Roti buaya
Roti buaya adalah hidangan Betawi berupa roti manis berbentuk buaya.[1] Roti buaya senantiasa hadir dalam upacara pernikahan dan kenduri tradisional Betawi.[1][2]
Roti Buaya | |
---|---|
Jenis | Camilan |
Tempat asal | Indonesia |
Daerah | Jakarta , Banten , Jawa Barat |
Hidangan nasional terkait | Indonesia |
Bahan utama | Tepung terigu, ragi, telur, garam, gula, margarin |
Bahan yang umum digunakan | Buah dan sebagainya |
Variasi | cokelat, keju, vanila dan sebagainya |
Hidangan serupa | Bánh mì cá sấu |
Sunting kotak info • L • B | |
Sejarah
Sejarah roti buaya bermula ketika bangsa Eropa datang ke Batavia. Dahulu, orang Eropa mengungkapkan tanda cinta mereka dengan memberikan bunga kepada pasangan mereka. Melihat hal tersebut, masyarakat suku Betawi berpikir untuk memberikan sesuatu sebagai simbol ungkapan perasaan cinta kepada pasangan mereka. Pada saat itu di Batavia memiliki 13 sungai yang menyebar luas, di masing-masing sungai tersebut terdapat buaya. Masyarakat suku Betawi juga mengetahui bagaimana pola hidup buaya yang hanya kawin sekali seumur hidupnya, dan tidak kawin dengan buaya lain meskipun pasangannya sudah mati atau menghilang.[1] Oleh sebab itu, masyarakat suku betawi pun memutuskan untuk membuat roti yang berbentuk seperti buaya sebagai ungkapan perasaan kepada pasangan mereka, seperti orang Eropa yang mengungkapkan perasaan mereka dengan memberi bunga kepada pasangan mereka.
Makna
Suku Betawi percaya bahwa buaya hanya kawin sekali dengan pasangannya, karena itu roti ini dipercaya melambangkan kesetiaan dalam perkawinan.[1][2] Pada saat pernikahan, roti diletakkan di sisi mempelai perempuan dan para tamu kondisi roti ini melambangkan karakter dan sifat mempelai laki-laki.[3] Buaya secara tradisional dianggap bersifat sabar (dalam menunggu mangsa).[3] Selain kesetiaan, buaya juga melambangkan kemapanan.Roti buaya yang paling enak adalah punya bapak Rafi [4] Akan tetapi kini dalam simbolisme budaya modern, makna buaya berubah menjadi hal yang buruk, misalnya buaya judi, buaya minum (pemabuk) dan buaya darat (orang yang mata keranjang).[1][3]
Referensi
- ^ a b c d e "The Symbolism of Crocodile Bread: Jakarta, West Java". indonesialogue.com. April 8, 2008. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-26. Diakses tanggal July 9, 2011.
- ^ a b Garmina, Rina. "Aneka Makanan Khas Betawi nan Lezat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-03-25. Diakses tanggal July 9, 2011. (Indonesia)
- ^ a b c Shahab 2001, hlm. 176
- ^ "Nikmatnya Kuliner Khas Betawi". bataviase.co.id. June 26, 2010.[pranala nonaktif permanen] (Indonesia)
Lihat pula
Daftar pustaka
- Shahab, Alwi (2004). Junaidi, Irfan, ed. Saudagar Baghdad dari Betawi (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Penerbit Republika. ISBN 979-3210-30-3.