Kiai Tanu Raksa bergelar Kiai Tumenggung Raksa Nagara adalah mangkubumi (kepala administrasi pemerintahan) negara Kesultanan Banjar sekitar tahun 1595-1642. Ia menjabat mangkubumi mendampingi Sultan Mustain Billah (nama lahir Raden Senapati) yang memerintah antara 1595-1642. Hubungan kekerabatan Kiai Tumenggung Raksanagara dengan Sultan Mustain Billah adalah sepupu sekali, karena ibunda mereka berdua merupakan saudara sekandung. Ayanda dari ibu mereka berdua adalah Tuan Khatib Banun yang merupakan seorang menteri dan tokoh keturunan Biaju (Dayak Ngaju) yang sudah memeluk agama Islam.

Diutus ke Mataram Islam

Kiai Tumenggung Raksa Nagara pernah dikirim sebagai duta Banjarmasin ke Mataram.[1]

Pada masa pemerintahan Raja Maruhum Panambahan seorang penguasa Kerajaan Sambas yang disebut Adipati Sambas (Panembahan Ratu Sambas) telah menghantarkan upeti berupa dua buah intan yang berukuran besar yang bernama Si Misim dan Si Giwang.[2][3] Pada tahun 1604 pertama kalinya Belanda berdagang dengan Sukadana.[4] Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Panembahan Sambas menjadi daerah protektorat VOC Belanda. Hubungan raja-raja Kalimantan Barat dengan VOC Belanda menimbulkan kemarahan Sultan Agung, raja Mataram Islam, sehingga diperintahkannya Tumenggung Bahureksa menyerang Sukadana pada tahun 1622. Situasi ini menimbulkan ketegangan di seluruh Kalimantan, untuk melunakan Mataram, Kesultanan Banjar mengirim perutusan kepada Kesultanan Mataram pada bulan Oktober tahun 1641 yang berlabuh di pelabuhan Jepara dan utusan dalam jumlah besar diijinkan tinggal di kota istana, Kerta.

.................................................." Putusan Banjar prapta seba mring Mataram ", " Utusan-utusan Banjar mengadakan kunjungan kehormatan pada Mataram ". (Babad Sangkala, tahun Saka 1564 atau tahun 1641/1642 Masehi).[5]

Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:[6]

Syahdan lagi kemudian daripada itu maka tersebutlah Marhum Panembahan menyuruhkan Pangeran Dipati Tapasana, mengutus ke Mataram - akan menteri yang mengiringkan itu Kiai Tumenggung Raksanagara dan Kiai Narangbaya serta orang mengiringkan itu dua ratus - maaturkan intan yang bernama Si Misim itu serta lawan sahang, paikat, tatudung, lilin itu. Banyak tiada tersuratkan. Maka pergilah maka tiada tersebut lagi dalam perjalanan itu.[6]

Maka tersebutlah orang pergi ke Mataram itu. Sudah datang ke Mataram maka Pangeran Dipati Tapasana menghadap sultan Mataram maaturkan intan bernama Si Misim itu dengan segala barang itu. Maka sultan Mataram terlalu sukalah kedatangan utusan Marhum Panembahan. Ketika itulah sultan Mataram berkata pada Pangeran Tapasana: "Hai adi, ini aturkan salam doa manira kepada Marhum Panembahan . Jikalau manira atau anak-cucu manira hendak menjahati negeri Martapura itu jangan disampaikan Allah, maka mudah-mudahan dibinasakan Allah Ta'ala. Itulah sumpah manira." maka sahut Pangeran Dipati Tapasana: Hinggih, sandika. Kaula aturkan itu." Maka serta Pangeran Dipati Tapasana , Kiai Tumenggung Raksanagara dan Kiai Narangbaya itu sama dipersalin, lain daripada itu lalamas Jawa kain tapih. Bingkis sultan itu: beras, gula, asam, uyah, bawang habang, bawang putih, minyak. Sudah itu maka Pangeran Tapasana itu amit mantuk, balik ke Martapura. Banyak tiada tersuratkan. Maka datang ke Martapura itu sekaliannya kata sultan Mataram diaturkan oleh Pangeran Dipati Tapasana, dan Kiai Tumenggung Raksanagara serta bingkis itu kepada Marhum Panembahan. Sudah itu Pangeran Tapasana itu dipersalin serta diberi tinariman dilarapkan ialah dinamai Si Mustika. Dan Kiai Tumenggung Raksanagara dipersalin serta diberi tinariman orang dalem; itu asal Bali, digundik Marhum Panembahan, Si Rasmi namanya. Dan Kiai Narangbaya pun dipersalin jua. Banyak tiada tersuratkan.[6]

Rujukan

  1. ^ de Graaf, Hermanus Johannes (1986). Puncak kekuasaan Mataram: politik ekspansi Sultan Agung. Grafitipers. hlm. 289. ISBN 9789794440902. ISBN 9794440906
  2. ^ Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Lembaga Kebudajaan Indonesia (1857). "Tijdschrift voor Indische taal-, land-, en volkenkunde" (dalam bahasa Belanda). 6. Lange & Co.: 243. 
  3. ^ J. J. Ras, Hikajat Bandjar: A study in Malay historiograph, Martinus Nijhoff, 1968
  4. ^ Moor, J. H. (1837). Notices of the Indian archipelago & adjacent countries: being a collection of papers relating to Borneo, Celebes, Bali, Java, Sumatra, Nias, the Philippine islands ... (dalam bahasa Inggris). Singapore: F.Cass & co. 
  5. ^ http://suluhbanjar.blogspot.com/2010/11/kerajaan-banjar-dalam-dimensi-sejarah.html
  6. ^ a b c Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar (dalam bahasa Melayu). Diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405. ISBN 983-62-1240-X
Didahului oleh:
Kiai Jayanagara
Mangkubumi
1595-1642
Diteruskan oleh:
Pangeran di Darat