Cobek dan ulekan

Revisi sejak 30 Januari 2024 08.06 oleh Yasir Arifin Putra (bicara | kontrib) (Nama dan istilah)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Cobek dan ulekan adalah sepasang alat yang telah digunakan sejak zaman purbakala untuk menumbuk, menggiling, melumat, mengulek, dan mencampur bahan-bahan tertentu (misalnya bumbu dapur, rempah-rempah, jamu, atau obat-obatan). Istilah cobek merujuk kepada sejenis mangkuk sebagai alas untuk kegiatan menumbuk atau mengulek, sementara ulekan merujuk kepada benda tumpul memanjang seperti pentungan yang dapat digenggam tangan untuk menumbuk atau mengulek suatu bahan. Baik cobek ataupun ulekan biasanya dibuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, atau logam.

Cobek dan ulekan dapur

Cobek dan ulekan telah lama digunakan sebagai alat dapur dalam proses masak-memasak hingga kini.

Nama dan istilah

sunting

Dalam Bahasa Inggris, cobek dan ulekan disebut mortar and pestle. Cobek dan ulekan dikenal dalam berbagai nama di Indonesia. Dalam Bahasa Sunda, Cobek lebih dikenal dengan sebutan coét atau cowét; dalam Bahasa Jawa disebut cowék atau coék. Sementara ulekan dalam Bahasa Sunda disebut mutu, sementara dalam Bahasa Jawa disebut ulêkan

Fungsi

sunting
 
Cobek juga bisa digunakan untuk menyajikan masakan.

Di Indonesia, cobek dan ulekan adalah alat yang penting dalam kegiatan masak-memasak rumah tangga. Sebagai contoh, cobek dan ulekan adalah alat penting untuk mengulek dan melumat bumbu dapur, dan membuat masakan khusus, seperti sambal ulek atau sambal terasi, menghaluskan dan mencampur bumbu gado-gado, dan menyajikan ayam penyet atau iga penyet.

Bentuk dan ukuran

sunting
 
Cobek kecil untuk menyajikan sambal terasi.

Bentuk dan ukuran cobek dan ulekan beraneka ragam sesuai kebutuhan penggunanya. Cobek kecil (diameter 8-13 cm) biasanya untuk penyajian sambal secara perseorangan di rumah makan, sementara yang berukuran sedang (diameter 15-20 cm) untuk penggunaan rumah tangga. Sementara cobek berukuran besar (diameter 30-40 cm) dan agak datar biasanya digunakan oleh penjual gado-gado atau warung makan yang menyajikan hidangan sambal yang dibuat dalam jumlah besar.

Tingkat kecekungan cobek dapat berbeda-beda, ada yang dalam menyerupai mangkuk atau lumpang, ada pula yang datar. Ulekan pun memiliki bentuk yang berbeda-beda, paling lazim adalah bulat panjang dangan cara menggenggam seperti menggenggam pistol. Akan tetapi ada pula ulekan yang berbentuk bulat sesuai genggaman tangan untuk menumbuk, ada pula yang berbentuk silinder untuk menggiling. Cobek dan ulekan yang unik ini biasanya digunakan untuk membuat jamu.

Baik cobek ataupun ulekan biasanya dibuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, atau logam (kuningan atau baja antikarat). Di Indonesia biasanya bahan yang lazim digunakan adalah batu alam, batu kali, atau batu andesit (batu vulkanik gunung berapi). Beberapa daerah di Indonesia adalah sentra pengrajin cobek dan ulekan batu, salah satunya adalah daerah Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dekat Candi Borobudur.

Cobek dan ulekan keramik juga lazim digunakan apoteker untuk melumat dan mencampur bahan obat-obatan dalam kegiatan farmasi.

Sejarah

sunting
 
Artefak arkeologi dari Yunani, beraneka bentuk cobek dan ulekan.

Cobek dan ulekan tertua telah digunakan manusia sejak kurun 35,000 tahun SM.[1] Alat ini adalah salah satu alat tertua yang digunakan manusia sejak zaman batu. Beberapa temuan arkeologi menunjukkan benda-benda batu yang digunakan sebagai alat untuk menumbuk. Sebagai contoh, artefak batu yang ditemukan di Yunani dari kurun 3200 sampai 2800 SM, menunjukkan alat untuk mengekstraksi atau menumbuk zat pigmen pewarna yang diambil dari batu-batuan.

Benda lain yang mirip cobek dan ulekan, atau bekerja sesuai prinsip yang sama, adalah lesung atau lumpang dan alu. Akan tetapi lesung dan alu berukuran lebih besar, biasanya memanjang, dan digunakan untuk menumbuk padi.

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ K. Wright, The Origins and development of ground stone assemblages in Late Pleistocene Southwest Asia, Paleorient, Vol. 17/1, 1991 http://www.persee.fr/web/revues/home/prescript/article/paleo_0153-9345_1991_num_17_1_4537

Pranala luar

sunting