Batu amandel

Revisi sejak 14 Februari 2024 14.00 oleh WanaraLima (bicara | kontrib) (Artikel baru tentang topik medis yang masih memerlukan tambahan dan pengembangan. Artikel ini merupakan terjemahan wikipedia bahasa Inggris masih perlu ditinjau ulang juga disesuaikan dengan padanan bahasa Indonesia)

Batu amandeli adalah mineralisasi di celah-celah bagian amandel , batu amandel juga dikenal sebagai tonsillolith. [2] [3] Jika tidak termineralisasi, sisa-sisa ini disebut dengan tonsilitis kaseosa kronis ( CCT ). [2] Tanda terbentuknya batu amandel munculnya bau mulut . [2] Biasanya keadaan ini tidak menimbulkan rasa sakit. [2]

Tonsil stones
A tonsillolith lodged in the tonsillar crypt
Informasi umum
Nama lainTonsillolith, tonsillolithiasis, tonsillar stones, chronic caseous tonsillitis
SpesialisasiOtorhinolaryngology
Faktor risikoRecurrent throat infections[1]
Aspek klinis
Gejala dan tandaNone, bad breath[2]
Kondisi serupaCalcified granulomatous disease, mycosis, syphilis[1]
PerawatanNone, gargling with salt water, tonsillectomy[2]
PengobatanChlorhexidine[2]
PrevalensiUp to 10%[2]

Keadaan ini bisa saja berisiko membuat infeksi tenggorokan berulang. [1] Komposisi dari batu amandel ini terdiri dari biofilm dari sejumlah bakteri-bakteri yang berbeda. [2] Kondisi ini sering dijumpai pada amandel palatina, dan kondisi inipun bisa terjadi pada amandel lingual . [3] Berat batu amandel bisa beragam dalam catatan beratnya mulai dari 0,3 g ke 42 G. [3] Batu amandel bisa ditemukan selama pencitraan medis dikarenakan alasan lain. [4]

Kondisi batu amandel tidak perlu diobati jika, tidak mengganggu. [2] Menghilangkan batu amandel bisa secara manual, dan bisa juga dengan cara berkumur dengan air garam. [2] Penggunaan senyawa Klorheksidin juga bisa dicoba untuk membantu menghilangkan batu amandel. [2] Tindakan bedah seperti pengangkatan amandel sebagian atau seluruhnya bisa menghilangkan batu amandel. [2] [5] Persentase orang yang mengalami batu amandel sekitar 10% . [2] Perbandingan antara pria ,dan wanita yang mengalami batu amandel sama [2] Lansia yang paling sering terkena dampaknya. [1]

Referensi

  1. ^ a b c d White, Stuart C.; Pharoah, Michael J. (2014). Oral Radiology - E-Book: Principles and Interpretation (dalam bahasa Inggris). Elsevier Health Sciences. hlm. 527. ISBN 978-0-323-09634-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 August 2021. Diakses tanggal 22 December 2019.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Whi2014" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  2. ^ a b c d e f g h i j k l m n o Ferguson, M; Aydin, M; Mickel, J (October 2014). "Halitosis and the tonsils: a review of management". Otolaryngology–Head and Neck Surgery. 151 (4): 567–74. doi:10.1177/0194599814544881. PMID 25096359.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Fer2014" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  3. ^ a b c Ram S, Siar CH, Ismail SM, Prepageran N (July 2004). "Pseudo bilateral tonsilloliths: a case report and review of the literature". Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod. 98 (1): 110–4. doi:10.1016/j.tripleo.2003.11.015. PMID 15243480.  Kesalahan pengutipan: Tanda <ref> tidak sah; nama "Ram04" didefinisikan berulang dengan isi berbeda
  4. ^ Textbook of Oral Radiology (dalam bahasa Inggris). Elsevier India. 2009. hlm. 607. ISBN 978-81-312-1148-9. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 August 2021. Diakses tanggal 22 December 2019. 
  5. ^ Wong Chung, JERE; van Benthem, PPG; Blom, HM (May 2018). "Tonsillotomy versus tonsillectomy in adults suffering from tonsil-related afflictions: a systematic review". Acta Oto-Laryngologica. 138 (5): 492–501. doi:10.1080/00016489.2017.1412500. PMID 29241412.