Senggama terputus
Senggama terputus, disebut juga pulling out, pull-out, cabut di tengah, atau keluar di luar, adalah metode kontrasepsi dengan mencabut penis dari vagina atau anus sebelum ejakulasi sehingga semen (air mani) bisa dikeluarkan di tempat lain untuk menghindari kehamilan.[2][3]
Senggama Terputus | |
---|---|
Latar belakang | |
Jenis kontrol kelahiran | Perilaku |
Penggunaan pertama | Kuno |
Tingkat Kegagalan (tahun pertama) | |
Penggunaan terbaik | 4%[1] |
Penggunaan umum | 20%[1] |
Penggunaan | |
Reversibilitas | Ya |
Pengingat pengguna | Tidak terbukti sebagai metode kontrasepsi yang efektif. Bergantung kepada kontrol diri. |
Tinjauan klinik | Tidak ada |
Keuntungan dan kerugian | |
Perlindungan PMS | Tidak |
Metode ini digunakan oleh sekitar 38 juta pasangan di seluruh dunia pada 1991.[2] Senggama terputus tidak mencegah penularan penyakit menular seksual (PMS).[4]
Sejarah
Salah satu deskripsi tertua dari senggama terputus untuk menghindari kehamilan kemungkinan tertulis di cerita Onan di Taurat dan Alkitab.[5] Kisah tersebut dipercaya ditulis sekitar 2.500 tahun lalu.[6] Masyarakat di peradaban kuno Yunani dan kekaisaran Romawi cenderung menyukai keluarga kecil sehingga menggunakan pelbagai metode kontrasepsi.[7] Ada beberapa sumber yang membuat ahli sejarah percaya bahwa senggama terputus terkadang digunakan sebagai metode kontrasepsi.[8] Namun, masyarakat di atas cenderung menganggap kontrol kehamilan sebagai tanggung jawab wanita dan metode kontrasepsi yang terdokumentasi dengan baik berupa alat yang dikontrol pihak wanita (baik yang efektif seperti pesari maupun tidak efektif seperti jimat).[7]
Pasca runtuhnya Kekaisaran Romawi pada abad ke-5 setelah masehi, metode kontrasepsi jarang digunakan di Eropa; penggunaan pesari, misalnya, tidak terdokumentasikan lagi hingga abad ke-15. Kalau pun senggama terputus pernah digunakan sebagai metode kontrasepsi pada masa Kekaisaran Romawi, pengetahuan tentang praktiknya mungkin hilang bersama dengan runtuhnya kekaisaran tersebut.[7]
Sejak abad ke-18 hingga penemuan metode kontrasepsi modern, senggama terputus adalah salah satu metode kontrol kehamilan paling populer di Eropa, Amerika Utara, dan belahan dunia lainnya.[8]
Efek
Layaknya metode kontrol kehamilan lainnya, efek yang andal hanya bisa didapatkan dengan penggunaan metode secara benar dan konsisten. Tingkat kegagalan penggunaan senggama terputus cukup bervariasi tergantung populasi yang diteliti: peneliti di Amerika Serikat menemukan tingkat kegagalan di angka 15-28% per tahun.[9] Sebuah studi lain di AS berdasarkan data laporan mandiri dari 2006-2010 dari Badan Survei Perkembangan Keluarga Nasioonal, menemukan perbedaan tingkat kegagalan yang signifikan berdasarkan status paritas. Wanita yang belum melahirkan memiliki tingkat kegagalan 8,4%, sementara wanita dengan 1 kelahiran sebelumnya meningkat ke 20,4%, dan bagi yang pernah melahirkan 2 kali atau lebih naik ke 27,7%.[10]
Analisis demografi dan survei kesehatan di 43 negara berkembang selama rentang 1990 dan 2013 menemukan median tingkat kegagalan antardaerah di angka 13.4%, dengan rentang 7,8-17,1%. Variasi antarnegara lebih bervariasi lagi.[11] Studi skala besar terhadap wanita di Inggris dan Skotlandia selama 1968-1974 menemukan bahwa efikasi dari berbagai metode kontrasepsi di angka 6,7 per 100 wanita-tahun penggunaan. Perlu diketahui bahwa penggunaan metode kontrasepsinya bersifat "tipikal", artinya turut mempertimbangkan kesalahan pengguna untuk melakukan teknik secara benar.[12] Sebagai perbandingan, kontrasepsi oral berbentuk pil memiliki tingkat kegagalan di angka 2-8%,[13] sementara penggunaan perangkat kontrasepsi dalam rahim (IUD) memiliki tingkat kegagalan 0,1-0,8%.[14] Kondom memiliki rasio kegagalan 10-18%.[9]
