Adipati Malayakusuma
Malayakusuma adalah seorang Adipati di Kota Malang yang meneruskan jabatan pamannya yaitu Adipati Wironegoro II. Ayahnya adalah Tumenggung Kartonegoro yang menjabat sebagai Bupati Lumajang. Bersama keturunan Untung Suropati lainnya, Adipati Malayakusuma berperang melawan VOC yang hendak menguasai Jawa Timur secara total. Adipati Malayakusuma sempat tertangkap di Malang Selatan namun berhasil meloloskan diri dan bersembunyi di Pegunungan Tengger. Ia berlindung pada seorang Pandita Tengger bernama Amongdharma (keturunan Darmoyudo).
Adipati Malayakusuma | |
---|---|
Berkas:Mly.jpg | |
Adipati Malang ke-1 | |
Berkuasa | 1751 - 1768 |
Kelahiran | Lumajang |
Kematian | Pegunungan Tengger |
Keturunan | Tejo Kusumo Kusumo Wijoyo (dan lain-lain) |
Wangsa | Kusuma |
Dinasti | Kusuma |
Ayah | Tumenggung Kartonegoro |
Malayakusuma mempunyai beberapa anak salah satunya adalah Raden Panji Tejo Kusumo.Raden Panji Tejo Kusumo mendalangi pemogokan dan membuat kerusuhan di Pasuruan sehingga ditangkap dan dibuang ke Rembang. Anak Malayakusuma lainnya adalah Kusuma Wijaya atau Pangeran Serang yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro. Kusuma Wijaya menjadi priyayi rendahan dan dimakamkan di TPU Senduro. Kusuma Wijaya juga menurunkan salah satu tokoh pendiri Pura Mandara Giri Semeru Agung yaitu Sardjo Atmo Suryo Kusumo.
Latar Belakang
Pada tahun 1686, Untung Suropati berhasil menjadi seorang adipati di Pasuruan. Anak keturunannya kemudian diangkat menjadi bupati-bupati bawahan di daerah Lumajang, Malang hingga Ngantang. Setelah Untung Suropati wafat, anaknya yang bernama Wironegoro menggantikan posisinya sebagai seorang Adipati.
Sebagaimana ayahnya, Adipati Wiranegara juga merupakan seorang pemimpin yang berjiwa merdeka. Alih-alih bekerja-sama dengan VOC, Wiranegara mengembangkan Kota Pasuruan menjadi Kadipaten yang disegani dan makmur. Kapal-kapal niaga bersandar sehingga membuat perekonomian Kota Pasuruan menjadi maju. Kemajuan ini tentu membuat wilayah-wilayah bawahannya seperti Malang menjadi maju. Islam juga berkembang pesat karena Adipati Wiranegara adalah adipati kedua yang beragama Islam. Melihat perkembangan Kadipaten Pasuruan yang berkembang pesat maka VOC mencari cara untuk menaklukkannya.
Dalam menjalankan tugas pemerintahan, Adipati Wironegoro dibantu oleh seorang patih bernama Kiai Ngabei Wongsonegoro. Karena dihasut oleh VOC, Kiai Ngabei Wongsonegoro kemudian memberontak. Ia menggalang kekuatan untuk menjatuhkan Adipati Wironegoro. Karena Patih Wongsonegoro mempunyai pengikut yang banyak maka ia berhasil mengalahkan Adipati Wironegoro. Penguasa Pasuruan yang telah kalah itu kemudian mengungsi ke Malang. Ia kemudian dilindungi oleh Tumenggung Malayakusuma yang saat itu menjadi bupati bawahan Pasuruan.
Pada tahun 1751, Adipati Wironegoro wafat sehingga jabatan Adipati kemudian diteruskan oleh keponakannya yaitu Malayakusuma.
Perang Melawan VOC
Pasukan VOC yang tidak ingin anak keturunan Untung Suropati menguasai Jawa Timur kemudian melakukan serangkaian penaklukan mulai tahun 1762. Berbagai ekspedisi penaklukan dikerahkan untuk menguasai Malang. VOC juga merekrut pasukan bayaran dari kalangan pribumi. Pasukan pribumi itu dikerahkan karena jumlah pasukan eropa tidak memadai. Awalnya Adipati Malayakusuma tidak berniat untuk berperang. Ia mengirimkan duta perdamaian untuk merundingkan jalan terbaik bagi penyelesaian konflik agar tidak meluas. Ia juga menyanggupi permintaan VOC untuk memenuhi kebutuhan kompeni. Tetapi karena VOC memang berniat untuk mengalahkan keturunan Suropati maka proposal perdamaian itu ditolak. Perang akhirnya tidak bisa dihindarkan.
