Partai politik di Indonesia adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pengertian ini tercantum dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.[1][2]

Untuk mengikuti Pemilihan Umum, partai politik wajib memenuhi persyaratan tertentu yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Selanjutnya, Komisi Pemilihan Umum akan melakukan proses verifikasi. Proses verifikasi terdiri dari dua tahap: verifikasi administrasi dan verifikasi faktual.[3]

Ideologi dan posisi

 
Partai politik Indonesia harus mengakui keutamaan Pancasila, filsafat bangsa

Satu-satunya perbedaan besar antara partai-partai di Indonesia adalah posisi mereka mengenai seberapa besar peran Islam, yang sejauh ini merupakan agama mayoritas di Nusantara, dalam urusan publik. Bahasa spektrum politik kiri dan kanan jarang digunakan di Indonesia, berbeda dengan negara-negara lain.[4]

Berikut beberapa partai kontemporer menurut ideologi dan posisinya politik:

Sejarah

Masa penjajahan Belanda

Masa ini disebut sebagai periode pertama lahirnya partai politik di Indonesia (waktu itu Hindia Belanda). Partai politik yang paling pertama dibentuk di Indonesia adalah De Indische Partij pada 25 Desember 1912 oleh Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ki Hajar Dewantara.[5][6] Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa itu semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berasaskan politik agama dan sekuler seperti Serikat Islam, Perhimpunan Demokrat Sosial Hindia, Partai Nasional Indonesia dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka.

Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan menifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakyat, yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin.

Di luar dewan rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI (Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islamil Aâ€laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937, dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia) yang merupakan gabungan organisasi buruh.

Pada tahun 1939 di Hindia Belanda telah terdapat beberapa fraksi dalam Volksraad yaitu Fraksi Nasional, Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi-Putera (PPBB), dan Indonesische Nationale Groep (ING). Fraksi Nasional dipimpin oleh Husni Thamrin, PPBB dipimpin oleh Prawoto dan ING dipimpin oleh Mohammad Yamin. Sedangkan di luar volksraad ada usaha untuk membetuk dewan perwakilan nasional yang dipelopori oleh gabungan dari partai-partai politik di Hindia Belanda. Dewan perwakilan nasional yang terbentuk disebut Komite Rakyat Indonesia (KRI). Komite ini dibentuk dari tiga fraksi partai politik di Indonesia, yatu Gabungan Politik Indonesia (GAPI), Majelis Islami A'laa Indonesia (MIAI) dan Majelis Rakyat Indonesia (MRI). GAPI merupakan fraksi bagi golongan nasionalis, MIAI merupakan fraksi bagi partai politik Islam yang terbentuk pada tahun 1937. MRI merupakan fraksi yang terdiri dari organisasi-organisasi buruh.[7] Fraksi-fraksi tersebut di atas adalah merupakan partai politik-partai politik yang pertama kali terbentuk di Indonesia.

Masa pendudukan Jepang

Aktivitas partai politik dilarang selama masa pendudukan Jepang di Indonesia. Kebebasan beraktivitas politik hanya diberikan kepada golongan Islam sehingga terbentuklah Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia.[8] Partai ini utamanya bergerak di bidang sosial. Hal ini bagian dari Jepang untuk menunjukkan bahwa mereka tidak anti pada Islam.

Masa pascaproklamasi kemerdekaan

Pembentukan partai politik mendapat dukungan dari Pemerintah Indonesia setelah tiga bulan sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 3 November 1945, sebuah maklumat yang disebut Maklumat Nomor X diterbitkan setelah ditandatangani oleh Mohammad Hatta selaku Wakil Presiden Indonesia. Isi maklumat ini tentang anjuran pembentukan partai politik. Akhirnya terbentuklah berbagai macam partai politik yang memiliki latar belakang tertentu serta mengusung ideologi tertentu, utamanya yang bersifat nasionalis, sosialis, agamis dan komunis.[9]

Pemilu 1955 memunculkan 4 partai politik besar, yaitu: Masyumi, PNI, NU dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem banyak partai ternyata tidak dapat berjalan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan fungsinya dengan baik, sehingga kabinet jatuh bangun dan tidak dapat melaksanakan program kerjanya. Sebagai akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik pula. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekret 5 Juli 1959, yang mewakili masa masa demokrasi terpimpin.

