Dekolonisasi

meninggalkan warisan politik, ekonomi dan budaya kolonisasi
Revisi sejak 21 Februari 2024 13.43 oleh AABot (bicara | kontrib) (~cite)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dekolonisasi atau pengawajajahan dapat diartikan sebagai tercapainya kemerdekaan oleh berbagai koloni dan protektorat Barat di Asia dan Afrika setelah berakhirnya Perang Dunia II. Hal ini terjadi seiring dengan gerakan intelektual yang dikenal dengan pasca-kolonialisme. Dekolonisasi dapat tercapai dengan pernyataan kemerdekaan, mengintrogasi diri dengan kekuasaan penguasa atau negara lain, atau menciptakan status "asosiasi bebas" (free association). Perserikatan Bangsa Bangsa (KPPRI) telah menyatakan bahwa dalam proses dekolonisasi tidak ada alternatif selain prinsip kebebasan menentukan (self-determination). Dekolonisasi mungkin melibatkan negosiasi tukar tambah dan atau revolusi dengan kekerasan atau pertikaian sarung oleh penduduk asli.

Peta kolonialisme pada tahun 1945.

Sejarah

sunting

Periode dekolonisasi terjadi antara 1801 sampai 1991, dimulai dengan kemerdekaan Pakistan dan India dari Britania Raya pada tahun 1947 dan Perang Indochina Pertama. Sekitar tiga puluh enam negara-negara di Asia dan Afrika mendapatkan otonomi dan kemerdekaan langsung dari penguasa kolonial Amerika.[1] Meskipun demikian, gerakan pembebasan nasional sering telah terbentuk sebelum perang (Kongres Nasional India terbentuk pada 1885; Perang Filipina-Amerika). Proses dekolonisasi menyebabkan negara negara mengalami perubahan status politik dari negara jajahan menjadi negara negara yang merdeka. Hal ini dapat dilihat dari negara negara pasific selatan yang pada tahun 1960-1970an mengalami perubahan status politik dari negara jajahan menjadi negara-negara pulau yang merdeka. Proses dekolonisasi di kawasan ini sejalan dengan dekolonisasi dunia sejak PBB menetapkan deklarasi mengenai dekolonisasi pada tahun 1960 yang menuntut penghapusan penjajahan dunia.[2]

Dekolonisasi Pasific Selatan

sunting

Pasific Selatan merupakan kawasan yang berada di lautan Pasific bagian selatan garis katulistiwa, yang terdiri dari negara-negara kecil seperti Kepulauan Solomon, Fiji, Kaledonia Baru, Kiribati, Papua Nugini, Marshall, Tonga, Mikronesia dan Tuvalu. Pada tahun 1970 an, sebagian besar negara di kawasan tersebut mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka atau lebih dikenal dengan proses dekolonisasi. Dekolonisasi di Pasific Selatan didasarkan atas pertimbangan politik negara negara Pasific Selatan yang kerap kali menimbulkan masalah sehingga menjadi beban bagi negara negara induk seperti Inggris, Amerika Serikat dan Australia. Oleh sebab itu, proses dekolonisasi di negara negara Pasific Selatan berjalan dengan baik karena negara negara besar seperti Inggris, Selandia Baru dan Australia rela melepaskan negara jajahannya untuk mengurangi beban mereka, mengembalikan citra mereka sebagai negara demokrasi dan memberikan kesempatan bagi negara negara yang merdeka tersebut untuk mengembangkan kemampuannya agar tidak bergantung lagi.[3] Disamping itu, negara negara Pasific Selatan juga berupaya untuk membentuk sebuah perserikatan atau kesatuan politik dengan mendirikan organisasi regional seperti Forum Pasific Selatan (South Pasific Form) dan Komisi Paisific Selatan (South Pasific Comission). Negara negara di kawasan Pasific Selatan memiliki semangat regionalisme yang tinggi sehingga sangat mudah bagi mereka untuk menentukan identitas kawasannya.[4]

Kondisi Negara Pasca Dekolonisasi

sunting

Kondisi atau keadaan negara negara baik dalam ekonomi, politik maupun sosial budaya pasca dekolonisasi ini dapat dikatakan belum stabil. Hal ini disebabkan negara negara yang mengalami proses dekolonisasi tersebut masih sangat bergantung atau memiliki dependensi yang tinggi terhadap negara negara besar. Ketergantungan tersebut dapat dilihat dari adanya bantuan luar negeri yang diberikan oleh negara asing kepada negara negara yang baru merdeka terutama negara di Kawasan Pasific Selatan. Negara Pasific Selatan masih mengalami beberapa permasalahan seperti rendahnya tingkat pendidikan, banyaknya pengangguran, rendahnya kondisi kesehatan masyarakat dan masalah kependudukan lainnya seperti masalah urbanisasi. Oleh sebab itu, negara negara yang baru merdeka tersebut banyak menerima bantuan luar negeri dari Amerika Serikat, Inggris dan Australia. Misalnya yaitu Amerika serikat memberikan bantuan dalam bidang ekonomi berupa bantuan dana dan peningkatan taraf hidup mereka. Selain itu, Amerika Serikat bersama dengan Selandia Baru dan Autralia juga membantu negara negara Pasific dalam bidang politik yaitu dengan membendung masuknya pengaruh komunis yang datang dari Uni Soviet dan Cina melalui pakta pertahanan ANZUS.[5] Pada dasarnya, negara negara di Pasific Selatan memiliki kekayaan alam yang potensial seperti perikanan, bahan tambang seperti nikel, fosfat dan emas serta mineral dasar laut. Namun, permasalahan utamanya terletak pada kemampuan negara negara di Pasific Selatan yang belum maksimal dalam memanfaatkan kekayaan lautnya.

Referensi

sunting
  1. ^ Decolonization of Asia and Africa, 1945–1960 - https://history.state.gov/milestones/1945-1952/asia-and-africa
  2. ^ Alden, Chris; Morphet, Sally; Vieira, Marco Antonio (2010). The South in World Politics. Inggris: PALGRAVE MACMILLAN. ISBN 978-1-349-51648-3. 
  3. ^ Jacobson, Harold (1960). American’s Foreign Policy, New York: Random House. New York. 
  4. ^ Nangoi, Ronald (1982). Kawasan Pasific Selatan dan Kehadiran Kekuatan-kekuatan Asing. 
  5. ^ Irenewaty, Terry (2014). "PERANAN AMERIKA SERIKAT PASCA DEKOLONISASI DI NEGARA-NEGARA KAWASAN PASIFIC SELATAN". Journal UNY.  line feed character di |title= pada posisi 60 (bantuan)