Bagi pasangan yang menggunakan metode senggama terputus secara benar dan konsisten pada setiap kali senggama, tingkat kegagalannya berada di angka 4% per tahun. Angka tadi didapat melalui tebakan akademis dengan asumsi probabilitas sedang mengenai adanya sperma di cairan preejakulasi.[15][16] Sebagai perbandingan, penggunaan pil secara sempurna memiliki tingkat kegagalan 0,3%, IUD di angka 0,1-0,6%, dan kondom internal di angka 2%.[16]
Beberapa penelitian menyebutkan kemungkinan bahwa cairan preejakulasi (cairan Cowper) yang dikeluarkan penis sebelum ejakulasi dapat mengandung sperma, sehingga dapat mengurangi efektivitas metode ini.[17][18] Namun, sejumlah penelitian berskala kecil[19][20][21][22] gagal menemukan sperma hidup pada cairan tersebut. Walaupun belum ada penelitian berskala besar yang memiliki kesimpulan konklusif, sejumlah orang percaya bahwa kegagalan metode senggama terputus pada kasus penggunaan sempurna diakibatkan oleh cairan preejakulasi yang membawa sperma dari ejakulasi sebelumnya.[23][24] Oleh sebab itu, pria direkomendasikan untuk buang air kecil di antara ejakulasi untuk membersihkan saluran uretra dari sperma serta mencuci benda apa pun yang berada di sekitar vulva wanita (misalnya tangan dan penis).[25]
Namun, penelitian terkini justru menunjukan bahwa hal tadi kemungkinan tidak benar. Sebuah penelitian yang kontra, tetapi tidak dapat digeneralisasi, dipublikasikan pada 2011 dan menemukan hasil yang tidak pasti, termasuk kasus-kasus tertentu dengan konsentrasi sperma yang tinggi.[26] Salah satu limitasi pada penelitian seblumnya adalah sampel preejakulasi dianalisis setelah titik kritis dua-menit. Artinya, peneliti baru mencari sperma hidup menggunakan mikroskop setelah dua menit, artinya ketika sampel sudah kering. Hal ini membuat pengamatan dan evaluasi menjadi sangat sulit.[26]
Kelebihan
Kelebihan senggama terputus adalah metode ini dapat digunakan oleh siapa pun, baik yang tidak berkenan maupun tidak memiliki akses ke metode kontrasepsi lain. Beberapa orang mempraktikan senggama terputus karena ingin menghindari efek samping kontrasepsi hormonal. Ada pula yang menggunakan senggama terputus karena ingin merasakan pasangan mereka sepenuhnya (dianggap sukar dicapai jika menggunakan kondom).[27] Alasan lain yang mendorong popularitas metode ini adalah faktor finansial (gratis), tidak membutuhkan alat buatan, tidak memiliki efek samping fisik, dan bisa dipraktikan tanpa resep/konsultasi medis, serta tidak menghalangi rangsangan seksual.[3]
Kekurangan
Dibandingkan metode kontrasepsi reversibel lain seperti IUD, kontrasepsi hormon, dan kondom pria, senggama terputus cenderung kurang efektif dalam mencegah kehamilan.[28] Metode ini juga tidak efektif dalam mencegah penularan penyakit menular seksual (PMS), seperti HIV, karena cairan preejakulasi dapat membawa partikel virus atau bakteri yang dapat menginfeksi pasangan ketika kontak dengan membran mukus. Namun, pengurangan jumlah volume cairan tubuh yang dipertukarkan selama senggama dapat mengurangi kemungkinkan penularan penyakit dibandingkan tidak melakukan apa pun (keluar di dalam).[29]
Prevalensi
Berdasarkan data survei pada akhir tahun 1990-an, sekitar 3% wanita di usia mampu hamil di seluruh dunia menggunakan senggama terputus sebagai metode kontrasepsi mereka. Popularitas regional cukup bervariasi, mulai dari 1% di Afrika hingga 16% di Asia Barat.[30]
Di Amerika Serikat, menurut survei dari Badan Survei Perkembangan Keluarga pada tahun 2014, sekitar 8,1% wanita usia produktif menggunakan senggama terputus sebagai metode kontrasepsi utama mereka. Hal ini merupakan peningkatan yang signifikan dari tahun 2012 yang mencatatkan angka 4,8%.[31]
Referensi
- ^ a b "Table 26-1 Percentage of women experiencing an unintended pregnancy during the first year of typical use and the first year of perfect use of contraception and the percentage continuing use at the end of the first year. United States" (PDF). Contraceptivetechnology.org. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2022-05-04. Diakses tanggal 18 March 2022.
