Kuil Salib, Fangshan
Kuil Salib (Hanzi: 十字寺; Pinyin: Shízì sì)[a] adalah bekas tempat ibadah di Fangshan, Beijing. Kuil ini digunakan oleh kaum Buddhis dan Kristen Tiongkok mula-mula pada masa yang berbeda. Kuil ini pada awalnya dibangun sebagai kuil Buddhis. Namun, beberapa ahli berhipotesis bahwa kuil ini pernah digunakan oleh kaum Kristen selama dinasti Tang (618–907). Kuil ini digunakan oleh kaum Buddhis selama dinasti Liao (916–1125) dan oleh kaum Kristen selama dinasti Yuan (1271–1368). Kuil ini kembali digunakan oleh Buddhis selama dinasti Ming (1368–1644), sebelum dijual pada tahun 1911. Kuil ini ditemukan kembali pada tahun 1919, rusak selama Revolusi Kebudayaan, dan ditetapkan kembali sebagai situs dilindungi tingkat nasional pada tahun 2006. Beberapa ahli menilai kuil ini sebagai satu-satunya tempat ibadah Gereja di Timur (juga dikenal sebagai Kekristenan Nestorian) yang ditemukan di Tiongkok.[b]
Kuil Salib | |
---|---|
Jenis | Situs religius Buddhis dan Kristen Nestorian yang ditinggalkan |
Letak | Gunung Sanpen Utara, Desa Chechang, Zhoukoudian, Distrik Fangshan, Beijing |
Dibangun | Sebagai kuil Buddhis, kemungkinan pada tahun 317 |
Dibangun lagi | 639, ca 960, 1365, 1535 |
Sekarang, di situs tersebut terdapat dua prasasti kuno, serta pekerjaan dasar dan dasar dari beberapa pilar. Kedua prasasti tersebut berasal dari dinasti Liao dan Yuan, tetapi inskripsi mereka dirusak pada era dinasti Ming. Selama awal abad ke-20, dua balok batu terukir dengan salib dan pola lainnya juga ditemukan di situs tersebut, dengan salah satu dari mereka juga memiliki inskripsi dalam bahasa Siria. Balok-balok tersebut sekarang ditampilkan di Museum Nanjing.
Sejarah
Sejarah awal: Pemakaian oleh umat Buddha
Menurut prasasti dinasti Liao (916–1125) di situs kuil tersebut, seorang biksu Buddha bernama Huijin (惠靜) mulai membangun kuil pada tahun 317—tahun pertama masa kekuasaan Kaisar Yuan, pendiri dinasti Jin Timur (317–420).[6] Pada 639, pada masa dinasti Tang (618–907), seorang biksu bernama Yiduan (義端) merombak kuil tersebut.[6] Cendekiawan Wang Xiaojing menyatakan bahwa penulis prasasti Liao mengalami kekeliruan, dan kuil yang sebenarnya dibangun pada masa dinasti Jin Akhir (936–947).[7] Nama biara pada zaman Jin dan Tang tak diketahui.[8]
Konteks Kekristenan Tiongkok awal
Setelah Konsili Efesus pada 431 menentang Nestorius, patriark Konstantinopel, para pengikutnya datang ke Kekaisaran Sasaniyah dan bergabung dengan Gereja dari Timur. Gereja dari Timur kemudian mengirim para misionaris ke Asia Tengah, Arabia, dan India, dan mendirikan keuskupan metropolitan di sepanjang kota-kota penting Jalur Sutra yang berujung di Tiongkok. Pada 635, biarawan Kristen Alopen mencapai Chang'an (kini Xi'an), ibukota Tang. Menurut cendekiawan Nicolas Standaert, komunitas Kristen Nestorian "relatif banyak" pada masa dinasti Tang, terutama di kota-kota dengan banyak perdagangan asing, namun komunitas tersebut "mungkin tak terlalu penting".[9] Pada 845, Kaisar Wuzong dari Tang memicu penindasan Anti-Buddha Besar. Meskipun kaisar utamanya berniat untuk menindas agama Buddha, ia memerintahkan seluruh agama asing, termasuk Kristen Nestorian, kembali ke kehidupan awam. Pada sekitaran masa yang sama, Tang kehilangan kendali atas wilayah Tiongkok barat laut saat ini dan rute antara Tiongkok dan Asia Tengah terhambat. Walau agama Buddha pulih dari penindasan tersebut, gereja dari Timur di Tiongkok lenyap dari Tiongkok bersama dengan kebanyakan agama asing lainnya.[10]
Salah satu sumber primer Kristen Nestorian pada masa dinasti Tang adalah Prasasti Xi'an. Prasasti tersebut dibuat pada sekitar tahun 781 dengan sebuah ukiran yang ditulis oleh biarawan Nestorian Adam. Prasasti tersebut berisi penjelasan dogma, sejarah Gereja dari Timur di Tiongkok dari 635 sampai 781, berbagai pujian, dan daftar anggota rohaniwan di Tiongkok. Prasasti tersebut ditemukan di dekat Xi'an pada 1620-an.[11]