Untuk mempertahankan Kota Malang, Adipati Malayakusuma dibantu oleh adiknya yaitu Tirtanegara. Tirtanegara membawahi pasukan kavaleri yang mempunyai persenjataan modern. Pasukan inti Tirtanegara berjumlah 800 orang yang semuanya dilengkapi dengan kuda perang pilihan. Pasukan kavaleri ini konon menjadi momok tersendiri bagi pasukan VOC. Malayakusuma sendiri membawahi pasukan penjaga kota sebanyak 1500 pasukan inti. Ia juga memperkuat pasukan infanteri dengan 200 pasukan kavaleri.
Dalam mempertahankan Kota Malang Adipati Malayakusuma juga dibantu oleh Prabujaka. Pangeran asal Mataram ini mempunyai ribuan (kurang lebih 2000 prajurit) pasukan yang beberapa diantaranya dipimpin oleh anaknya yaitu Raden Mas. Prabujaka sendiri adalah saudara ipar Malayakusuma. Ia dijuluki sebagai Pangeran Singosari atau Susuhunan Malang. Ia menjadi target utama penaklukan VOC karena dianggap memberontak terhadap Mataram. Prabujaka sendiri awalnya bertempur di pihak Mataram tetapi karena melihat campur tangan VOC yang begitu besar maka ia membelot dan mengajak pasukannya mempertahankan Kota Malang. Ia bahkan menikah dengan saudari Malayakusuma dan menurunkan anak yang mempunyai garis keturunan dari Tumenggung Kartonegoro.
Perang besar terjadi di kaki gunung Gunung Mandaraka (Arjuno) pada tahun 1767. Pasukan VOC yang dipimpin oleh Kapten Tropponegro dihadang oleh 800 pasukan kavaleri yang dipimpin oleh Tirtanegara. Pasukan VOC kocar-kacir menghadapi serangan kilat itu. Kartawijaya yang mempimpin pasukan Surabaya bahkan dilaporkan terluka parah atas serangan Tirtanegara itu. Ia bahkan kehilangan 200 prajurit dan banyak dari amunisinya yang dirampas oleh pasukan Tirtanegara. Karena VOC kalah telak maka serbuan atas Kota Malang ditangguhkan sampai permintaan tambahan pasukan disetujui. Untuk sementara Kota Malang aman dari gangguan VOC.
Setelah pertempuran besar di Gunung Mandaraka, Adipati Malayakusuma memutuskan untuk mengosongkan Kota Malang. Ia kemudian membagi pasukannya menjadi beberapa batalyon. Batalyon-batalyon itu kemudian diperintahnya untuk melakukan perang gerilya. Ia juga memerintahkan untuk membumihanguskan Kota Malang dan merusak akses jalan. Malayakusuma kemudian memimpin 500 pasukan kavaleri dan bergegas meninggalkan Kota Malang. Ia memilih selatan Gunung Semeru sebagai markas perang gerilyanya. Kebetulan di tempat itu telah berkumpul sisa-sisa pasukan Lumajang yang dipimpin oleh Tumenggung Kartayuda.
Akhir Hidup Malayakusuma
Pada bulan November tahun 1768, Letnan Gondelag berhasil menangkap Adipati Malayakusuma. Ia ditangkap di Blitar tepatnya di daerah Lodalem. Tanpa perlawanan berarti Adipati Malayakusuma dan pasukannya meletakkan senjata. Mereka kemudian digiring ke Surabaya. Dalam perjalanan, Adipati Malayakusuma melawan dan sempat membunuh Kopral Smit Van Stam. Ia sendiri kemudian dibunuh oleh seorang punakawan dari Surabaya. Jasadnya kemudian dibuang ke laut.
Penangkapan Adipati Malayakusuma yang sangat aneh itu ternyata dikemudian hari menimbulkan masalah. Pada tahun 1778, Gubernur VOC menerima laporan tentang keberadaan mantan Adipati Malang yaitu Malayakusuma. Malayakusuma diberitakan masih hidup dan tinggal di Pegunungan Tengger. Ia juga dikabarkan dilindungi oleh seorang pandita terkemuka bernama Amongdharma. Mereka dikabarkan hidup di pertapaan Selarawa. Mata-mata yang diutus untuk mencari tahu kebenaran informasi itu bahkan dilarang mendekati pertapaan itu oleh penguasa Pasuruan yaitu Adipati Nitiadiningrat.
Referensi
- Margana, Sri (2007). "Java's Last Frontier : The struggle for hegemony of Blambangan, c. 1763-1813". The Leiden University Scholarly Repository.
- Lantini, Endah Susi dan Tim Penulis (1996). Refleksi Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Serat Suryaraja. Jakarta. Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan