanuragan dan gerakan fisik yang ringkas namun mematikan, baik dengan tangan kosong maupun menggunakan senjata. Perlawanan Tabib Ketimuran Gubug pada masa pra-kemerdekaan sempat membuat bangsa musuh gentar dan tercerai berai.[6]

Sejarah Tabib Ketimuran Gubug Periode 1945-1948

 
Foto Raden Mas Agoeng

Pasca kemerdekaan, nama Tabib Ketimuran Gubug termasyhur dikalangan rakyat Ngawi, dan banyak yang mulai mengikuti perguruan ini untuk belajar kanuragan dan pencak silat. Hal ini membuat R.M Koeshartojo dan R.M Agoeng memiliki banyak siswa untuk membangun pasukan yang siap berjuang kapan saja. Hingga pada 1948 terjadi pemberontakan PKI di Madiun, yang juga berimbas pada Kabupaten Ngawi sebagai tempat perjuangan Tabib Ketimuran Gubug. Pemberontakan PKI pada 1948 berusaha membumihanguskan rakyat dan menahan para pejabat di Kabupaten Ngawi. Melihat hal tersebut, R.M Koeshartojo dan R.M Agoeng merasa geram dan dengan segera melakukan perlawanan untuk membebaskan para tawanan yang ditahan oleh PKI. R.M Koeshartojo dibantu adiknya, R.M Agoeng dan pasukan Tabib Ketimuran Gubug menggempur lokasi PKI di Ngawi dan membebaskan para tawanan.[3]

R.M Agoeng yang memiliki kemampuan kanuragan dan ilmu pencak silat kemudian membuat tertidur seluruh pasukan PKI dengan ilmu kanuragan, kemudian menjebol dan meruntuhkan tembok serta pembatas baja untuk membebaskan tawanan yang ditahan oleh PKI. Dalam keadaan musuh tertidur, R.M Agoeng bisa saja menghabisi pasukan musuh, namun hal tersebut tidak dilakukannya karena jiwa pendekar dalam dirinya tidak mengizinkannya untuk menyerang musuh yang tak berdaya. Kemudian para tawanan yang dibebaskan dibawa ke padepokan pusat Tabib Ketimuran Gubug yang terletak di Desa Ketanggi, Kabupaten Ngawi. Setelah pasukan musuh mengetahui bahwa para tawanan hilang dibawa kabur, terjadi perang antara pasukan PKI dan pasukan Tabib Ketimuran Gubug yang dipimpin oleh R.M Koeshartojo. Namun hal ini tentunya dimenangkan oleh R.M Koeshartojo dengan kemampuan kanuragan dan pencak silatnya.[5]

Tidak kalah akal, pasukan PKI kemudian memanfaatkan tawanan yang tersisa untuk dibawa dan dibunuh hadapan R.M Koeshartojo, tujuannya supaya R.M Koeshartojo menyerah. Melihat hal itu, R.M Koeshartojo tidak rela membiarkan tawanan yang merupakan rakyat Ngawi untuk dibunuh dihadapannya, sebagai gantinya, dia bersedia merelakan dirinya untuk dibunuh demi menjaga keselamatan para tawanan. Namun untuk membunuh seorang pendekar dan petapa sekelas R.M Koeshartojo bukanlah hal mudah, pasalnya dia merupakan seorang yang kebal terhadap senjata tajam maupun senjata berpeluru dan peledak. Dengan disaksikan masyarakat pada saat itu, pasukan musuh berusaha membacok, menembak, dan memberikan peledak kepada R.M Koeshartojo, namun semuanya sia-sia, R.M Koeshartojo tidak terluka bahkan tidak berpindah dari tempat dia berdiri. Pada akhirnya demi menjaga keselamatan para tawanan agar tidak dibunuh pasukan PKI, R.M Koeshartojo memberitahukan rahasia kepada pihak musuh tentang bagaimana cara membunuh dirinya, yakni dengan keris milik dirinya yang harus ditusukkan ke pangkal lidahnya oleh seorang wanita. Kemudian setelah mengetahui hal tersebut, pasukan musuh melakukan hal yang diberitahukan dan pada akhirnya pemimpin Tabib Ketimuran Gubug, R.M Koeshartojo wafat pada 5 Oktober 1948.[5]

Kategori Tingkatan

Tingkat Siswa

Siswa Prapolos

Tingkatan siswa prapolos ditempuh minimal selama 3 bulan atau 24 kali latihan. Siswa prapolos menggunakan seragam (sakral) tanpa sabuk. Kompetensi dasar yang diajarkan adalah persiapan fisik dan teknik-teknik umum dasar. Tingkat siswa prapolos diakhiri dengan ujian kenaikan sabuk dan pemberian sabuk putih sebagai pertanda siswa tersebut memasuki tingkat siswa polos.