Kristen Nestorian Asia Tengah pindah ke Tiongkok utara pada abad ke-12 dan ke-13, walau mereka tak nampak berkaitan dengan Kristen Nestorian pada masa dinasti Tang. Pada awal abad ke-13, kala bangsa Mongol merebut Tiongkok utara, beberapa Kristen Nestorian memegang jabatan pemerintahan. Pada masa yang sama, Gereja dari Timur juga mendirikan provinsi-provinsi metropolitan yang baru di sepanjang rute dagang menuju Tiongkok.[12] Dinasti Yuan yang dikuasai oleh Mongol (1271–1368) menempatkan gereja-gereja dan hierarki Nestorian di bawah kepengurusan pemerintahnya: jabatan Chongfu Si (崇福司; 'Pemerintahan Pemberkatan Kehormatan') didirikan pada 1289 untuk menaungi rohaniwan dan praktek Nestorian, dan administrator pertamanya adalah seorang Nestorian Arab bernama Isa.[13] Kekristenan di Tiongkok menurun lagi setelah kejatuhan dinasti Yuan.[14] Kala kalangan bangsawan, orang asing yang berpindah agama dan pedagang asing Mongol diusir dari Tiongkok, para misionaris Nestorian nampaknya pergi bersama mereka. Catatan dinasti Ming pada masa berikutnya (1368–1644) tak menyebut para keturunan Kristen Yuan.[15] Menurut cendekiawan Qiu Shusen, kebanyakan Nestorian era Yuan adalah orang Asia Tengah kasta Semu, yang kemudian berasimilasi dalam budaya Han dominan pada zaman Ming dan tak lagi menerapkan agama-agama barat mereka. Ini secara mutlak berujung pada kelenyapan Kristen Nestorian di Tiongkok.[16]
Dinasti Tang: Kemungkinan pemakaian oleh umat Kristen
Beberapa cendekiawan menyatakan bahwa Kuil Salib dipakai oleh Gereja dari Timur di Tiongkok pada zaman dinasti Tang (618–907). Cendekiawan Jepang P. Y. Saeki berpendapat bahwa orang-orang percaya kabur dari ibukota Tang, Chang'an (kini Xi'an) ke Youzhou dan Liaodong[c] pada saat penindasan Huichang abad ke-9 mulai memakai kuil tersebut.[17] Tang Xiaofeng menekankan ukiran pada prasasti Liao sebagai indikasi bahwa salib Kristen telah ada di kuil tersebut sebelum dinasti Liao. Selain itu, Tang mengklaim bahwa teks lainnya yang ditulis oleh Li Zhongxuan pada 987 menandakan keberadaan Nestorian di Youzhou.[18] Namun, sinologis Inggris Arthur Christopher Moule meyakini bahwa terdapat bukti menonjol yang menunjukkan bahwa Gereja dari Timur di Tiongkok mencapai Beijing sebelum abad ke-13.[19]
Dinasti Liao: Pemakaian oleh umat Buddha
Pada masa dinasti Liao (916–1125), Kuil Salib tersebut disebut "Chongsheng Yuan" (崇聖院; 'Balai Orang Suci Terhormat'). Umat Buddha membangun ulang tempat tersebut pada masa kekuasaan Kaisar Muzong dari Liao, namun tanggal pasti pembangunan ulangnya tak jelas: walaupun prasasti Liao di tempat tersebut mencatat tahun kesepuluh masa kekuasaan Kaisar Yuan—berkisar tahun 960—prasasti tersebut menyebut "Bingzi" (丙子) sebagai siklus seksagesimal (sistem pencatatan tahun Tiongkok kuno); dua pernyataan tersebut tak berkaitan,[20] perbedaan tersebut membentang 16 tahun.[21] Prasasti Liao tak mengindikasikan hubungan apapun antara tempat tersebut dan Kristen, dan diyakini bahwa Chongsheng Yuan adalah kuil Buddha.[22] Cendekiawan Xu Pingfang menyatakan bahwa kegiatan Nestorian di tempat tersebut baru terjadi usai kegiatan Buddha berakhir.[23] Xu juga meyakini bahwa kekeliruan dalam teks prasasti tersebut nampaknya tak dibuat oleh penulis aslinya, namun orang-orang Ming yang mengukir ulang prasasti tersebut.[24]
Dinasti Yuan: Pemakaian oleh umat Kristen
Kristen Nestorian menyebar ke seluruh wilayah tersebut setelah Mongol merebut ibukota Jurchen Jin Zhongdu (kini dekat Beijing) pada 1215. Di bawah rezim Mongol-Yuan, Beijing memiliki seorang uskup metropolitan.[25] terdapat beberapa teori soal bagaimana Kuil Salib, yang berada di luar Beijing, dipakai umat Kristen pada masa dinasti Yuan. Wang berpendapat bahwa seorang penganut Nestorian datang ke Fangshan, mendapati kuil terlantar, dan mengubahnya menjadi tempat biara.[26] Tang Xiaofeng dan Zhang Yingying berpendapat juga mungkin bahwa Kuil Salib dibangun ulang pada masa itu.[27]