- ^ a b Rogow D, Horowitz S (1995). "Withdrawal: a review of the literature and an agenda for research". Studies in Family Planning. 26 (3): 140–53. doi:10.2307/2137833. JSTOR 2137833. PMID 7570764.
- ^ a b "Coitus interruptus". Medscape.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 July 2019. Diakses tanggal 24 July 2019. (perlu berlangganan)
- ^ Creatsas GK (December 1993). "Sexuality: sexual activity and contraception during adolescence". Current Opinion in Obstetrics & Gynecology. 5 (6): 774–83. doi:10.1097/00001703-199312000-00011. PMID 8286689.
- ^ Genesis 38:8-10
- ^ Adams, Cecil (2002-01-07). "Who wrote the Bible? (Part 1)". The Straight Dope. Creative Loafing Media, Inc. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-03-02. Diakses tanggal 2009-07-24.
- ^ a b c Collier, Aine (2007). The Humble Little Condom: A History. Amherst, NY: Prometheus Books. ISBN 978-1-59102-556-6.
- ^ a b Bullough, Vern L. (2001). Encyclopedia of birth control. Santa Barbara, Calif: ABC-CLIO. hlm. 74–75. ISBN 978-1-57607-181-6. Diakses tanggal 2009-07-24.
- ^ a b Kippley, John; Kippley, Sheila (1996). The Art of Natural Family Planning (edisi ke-4th). Cincinnati, OH: The Couple to Couple League. hlm. 146. ISBN 978-0-926412-13-2.
- ^ Sundaram, Aparna; Vaughan, Barbara; Kost, Kathryn; Bankole, Akinrinola; Finer, Lawrence; Singh, Susheela; Trussell, James (March 2017). "Contraceptive Failure in the United States: Estimates from the 2006–2010 National Survey of Family Growth". Perspectives on Sexual and Reproductive Health. 49 (1): 7–16. doi:10.1363/psrh.12017. PMC 5363251 . PMID 28245088.
- ^ Polis, Chelsea; Bradley, Sarah E. K.; Bankole, Akinrinola; Onda, Tsuyoshi; Croft, Trevor N.; Singh, Susheela (24 March 2016). "Contraceptive Failure Rates in the Developing World: An Analysis of Demographic and Health Survey Data in 43 Countries".
- ^ Vessey, Martin; Lawless, Melanie; Yeates, David (April 1982). "Efficacy of Different Contraceptive Methods". The Lancet. 319 (8276): 841–842. doi:10.1016/s0140-6736(82)91885-2. PMID 6122067.
- ^ Audet MC, Moreau M, Koltun WD, Waldbaum AS, Shangold G, Fisher AC, Creasy GW (May 2001). "Evaluation of contraceptive efficacy and cycle control of a transdermal contraceptive patch vs an oral contraceptive: a randomized controlled trial". JAMA. 285 (18): 2347–54. doi:10.1001/jama.285.18.2347 . PMID 11343482.