Pada masa demokrasi terpimpin ini peranan partai politik mulai dikurangi, sedangkan di pihak lain, peranan presiden sangat kuat. Partai politik pada saat ini dikenal dengan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini tampak sekali bahwa PKI memainkan peranan bertambah kuat, terutama melalui G 30 S/PKI akhir September 1965).

Setelah itu Indonesia memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi terpimpin. Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik besar yaitu Golongan Karya (Golkar). Pada pemilihan umum tahun 1971 dengan cuma 10 partai-peserta,[10] Golkar muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh 3 partai politik besar yaitu NU, Parmusi (Persatuan Muslim Indonesia) serta PNI.

Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu: NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah) bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Lima partai lain yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Parati Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka pada tahun 1977 hanya terdapat 3 organisasi keuatan politik Indonesia dan terus berlangsung hinga pada pemilu 1997.

Berakhirnya rezim Soeharto mengawali era reformasi di Indonesia yang ditandai dengan perkembangan sistem kepartaian di Indonesia yang lebih demokratis. Diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1999 oleh Presiden Habibie, telah menciptakan sistem multipartai dalam politik Indonesia.[11]

Setelah merdeka, Indonesia menganut sistem Multi Partai sehingga terbentuk banyak sekali Partai Politik. Memasuki masa Orde Baru (1965 - 1998), Partai Politik di Indonesia hanya berjumlah 3 partai yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Golongan Karya, dan Partai Demokrasi Indonesia. Pada masa Reformasi, Indonesia kembali menganut sistem multi partai.

Pada 2012, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) melakukan revisi atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.[2]

Peraturan

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Partai Politik di Indonesia sejak masa kemerdekaan adalah:

  1. Maklumat X Wakil Presiden Muhammad Hatta (1945)
  2. Undang-Undang Nomor 7 Pnps Tahun 1959 tentang Syarat-Syarat dan Penyederhanaan Kepartaian
  3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1960 tentang Pengakuan, Pengawasan, dan Pembubaran Partai-Partai
  4. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  5. Undang-Undang Nomor 3 tahun 1985 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya
  6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
  7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik
  8. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik
  9. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik

Daftar

Lihat pula

Rujukan

  1. ^ "Undang-undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik" (PDF), Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 4 Januari 2008, diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2015-03-26 
  2. ^ a b Isi Lengkap UU Parpol Hasil Revisi UU No 2 Tahun 2008. Detik.com
  3. ^ Ananda, Putra (27 September2017). "Ini 10 Syarat Partai Politik Peserta Pemilu 2019". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-03-17. 
  4. ^ Aspinall, Edward; Fossati, Diego; Muhtadi, Burhanuddin; Warburton, Eve (24 April 2018). "Mapping the Indonesian political spectrum" (dalam bahasa Inggris). New Mandala. Diakses tanggal 2024-03-02. 
  5. ^ Nomes, J.M. (1994). Willems, Wim, ed. De Indische Partij. Sporen van een Indisch verleden (1600–1942) (dalam bahasa Belanda). 2. COMT. hlm. 55–56. ISBN 90-71042-44-8. 
  6. ^ "Sejarah Partai Politik Di Indonesia". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-10-21. Diakses tanggal 2015-05-04. 
  7. ^ Suryana, C., dkk. (Juli 2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 5. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  8. ^ Suryana, C., dkk. (Juli 2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 5–6. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  9. ^ Suryana, C., dkk. (Juli 2022). Setiawan, Asep Iwan, ed. Selayang Pandang Partai Politik (PDF). Bandung: Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung. hlm. 6. ISBN 978-623-88132-8-5. 
  10. ^ Miaz, Yalvema (2012). Partisipasi Politik: Pola Perilaku Pemilih Pemilu Masa Orde Baru dan Reformasi (PDF). Padang: UNP Press. hlm. 4–5. ISBN 978-602-8819-65-7. 
  11. ^ Universitas Diponegoro dan Biro Pengkajian Setjen MPR (Oktober 2018). Naskah Akademik Rancangan Perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (PDF). Badan Pengkajian MPR RI. hlm. 184. ISBN 978-602-5676-18-5. 

Bacaan lanjutan