Rabban Sauma (s. 1220–1294) adalah seorang rahib Kristen Nestorian Uighur kelahiran Beijing pada masa dinasti Yuan,[28][29] datang dari Tiongkok ke Baghdad.[30] Menurut catatan sezaman, Sauma muda menjadi asketik selama tujuh tahun di beberapa gunung pada perjalanan sehari di luar Beijing.[31] Moule menyatakan bahwa Kuil Salib mungkin dekat dengan tempat pertapaan Sauma.[32] Shi Mingpei berpendapat bahwa penyebutan tempat pertapaan Rabban Sauma "sangat mirip" dengan Kuil Salib dan wilayah sekitarnya,[33] dan Tang Li kemudian beranggapan bahwa Rabban Sauma datang dari tempat tersebut dalam buku tahun 2011.[34]
Wang meyakini bahwa Kristen Nestorian meninggalkan tempat tersebut sebelum 1358, kala tempat tersebut mulai dirombak oleh para biksu Buddha.[26] Perombakan tersebut dirampungkan pada 1365.[22] Menurut prasasti Yuan, seorang biksu Buddha bernama Jingshan (淨善) menginisiasikan rekonstruksi karena ia bermimpi didatangi sesosok dewa saat bermeditasi, dan kemudian melihat salib bersinar di atas duaja kuno di tempat kuil tersebut.[35] Prasasti tersebut menyebut nama penggerak besar kuil tersebut dengan sebutan pangeran Huai Temür Bukha , pegawai kasim Zhao Bayan Bukha (趙伯顏不花), dan menteri Qingtong , dengan ukiran itu sendiri dibuat oleh Huang Jin .[23] Pada 1992, Xu Pingfang berpendapat bahwa Temür Bukha familiar dengan praktek Nestorian karena neneknya Sorghaghtani Beki adalah penganut Nestorian. Ia dapat meminta agar kuil Buddha tersebut tetap memakai nama "Kuil Salib" kala dibangun ulang, dan agar artefak-artefak Nestoriannya dilestarikan.[23] Namun, para cendekiawan modern umumnya menganggap bahwa ukiran pada prasasti Yuan merupakan pemalsuan yang dilakukan pada masa dinasti Ming, dan bahwa informasi terkait para penggerak Yuan itu palsu.[36][37]
Wang berpendapat bahwa nama resmi kuil tersebut pada masa Yuan adalah "Chongsheng Yuan".[26] Ia kemudian berpendapat bahwa penduduk Tionghoa Han pada masa itu memakai istilah "kuil salib" untuk merujuk pada gereja-gereja Nestorian secara umum, dan bahwa umat Nestorian pada masa itu takkan menyebutnya "Kuil Salib".[38] Namun, karena nama "Kuil Salib" bersifat sederhana dan tertuju, penduduk lokal mulai memakainya setelah kedatangan Nestorian.[39]
Dinasti-dinasti Ming dan Qing: Pemakaian oleh umat Buddha
Umat Kristen Nestorian masih berada di Tiongkok utara pada awal dinasi Ming. Pada sekitar tahun 1437,[d] beberapa biarawan Nestorian mengunjungi Kuil Yunju, yang juga berada di Fangshan, dan meninggalkan sebuah catatan.[23][40] Misionaris Yesuit Matteo Ricci (1552–1610, berada di Tiongkok pada 1582–1610) mengetahui dari seorang Yahudi bahwa ada penganut Nestorian yang menghuni Tiongkok utara pada awal zaman dinasti Ming. Rissi berujar bahwa Nestorian Tiongkok menjaga identitas keagamaan mereka secara diam-diam, namun mereka masih menyebut bekas gereja Nestorian sebagai "Gereja Salib".[41]
Pada 1535, tempat tersebut dibangun ulang oleh seorang biksu Buddha bernama Dejing (德景), didukung oleh para penduduk desa lokal dan keluarga Gao Rong (高榮), seorang keponakan dari pegawai kasim Ming berkuasa Gao Feng . Pada masa perombakan, ukiran prasasti Liao dan Yuan dibuat—dengan bangunan tersebut secara resmi dikenal sebagai "Kuil Salib" pada masa itu.[26]
Pada zaman dinasti Qing (1644–1912), dalam Sejarah Kabupaten Fangshan (房山縣誌) yang dikompilasikan pada sekitar tahun 1664, Kuil Salib dijelaskan secara singkat. Tempat tersebut dicantumkan bersama dengan kuil-kuil Buddha lain di kabupaten tersebut.[42] Dalam Yifengtang Jinshi Wenzi Mu (藝風堂金石文字目; 'Indeks Teks Ukiran Perunggu dan Batu buatan Yifengtang') yang ditulis pada 1897, Miao Quansun mencantumkan teks prasasti Liao.[43] Pada sekitar tahun 1911, para biksu Buddha menjual kuil tersebut dan laahn di sekitarnya.[44]