- ^ Hatcher RA, Trussel J, Stewart F, et al. (2000). Contraceptive Technology (edisi ke-18th). New York: Ardent Media. ISBN 978-0-9664902-6-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-31. Diakses tanggal 2006-07-13.
- ^ Hatcher RA, Nelson AL, Trussell J, Cwiak C, Cason P, Policar MS, Aiken AR, Marrazzo J, Kowal D (September 2018). Contraceptive technology (edisi ke-21st). New York, NY. ISBN 978-1-7320556-0-5. OCLC 1048947218.
- ^ a b Trussell TJ, Faden R, Hatcher RA (August 1976). "Efficacy information in contraceptive counseling: those little white lies". American Journal of Public Health. 66 (8): 761–7. doi:10.2105/AJPH.66.8.761. PMC 1653419 . PMID 961944.
- ^ Harms, Roger W. (2007-09-20). "Can pre-ejaculation fluid cause pregnancy?". Women's health: Expert answers. MayoClinic.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-05-11. Diakses tanggal 2009-07-15.
- ^ Cornforth, Tracee (2003-12-02). "How effective is withdrawal as a birth control method?". About.com: Women's Health. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2009-02-21. Diakses tanggal 2009-07-15.
- ^ Zukerman Z, Weiss DB, Orvieto R (April 2003). "Does preejaculatory penile secretion originating from Cowper's gland contain sperm?". Journal of Assisted Reproduction and Genetics. 20 (4): 157–9. doi:10.1023/A:1022933320700. PMC 3455634 . PMID 12762415.
- ^ Free MJ, Alexander NJ (1976). "Male contraception without prescription. A reevaluation of the condom and coitus interruptus". Public Health Reports. 91 (5): 437–45. PMC 1440560 . PMID 824668.
- ^ "Researchers find no sperm in pre-ejaculate fluid". Contraceptive Technology Update. 14 (10): 154–6. October 1993. PMID 12286905.
- ^ Clark S (September 1981). "An examination of the sperm content of human pre-ejaculatory fluid". Popline. Knowledge for Health Project. Diarsipkan dari versi asli tanggal 24 September 2015.
- ^ "Withdrawal Method". Planned Parenthood. March 2004. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-04-20. Diakses tanggal 2008-03-28.
- ^ Delvin, David (2005-01-17). "Coitus interruptus (Withdrawal method)". NetDoctor.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-24. Diakses tanggal 2006-07-13.
- ^ Delvin, David (2005-01-17). "Coitus interruptus (Withdrawal method)". NetDoctor.co.uk. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2006-09-24. Diakses tanggal 2006-07-13.
- ^ a b Killick SR, Leary C, Trussell J, Guthrie KA (March 2011). "Sperm content of pre-ejaculatory fluid". Human Fertility. 14 (1): 48–52. doi:10.3109/14647273.2010.520798. PMC 3564677 . PMID 21155689.
- ^ Ortayli N, Bulut A, Ozugurlu M, Cokar M (May 2005). "Why withdrawal? Why not withdrawal? Men's perspectives". Reproductive Health Matters. 13 (25): 164–73. doi:10.1016/S0968-8080(05)25175-3 . PMID 16035610.
- ^ Hatcher RA, Trussel J, Stewart F, et al. (2000). Contraceptive Technology (edisi ke-18th). New York: Ardent Media. ISBN 978-0-9664902-6-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-05-31. Diakses tanggal 2006-07-13.
- ^ "Researchers find no sperm in pre-ejaculate fluid". Contraceptive Technology Update. 14 (10): 154–6. October 1993. PMID 12286905.
- ^ "Family Planning Worldwide: 2002 Data Sheet" (PDF). Population Reference Bureau. 2002. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2006-09-26. Diakses tanggal 2006-09-14.
- ^ Kavanaugh ML, Jerman J (January 2018). "Contraceptive method use in the United States: trends and characteristics between 2008, 2012 and 2014". Contraception. 97 (1): 14–21. doi:10.1016/j.contraception.2017.10.003. PMC 5959010 . PMID 29038071.