Akar parsi
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
Divisi:
Kelas:
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. officinalis
Nama binomial
Asparagus officinalis

Akar parsi[1] atau asparagus (Asparagus officinalis) dalam pengertian umum adalah suatu jenis sayuran dari satu spesies tumbuhan genus Asparagus. Akar parsi merupakan jenis tanaman perenial dwirumah.[2]

Akar parsi telah digunakan sejak lama sebagai bahan makanan karena rasanya yang sedap dan sifat diuretiknya. Dengan adanya sifat diuretik tersebut, akar parsi berkhasiat untuk memperlancar saluran urin sehingga mampu memperbaiki kinerja ginjal. Akar parsi merupakan sumber terbaik asam folat nabati, sangat rendah kalori, tidak mengandung lemak atau kolesterol, serta mengandung sangat sedikit natrium. Tumbuhan ini juga merupakan sumber rutin, suatu senyawa yang dapat memperkuat dinding kapiler.

Nama ilmiah

Akar parsi memiliki nama ilmiah yaitu Asparagus officinalis. Spesiesnya termasuk dalam famili bawang-bawangan.[3]

Ciri fisik

 
Seikat akar parsi

Akar parsi umbuh dengan akar-akar yang bergerombol. Penumpukan akar dimulai dari bagian nodus batang. Bentuk akarnya berisi dan tampak gemuk.[4] Bagian batangnya berbentuk cladode yang termasuk jenis phylloclade. Jumlah internodusnya antara satu atau dua. Internodus yang panjang dan sukulen disebut cladode.[5] Bagian daun dari asparagus dapat berubah menjadi duri.[6]

Sifat kimia

Akar parsi merupakan salah satu jenis sayur yang tidak menghasilkan etilen dalam jumlah yang banyak. Tingkat sensitivitas akar parsi terhadap etilen juga sedang.[7]

Kandungan gizi

Tiap enam batang akar parsi mengandung vitamin C sebanyak 22 mg. Vitamin ini masih terkandung meskipun akar parsi telah diolah dalam keadaan beku maupun matang.[8] Tiap 3,5 ons akar parsi juga mengandung karnitina seberat 0,195 mg.[9] Akar parsi juga mengandung asam folat dalam jumlah yang melimpah.[10]

Akar parsi rendah kalori, tidak mengandung kolesterol dan sangat rendah sodium. Ini juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B6, kalsium, magnesium dan seng, dan sumber yang sangat baik serat, protein, vitamin A, vitamin C, vitamin E, vitamin K, thiamin, riboflavin, rutin, niacin, asam folat, besi, fosfor, kalium, tembaga, mangan dan selenium. Akar parsi juga kaya kandungan asam amino asparagina.

Inang

Asparagus merupakan salah satu inang bagi ulat bawang (Spodoptera exigua). Ulat bawang merupakan jenis ulat yang memakan segala jenis tumbuhan. Larva ulat bawang akan memakan daun tumbuhan dan menimbulkan lubang-lubang pada daun. Bagian yang dimakan dimulai dari tepi daun bagian permukaan atas ataupun bawah.[11]  

Pengawetan

Asparagus awet disimpan di dalam kulkas dalam jangka waktu 2-3 hari. Suhu pendinginannya pada rentang 0,5–4,4 °C. Masa awetnya dapat bertahan hingga 8 bulan apabila disimpan di dalam lemari pembeku dengan suhu kurang dari 0 °C.[12] Asparagus yang disimpan pada suhu 0–2 °C dengan kelembapan relatif sebesar 95% dapat disimpan selama 2–3 minggu.[13]

Bagian asparagus yang dapat dibekukan adalah bagian batang muda yang lunak dengan bagian ujung yang kompak. Sebelum dibekukan, asparagus dicuci bersih dan disusun berdasarkan ukurannya. Setelah itu, asparagus dipotong-potong sepanjang 2 inci dan bagian ujungnya disisakan. Pengawetan asparagus harus melalui proses blansir terlebih dahulu menggunakan air mendidih. Batang asparagus yang berukuran kecil diblansir selama 2 menit.  Batang yang berukuran sedang diblansir selama 3 menit. Sedangkan batang yang berukuran besar diblansir selama 4 menit. Setelah diblansir, asparagus didinginkan dan ditiriskan. Saat dikemas ujung dan batang disusun bergantian.[14]

Konsumsi

 
Sup asparagus

Asparagus merupakan salah satu jenis tanaman budidaya di Mediterania.[3] Asparagus dibersihkan dengan mengupas kulit bagian pangkal batangnya.[15]  

Asparagus merupakan salah satu jenis sayur yang konsumsinya harus dibatasi oleh penderita asam urat. Batas maksimumnya adalah 100 gram per hari. Takarannya setara dengan 6 sendok sayur.[16]

Referensi

Catatan kaki

  1. ^ (Indonesia) Arti kata akar parsi dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
  2. ^ Parker, SYbil, P (1984). McGraw-Hill Dictionary of Biology. McGraw-Hill Company. 
  3. ^ a b Hakim, Luchman (2014). Etnobotani dan Manajemen Kebun-Pekarangan Rumah: Ketahanan pangan, kesehatan dan agrowisata (PDF). Malang: Penerbit Selaras. hlm. 29. ISBN 978-602-18900-3-5. 
  4. ^ Silalahi dan Adinugraha 2019, hlm. 5.
  5. ^ Silalahi dan Adinugraha 2019, hlm. 15.
  6. ^ Silalahi dan Adinugraha 2019, hlm. 36.
  7. ^ Asiah 2020, hlm. 48-49.
  8. ^ Winarni, Nissa, dan Purnami 2019, hlm. 40.
  9. ^ Winarni, Nissa, dan Purnami 2019, hlm. 67.
  10. ^ Rahayu, A., dkk. (2018). Hadianor, ed. Study Guide: Stunting dan Upaya Pencegahannya bagi Mahasiswa Kesehatan Masyarakat (PDF). Bantul: CV Mine. hlm. 102. ISBN 978-602-52833-1-4. 
  11. ^ Udiarto. B. K., Setiawati, W., dan Suryaningsih, E. (2005). Pengenalan Hama dan Penyakit pada Tanaman Bawang Merah dan Pengendaliannya (PDF). Bandung: Balai Penelitian Tanaman Sayuran. hlm. 8. ISBN 979-8304-48-9. 
  12. ^ Asiah 2020, hlm. 56.
  13. ^ Wardah dan Sopandi, T. (September 2016). Teknologi Hasil Pertanian (PDF). Surabaya: PT Revka Petra Media. hlm. 33. ISBN 978-602-4170-59-2. 
  14. ^ Asiah 2020, hlm. 71.
  15. ^ Buleng, Apri (2020). Sajian Sayur ala Rumahan. Jakarta: Demedia Pustaka. hlm. 14. ISBN 978-979-082-325-9. 
  16. ^ Madyaningrum, E., dkk. (Februari 2021). Buku Saku Kader: Pengontrolan Asam Urat di Masyarakat (PDF). Yogyakarta: Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. hlm. 7. ISBN 978-602-6801-22-7. 

Daftar pustaka

Pranala luar