Penemuan kembali dan perkembangan modern
Penyebutan awal Kuil Salib dalam konteks akademik Barat muncul dalam The New China Review pada Juli 1919, kala H. I. Harding menyebut keberadaan kuil tersebut di dekat Beijing dan bahwa namanya dapat memiliki hubungan potensial dengan Kristen.[45][2] pada tahun yang sama, diplomat Skotlandia Reginald Johnston menemukan kembali tempat tersebut[46] kala mencari persinggahan dari badai petir. Pada Oktober 1919, di bawah pseudonim "Christopher Irving", Johnston menerbitkan artikel tentang situs tersebut berjudul "A Chinese Temple of the Cross".[45][2]
Cendekiawan P. Y. Saeki mengunjungi tempat tersebut pada 1931, dan mencatat bahwa kebanyakan bangunan di tempat tersebut masih ada pada masa itu.[42] Saeki menyatakan bahwa terdapat tempat masuk Shanmen (sebuah jenis balai tempat masuk kuil Buddha), disusul oleh Balai Empat Raja Sorgawi. Di luar balai, terdapat halaman pertemuan dengan dua pohon gingko, dan prasasti-prasasti Liao dan Yuan di sebelah setiap pohon. Halaman pertemuan memiliki dapur dan domitori khusus para biksu di kanannya dan dormitori lainnya di kirinya. Balai Utama kuil tersebut berada di ujung halaman pertemuan, dan berisi tiga patung Buddha.[47] Sebuah kajian abad ke-21 menyatakan bahwa bangunan Shanmen berjarak 175 m (574 ft) dari selatan Balai Utama, dengan dimensi 708 m (2.323 ft) per 1.124 m (3.688 ft).[48]
Pada masa Revolusi Kebudayaan, dua prasasti tersebut dijatuhkan dan dirobohkan menjadi berkeping-keping.[49] Pada 1990an, cabang Beijing dari Dewan Kristen Tiongkok dan Gereja Tiga Pendirian membangun ulang tembok tempat tersebut.[50] Pada 2006, reruntuhan tersebut diangkat menjadi Situs Sejarah dan Budaya Utama yang Dilindungi Tingkat Nasional.[51]
Keadaan saat ini
Beberapa cendekiawan menganggap Kuil Salib menjadi satu-satunya tempat ibadah Gereja dari Timur yang ditemukan di Tiongkok.[52][e] Tempat tersebut berada di dekat Desa Chechang (车厂村) di Wilayah Zhoukoudian, Distrik Fangshan, sampai barat daya Kota Beijing. Lahannya memiliki panjang 50 m (160 ft) dari timur ke barat, dan 45 m (148 ft) dari utara ke selatan. Tempat tersebut dikelilingi oleh tembok di empat sisi, dengan tempat masuk di utara dan selatan.[54] Usai hujan deras pada 2012 merusak situs dan tembok tersebut, kamera pengawas dan selokan ditambahkan.[55]
Tak ada bangunan yang masih berdiri di situs Kuil Salib.[54] Terdapat beberapa sisa bangunan di bagian utara dan barat situs tersebut, tempat Balai Utama dan dormitori biksu Buddha sempat berdiri .[56] Situs Balai Utama memiliki dimensi 1.132 m (3.714 ft) dari utara ke selatan, dan 196 m (643 ft) dari timur ke barat. Terdapat pangkalan pilar yang berada di reruntuhan Balai Utama, dan sisa-sisa tangga di depan.[54] Di depan Balai Utama, terdapat dua pohon ginkgo: yang satunya dari zaman kuno dan yang satu lagi baru ditanam. Pohon yang baru ditanam menggantikan pohon kuno lainnya, yang hancur akibat kebakaran.[50] Terdapat jalan kecil di antara pohon-pohon tersebut. Di bagian selatan susunan tersebut, terdapat prasasti dinasti Yuan, dan prasasti dinasti Liao di bagian timurnya.[48] Di bagian selatan prasasti Yuan, terdapat beberapa tanda yang sangat menonjol dari bangunan Shanmen.[48] Sebuah replika Prasasti Xi'an ditambahkan pada situs tersebut pada awal abad ke-21, yang ditempatkan di depan tembok utara.[48]
Relik
Prasasti batu
Terdapat dua prasasti di situs Kuil Salib: prasasti Liao didirikan pada 960, dan prasasti Yuan didirikan pada 1365. Keduanya diukir ulang saat zaman dinasti Ming pada 1535. Pada masa Revolusi Kebudayaan, prasasti Liao dibongkar di bagian tengah dan bagian kiri bawahnya dihilangkan, sementara prasasti Yuan dirobohnya menjadi tiga keping. Pada awal abad ke-21, keduanya diperbaiki dan diangkat kembali.[49] Kedua prasasti tersebut mencantumkan ukiran, walau tak secara khusus menyebut Kristen.[36] Prasasti Yuan menampilkan salib di atasnya. Namun, menurut cendekiawan Wang Xiaojing, ukiran tersebut nampaknya tak dibuat oleh Nestorian, karena pembuatan prasasti merupakan praktek Tionghoa Han, namun terdapat sedikit Nestorian Han pada zaman dinasti Yuan.[57]