Siswa Polos

Tingkatan siswa polos ditempuh selama minimal 3 bulan atau 24 kali pertemuan. Siswa polos menggunakan sabuk berwarna putih. Kompetensi dasar yang diajarkan adalah gerakan pembukaan dan senam baku serta teknik dasar lanjutan. Tingkat siswa polos diakhiri dengan ujian kenaikan sabuk dan pemberian sabuk berwarna merah muda sebagai pertanda siswa tersebut memasuki tingkat siswa jambon

Siswa Jambon

Tingkatan siswa jambon ditempuh selama minimal 3 bulan atau 24 kali pertemuan. Siswa jambon menggunakan sabuk berwarna merah muda. Kompetensi dasar yang diajarkan adalah Jurus Tangan Kosong A, Jurus Tangan Kosong B, Jurus Krip, serta Langkah Sambung. Tingkatan siswa jambon diakhiri dengan ujian kenaikan sabuk dan pemberian sabuk berwarna hijau sebagai pertanda siswa tersebut memasuki tingkatan siswa ijo.

Siswa Ijo

Tingkatan siswa ijo ditempuh selama 3 bulan atau 24 kali pertemuan. Siswa ijo menggunakan sabuk berwarna hijau. Kompetensi dasar yang diajarkan adalah Jurus Senjata Belati, Jurus Senjata Berang, Jurus Senjata Anggar Toya dan Jurus Toya. Tingkatan siswa ijo diakhiri dengan pengesahan yang dilakukan pada setiap Bulan Muharram dan pemberian sabuk mori, yakni kain putih dengan panjang 3 meter sebagai pertanda siswa telah mengakhiri pendidikan dasar di Gubug Remaja dan telah menjadi anggota tetap sekaligus memasuki tingkatan warga.

Tingkat Warga

Setelah melalui pendidikan dasar di Gubug Remaja, seorang yang telah meraih gelar warga dapat memilih untuk melanjutkan pendidikan lanjutan di Gubug Remaja ataupun tidak. Pada tingkat warga, kompetensi yang secara opsional dapat dipelajari adalah teknik gerakan rahasia, keilmuan kanuragan, dsb. Pendidikan pada tingkat warga akan diberikan oleh pelatih, atau para sesepuh, ataupun dapat langsung mengunjungi Padepokan Pusat di Kabupaten Ngawi untuk secara langsung berguru kepada pewaris perguruan yakni Suyanti S.H, putri dari R.M Agoeng. Keilmuan Gubug Remaja yang diberikan pada tingkat siswa hanya sedikit, sedangkan keilmuan Gubug Remaja yang sesunguhnya baru boleh ditempuh setelah menjadi anggota tetap atau telah disahkan ke tingkat warga.

Referensi

  1. ^ Falakh (MG-425), Muhammad Miftakul. "Mengenal Gubug Remaja, Pencak Silat Asli Kabupaten Ngawi - TIMES Indonesia". timesindonesia.co.id. Diakses tanggal 2024-01-19. 
  2. ^ Jakarta, Gubug Remaja Cabang (2011-04-04). "Gubug Remaja cabang Jakarta: Struktur keanggotaan GUBUG REMAJA didalam IPSI". Gubug Remaja cabang Jakarta. Diakses tanggal 2024-01-19. 
  3. ^ a b Unknown (Jumat, 23 Agustus 2013). "Gubug Remaja Indonesia: SEJARAH GUBUG REMAJA". Gubug Remaja Indonesia. Diakses tanggal 2024-01-19. 
  4. ^ a b Rifai, July (2012-04-07). "PPSGR BOJONEGORO WILAT BULU: SEJARAH SINGKAT PERGURUAN PENCAK SILAT "GUBUG REMAJA"". PPSGR BOJONEGORO WILAT BULU. Diakses tanggal 2024-01-19. 
  5. ^ a b c "PENCAK SILAT GUBUG REMAJA". PENCAK SILAT GUBUG REMAJA. Diakses tanggal 2024-01-19. 
  6. ^ Unknown. "Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja". Perguruan Pencak Silat Gubug Remaja. Diakses tanggal 2024-01-19.