Politik uang atau politik perut (bahasa Inggris: Money politic) adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat pemilihan umum Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden dan pemilihan kepala daerah di Indonesia Gubernur dan Wakil Gubernur untuk Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati Untuk Kabupaten, Wali kota dan Wakil Wali Kota untuk Kota. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye dan induk dari Korupsi.[1] Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari pencoblosan pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai dan kondidat selaku komunikator politik yang bersangkutan. Praktik ini pada akhirnya memunculkan pemimpin yang hanya mementingkan kepentingan pribadi dan kelompok organisasi dan partainya, bukan masyarakat yang memilihnya. Kandidat terdebut ia merasa wajib mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkannya dalam kampanye menebar amplop berisikan uang atau bingkisan sembako.[2]

Dasar Hukum

Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi:

"Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun. Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu."[1]

Politik biaya tinggi

Praktik politik uang dilakukan oleh anggota partai dan calon pada saat pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah membuat masyarakat terbiasa menjelang hari pemungutan suara. Ini mempengaruhi sistem politik berbiaya tinggi. Sistem ini di Indonesia dikenal sebagai serangan fajar merupakan bagian Popularitas dari politik uang. Berdasarkan Undang-Undang tahun 2017 tentang pemilihan umum pasal 515 dan pasal 523 ayat 1-3 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang-undang Nomor 1 tahun 2015 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang pasal 187 A ayat 1 dan 2 bahwa bentuk serangan fajar tidak terbatas pada uang. Namun beberapa paket sembako, voucher pulsa, vouceher bensin, atau bentuk lainnya yang dapat dikonversikan menjadi nilai uang.

Bahan kampanye yang diperbolehkan adalah dalam bentuk selebaran, brosur, pamphlet, poster, stiker, pakaian, penutup kepala, alat makan dan minum, kalender, kartu nama, pin dan alat tulis.

Kader partai politik uang memiliki prinsip bahwa peraturan dan perundang-undangan dibuat untuk di langgar sebagai cara untuk mendapatkan atau mempertahankan jabatan di legislatif atau eksekutif. Komisi Pemberantasan Korupsi mencanangkan kepada calon eksekutif, legislatif dan presiden beserta wakilnya untuk meningkatkan kesadaran terkait pencegahan politik uang Korupsi menjelang pencoblosan.[3][4]

Pranala luar

Lihat pula

Catatan kaki