Para cendekiawan sepakat bahwa walau dua prasasti tersebut masing-masing berasal dari zaman dinasti Liao dan Yuan, ukirannya dibuat oleh penulis Ming, dan terdapat kekeliruan dalam pencantuman tanggal dan nama perorangan.[58][59] Menurut Wang Xiaojing, dalam rangka meningkatkan status kuil dan mendapatkan dukungan dan sumbangan lebih dari umat Buddha,[60] para penulis Ming mengubah ukiran dua prasasti tersebut untuk mengklaim bahwa kuil tersebut menerima piagam kerajaan,[61] agar menerima sumbangan dari tokoh terkenal, dan bahwa ukuran prasasti tersebut lebih besar pada zaman dinasti Yuan. Tang Xiaofeng dan Zhang Yingying berpendapat bahwa ukiran tersebut berdasarkan pada rumor yang ada.[59]
Plakat batu
Sebuah plakat batu diukir dengan karakter 『古剎十字禪林』; 'Kuil Buddha Salib Kuno'[62] sebelumnya dipasang di atas gerbang kuil.[63] Catatan dari tahun 1919 mengindikasikan bahwa plakat tersebut masih ada. Namun, pada 1931, Saeki menyatakan bahwa plakat tersebut dijatuhkan dan diremukkan.[62][64] Kala Wu Mengling (吴梦麟) mengunjungi tempat tersebut pada Oktober 1992, ia mendapatkan salah satu kepingan yang diremukkan di depan pohon gingko.[64] Menurut Wang, plakat tersebut kini disimpan oleh Biro Artefak Budaya Distrik Fangshan,[64] sementara Tang dan Zhang mengklaim bahwa plakat tersebut disimpan di Museum Kesenian Ukir Batu Beijing.[65]
Balok batu ukir
Terdapat dua balok batu ukir yang sebelumnya berada di tempat Kuil Salib. Dua balok baru tersebut berbentuk persegi, dengan rongga vertikal di bagian bawahnya. Balok tersebut memiliki tinggi 685 cm ([convert: unit tak dikenal]) dan lebar 585 cm ([convert: unit tak dikenal]). Pada masing-masing balok, bagian depan dan sampingnya memiliki ketebalan 22 cm ([convert: unit tak dikenal]) dan 14 cm ([convert: unit tak dikenal]). Setiap salib diukir pada bagian depannya, dan bunga diukir pada setiap dua bagian sampingnya.[66] Cendekiawan Niu Ruiji mengklaim bahwa dua balok batu awalnya terhubung, dengan dua salib di ujung berlawanan.[67]
Reginald Johnston mula-mula mendapatkan balok batu tersebut dan mencatatnya pada artikel tahun 1919.[46][45] Johnston mencatat klaim oleh para biksu bahwa blok tersebut ditemukan di bawah tanah pada 1357, saat perbaikan Balai Raja Sorgawi dari kuil tersebut.[45] Pada 1921, Francis Crawford Burkitt menerbitkan identifikasi dan terjemahan ukiran pada salah satu blok batu.[68]
Khawatir orang asing akan mengambil balok batu dari situs tersebut, Zhuang Shangyan dan Wang Zuobin dari Komisi Peiping untuk Pelestarian Barang Antik (北平古物保管委員會)[f] mensurvei situs tersebut September 1931.[66] Sebulan berikutnya, balok tersebut dibawa ke Museum Sejarah Peiping (北平歷史博物館) untuk dipamerkan.[69] Pada Perang Tiongkok-Jepang Kedua, barang tersebut dipindahkan ke Nanjing, dan kinin disimpan di Museum Nanjing. Sebuah replika dari salah satu blok berada di koleksi Museum Nasional Tiongkok, dan dua replika berada di dekat Kuil Yunju.[50]
Menurut Tang Li, umat Kristen yang mengikuti tradisi Siria Timur di Timur Jauh seringkali menerapkan pemujaan salib dan gambar.[70] meskipun keduanya menampilkan salib dan bunga dalam vas, detil ukiran berbeda antar dua balok tersebut. Sisi satu blok menampilkan serunai dalam sebuah vas;[66] salib di bagian depannya dilengkap dengan awan dan teratai, menampilkan susunan Baoxianghua di bagian tengahnya. Selain itu, salib tersebut disertai dengan keterangan dalam bahasa Suryani, yang bertuliskan:[71]
ܚܘܪܘ ܠܘܬܗ ܘ ܣܒܪܘ ܒܗ[g]
Lihatlah ia dan percaya padanya.
— Mazmur 34:5–6 (versi Peshitta)[73]
Menurut P. G. Borbone, teks tersebut seringkali dikaitkan dengan salib kemenangan. Perpaduan tulisan-salib juga ditemukan pada ukiran pemakaman dekat Chifeng di Mongolia Dalam, namun teks tersebut ditempatkan diatas lengan salib Chifeng.[74] Menurut Moule, F. C. Burkitt menemukan teks Suryani yang sama di sekitaran salib Kristen, namun dengan tambahan frase "salib hidup", dalam salah satu manuskrip injil Suryani Add. 14459, sebagai bagian depan Injil Lukas.[32]
Pada balok batu lainnya, salib tersebut juga memiliki susunan Baoxianghua, selain terdapat dua bentuk mirip hati ddi ujung kiri dan kanan salib. Balok tersebut juga menampilkan dua lapis teratai, yang satu menghadap ke atas dan yang satu lagi menghadap ke bawah. Di sisi tersebut, peoni ditampilkan pada bagian dasar.[75]
Catatan
- ^ Dalam literatur bahasa Inggris, situs ini juga dikenal dengan nama Temple of the Cross[1][2] atau Monastery of the Cross.[3]
- ^ Penggunaan istilah "Nestorian" untuk merujuk pada Gereja di Timur adalah kontroversial. Beberapa ahli menolak istilah tersebut, mengutip potensi implikasi akan adanya hubungan langsung antara Gereja tersebut dengan Nestorius, teolog abad ke-5 yang dikutuk sebagai bidat dalam Konsili Efesus—meskipun teologi dari Kekristenan Tiongkok mula-mula tidak sepenuhnya sesuai dengan pandangan-pandangan yang dipegang atau dianggap berasal dari Nestorius.[4] Namun, Aprem Mooken, seorang uskup metropolitan dalam Gereja Asiria Timur, telah menerima penggunaan istilah tersebut, menyatakan bahwa "nama Gereja Nestorian adalah tidak tanpa kehormatan dalam sejarah misi Gereja [...] Khususnya di Tiongkok, nama Gereja Nestorian adalah nama yang terhormat."[5] Artikel ini akan menggunakan istilah "Nestorian" dan "Gereja di Timur di Tiongkok" secara bergantian.
- ^ Youzhou dan Liaodong sama-sama merupakan wilayah di timur laut Kekaisaran Tang. Youzhou adalah wilayah yang kini disebut Beijing.
- ^ Menurut transkripsi Xu dari catatan dalam makalah tahun 1992 buatannya, ini merupakan tahun ketiga era Zhengtong (1438).[23] Namun, Shi menyebut tahun kedua Zhengtong (1437) dalam makalah tahun 2000 buatannya.[40]
- ^ Dalam buku buatannya pada tahun 2001 yang berjudul The Jesus Sutra, cendekiawan Martin Palmer mengklaim bahwa Pagoda Daqin dari zaman dinasti Tang yang beada di dekat Xi'an juga merupakan situs Kristen Nestorian. Pandangan tersebut sebagian berdasarkan pada analisis P. Y. Saeki pada abad ke-20. Namun cendekiawan lain, termasuk Max Deeg dan Michael Keevak, tak sepakat dengan kesimpulan Palmer, dengan mengutip pembelajaran modern. Cendekiawan James H. Morris menyatakan pada 2017 bahwa analisis arkeologi yang lebih mendetil terhadap situs pagoda tersebut dibutuhkan, dan bahwa "tak ada sisa arkeologi langsung yang menunjukkan keberadaan Kristen pada zaman Tang."[53]
- ^ "Peiping" adalah salah satu bekas nama Beijing.
- ^ Romanisasi: ḥwrw lwth wsbrw bh. Pengucapan: ḥur lwātēh w-sabbar bēh.[72]
Referensi
- ^ Borbone 2006, hlm. 7.
- ^ a b c Marsone 2013, hlm. 205.
- ^ Nicolini-Zani 2011, hlm. 356.
- ^ Hofrichter 2006, hlm. 12–14.
- ^ Mooken 2018, hlm. 71.
- ^ a b Wang 2018, hlm. 317.
- ^ Wang 2018, hlm. 329, 342.
- ^ Tang & Zhang 2018, hlm. 88.
- ^ Standaert 2001, hlm. 30.
- ^ Standaert 2001, hlm. 1, 32–33.
- ^ Standaert 2001, hlm. 3–5.
- ^ Standaert 2001, hlm. 63–64.
- ^ Standaert 2001, hlm. 85.
- ^ Standaert 2001, hlm. 41.
- ^ Standaert 2001, hlm. 97.
- ^ Qiu 2002, hlm. 64.
- ^ Tang 2011a, hlm. 123, citing Saeki, Yoshiro (1943). 支那基督敎の硏究〈1〉唐宋時代の支那基督教 [Research on Chinese Christianity, Book I: Chinese Christianity during the Tang and Song dynasties]. Shunjusha (春秋社). hlm. 507.
- ^ Tang 2011a, hlm. 123–124.
- ^ Tang 2011a, hlm. 123.
- ^ Wang 2018, hlm. 317–319.
- ^ Tang 2011a, hlm. 120.
- ^ a b Xu 1992, hlm. 187.
- ^ a b c d e Xu 1992, hlm. 188.
- ^ Xu 1992, p. 187, 「故干支錯亂 [...] 皆可能是明人所致」 (Thus the errors in the Ganzhi sexagenary cycle [...] were likely made by Ming people)
- ^ Shi 2000, hlm. 91, 「1215年蒙古军攻下金中都(北京)后,景教即传入北京。北京作为景教的一个大主教区,派驻有大主教」 (After the Mongolians captured the Jin's capital, Zhongdu [Beijing] in 1215, the Church of the East spreaded into Beijing. As a metropolitan see of the Church of the East, Beijing had a metropolitan bishop)
- ^ a b c d Wang 2018, hlm. 343.
- ^ Tang & Zhang 2018, hlm. 91–92.
- ^ Tang 2011b, hlm. 108.
- ^ Shi 2000, hlm. 91, 「据史籍记载,当时有一位出生在北京的景教修士拉班·扫马」
- ^ Moule 2011, hlm. 94–103.
- ^ Moule 2001, hlm. 96.
- ^ a b Moule 2011, hlm. 88.
- ^ Shi 2000, hlm. 92, 「值得注意的是,据记载,拉班·扫马的静修处,距城有一天的路程,在附近的山上有一个山洞,紧靠洞旁有一清泉。其地形地貌与房山十字寺及附近的三盆山极其相似」 (It is notable that, according to records, the retreat of Rabban Sauma was one day's journey from the city. There was a cave on a nearby mountain, and a spring was next to the cave. The terrain described was very similar to the terrain of Cross Temple, Fangshan, and the nearby Sanpen Mountain), referencing Zhu, Qianzhi (1993). 《中国景教》 [Nestorianism in China]. People's Publishing House. ISBN 9787010026268.
- ^ Tang 2011b, hlm. 108, "The Rabban Sauma mentioned in the History of Yaballaha III came from this monastery in Fangshan".
- ^ Wang 2018, hlm. 318.
- ^ a b Tang & Zhang 2018, hlm. 86.
- ^ Wang 2018, hlm. 328.
- ^ Wang 2018, hlm. 340.
- ^ Wang 2018, hlm. 341.
- ^ a b Shi 2000, hlm. 91.
- ^ Shi 2000, hlm. 92.
- ^ a b Tang 2011a, hlm. 118.
- ^ Tang 2011a, hlm. 121.
- ^ Xu 1992, hlm. 185, mengutip 《房山縣十字石刻詳紀》. Ta Kung Pao, literary supplement no. 195. 1931-10-05.
- ^ a b c d Moule 2011, hlm. 86.
- ^ a b Zhou 2017, hlm. 47, citing Saeki, P. Y. 1951. The Nestorian Documents and relics in China. The Maruzen Company Ltd., Tokyo. p. 430.
- ^ Tang 2011a, hlm. 119, citing Saeki, Yoshiro (1943). 支那基督敎の硏究〈1〉唐宋時代の支那基督教 [Research on Chinese Christianity, Book I: Chinese Christianity during the Tang and Song dynasties]. Shunjusha (春秋社). pp. 500–502.
- ^ a b c d Wang 2018, hlm. 311.
- ^ a b Wang 2018, hlm. 311–312.
- ^ a b c Tang 2011a, hlm. 119.
- ^ Wang 2018, hlm. 314.
- ^ Shi 2000, hlm. 90–91.
- ^ Morris 2017.
- ^ a b c Wang 2018, hlm. 310–311.
- ^ Li 2015.
- ^ Wang 2018, hlm. 310.
- ^ Wang 2018, hlm. 339, 341.
- ^ Wang 2018, hlm. 320.
- ^ a b Tang & Zhang 2018, hlm. 87–88.
- ^ Wang 2018, hlm. 338, 「这一切其实都是为了让“敕赐碑”显得真实,从而提高该寺的规格,并得到信众的支持资助。拨开笼罩在元碑上的敕赐迷雾,元碑记述的寺庙情况应该是基本可信的」 (All of these were done to make the "Royal Stele" more realistic, so to elevate the status of the temple, and to obtain more support from the believers. If we discard the mystery of the "royalty" on the Yuan-era stele, it provides a credible record of the temple)
- ^ a b Xu 1992, hlm. 185.
- ^ Tang & Zhang 2018, hlm. 83.
- ^ a b c Wang 2018, hlm. 312.
- ^ Tang & Zhang 2018, hlm. 82.
- ^ a b c Xu 1992, hlm. 184.
- ^ Niu 2006, hlm. 229.
- ^ Burkitt 1921, hlm. 269; Moule 2011, hlm. 88.
- ^ Xu 1992, hlm. 184; Tang 2011a, hlm. 119.
- ^ Tang 2011b, hlm. 140, "Adoration of the cross and images was another characteristic of the East Syrian traditions in the Far East".
- ^ Xu 1992, hlm. 184; Moule 2011, hlm. 88.
- ^ Borbone 2019, hlm. 137–138.
- ^ Borbone 2006, hlm. 2.
- ^ Borbone 2019, hlm. 138.
- ^ Xu 1992, hlm. 184–185.
Sumber
Surat kabar
- Li, Xue (2015-04-27). 北京十字寺遗址保护面临困境 [The Protection of the Site of the Cross Temple in Beijing Faces Difficulty]. China Culture Daily.
Disertasi
- Zhou, Yixing (2017). Studies on Nestorian Iconology in China and part of Central Asia during the 13th and 14th Centuries (Tesis PhD). Ca' Foscari University of Venice. http://dspace.unive.it/bitstream/handle/10579/18449/956331-1217920.pdf?sequence=2.
Artikel jurnal
- Borbone, Pier Giorgio (2019). "A "Nestorian" Mirror from Inner Mongolia". Egitto e Vicino Oriente. Pisa University Press. 2019 (XLII): 135–149. doi:10.12871/978883339342112.
- Burkitt, F. C. (1 April 1921). "A New Nestorian Monument in China". The Journal of Theological Studies. XXII (3): 269. doi:10.1093/jts/os-XXII.3.269.
- Morris, James H. (July 2017). "Rereading the evidence of the earliest Christian communities in East Asia during and prior to the Táng Period". Missiology. SAGE Publications. 45 (3): 235–267. doi:10.1177/0091829616685352.
- Nicolini-Zani, Matteo (2011). "Reviewed Work(s): East Syriac Christianity in Mongol-Yuan China. Orientalia Biblica et Christiana, vol. 18 by Li Tang". China Review International. University of Hawai'i Press. 18 (3): 354–358. doi:10.1353/cri.2011.0078. JSTOR 23733468.
- Qiu, Shusen (2002). 元亡后基督教在中国湮灭的原因 [The Reason of the Annihilation of Christianity after the Overthrown of the Yuan Dynasty in China] (dalam bahasa Tionghoa). 2002 (4): 56–64, 156.
- Shi, Mingpei (March 2000). 略论景教在中国的活动与北京的景教遗迹 [Jing-jiao (Nestorianism) in China and Its Remains in Beijing]. 北京联合大学学报 (dalam bahasa Tionghoa). 14 (1): 90–93. doi:10.16255/j.cnki.ldxbz.2000.01.025.
- Tang, Xiaofeng (2011a). 北京房山十字寺的研究及存疑 [Studies and Questions on the Cross Temple, Fangshan, Beijing] (dalam bahasa Tionghoa). 2011 (6): 118–25.
- Wang, Xiaojing (2018). 房山十字寺辽、元二碑与景教关系考 [A Study on the Relationship between the Two Steles from Liao and Yuan Dynasties at the Cross Temple, Beijing, and the Church of the East in China] (dalam bahasa Tionghoa). 2018 (2): 309–43.
- Xu, Pinfang (1992). 北京房山十字寺也里可温石刻 [Yelikewen Stone Carvings at the Cross Temple, Fangshan, Beijing] (dalam bahasa Tionghoa). 1992 (7): 184–89.
Bab buku
- Borbone, Pier Giorgio (2006). "Peshitta Ps 34:6 from Syria to China". Dalam van Peursen, Willem Th.; Romeny, Bas ter Haar. Text, Translation, and Tradition: Studies on the Peshitta and its Use in the Syriac Tradition. Brill. ISBN 978-9-047-41057-7.
- Huang, Paulos Z., ed. (2018). Yearbook of Chinese Theology. 4. ISBN 978-9-004-38497-2.
- Mooken, Aprem. "The Church of the East in China (Jingjiao)". In Huang (2018), pp. 71–81.
- Tang, Xiaofeng; Zhang, Yingying. "Fangshan Cross Temple (房山十字寺) in China: Overview, Analysis and Hypotheses". In Huang (2018), pp. 82–94.
- Malek, Roman, ed. (2006). Jingjiao: The Church of the East in China and Central Asia. Institut Monumenta Serica. ISBN 3-8050-0534-2.
- Hofrichter, Peter L. Preface. In Malek (2006), pp. 11–14.
- Niu, Ruiji. "Nestorian Inscriptions from China (13th–14th c.)". In Malek (2006), pp. 209–242.
- Marsone, Pierre (2013). "When was the Temple of the Cross at Fangshan a "Christian Temple"?". Dalam Tang, Li; Winkler, Dietmar W. From the Oxus River to the Chinese Shores: Studies on East Syriac Christianity in China and Central Asia. LIT Verlag Münster. ISBN 978-3-643-90329-7 – via Google Books.
Buku
- Moule, A. C. (2011). Christians in China Before the Year 1550. Beijing: Gorgias Press. ISBN 978-1-611-43605-1.
- Standaert, Nicolas, ed. (2001). Handbook of Christianity in China, Volume One: 635–1800. Leiden: Brill. ISBN 9-004-11431-9. ISSN 0169-9520.
- Tang, Li (2011b). East Syriac Christianity in Mongol-Yuan China (12th–14th centuries). Harrassowitz Verlag. doi:10.2307/j.ctvc16hhv.
Bacaan lebih lanjut
- Wu, Mengling; Xiong, Ying (2010). 北京地区基督教史迹研究 [Studies on Christian Historical Sites in Beijing] (dalam bahasa Tionghoa). Wenwu chubanshe.
Pranala luar
- Media tentang Cross Temple di Wikimedia Commons
- Halaman resmi dari situs Kuil Salib di Biro Warisan Budaya Munisipal Beijing (北京市文物局)