Varietas hibrida

Revisi sejak 17 April 2024 03.34 oleh Fazily (bicara | kontrib) (Mengembalikan suntingan oleh 180.244.161.81 (bicara) ke revisi terakhir oleh InternetArchiveBot)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dalam pertanian, varietas hibrida adalah kultivar yang merupakan keturunan langsung (generasi F1) dari persilangan antara dua atau lebih populasi suatu spesies yang berbeda latar belakang genetiknya (disebut populasi pemuliaan atau populasi tangkaran). Syarat populasi pemuliaan untuk dapat dipakai sebagai tetua dalam varietas hibrida adalah homogen dalam penampilan (fenotipe) namun tidak perlu homozigot. Persilangan untuk penciptaan varietas hibrida dapat terjadi pada pemuliaan tanaman maupun pemuliaan hewan.

Varietas hibrida dibuat untuk mengambil manfaat dari munculnya kombinasi yang baik dari tetua-tetua yang dipakai. Keturunan persilangan langsung antara dua tetua yang berbeda latar belakang genetiknya dapat menunjukkan penampilan fisik yang lebih kuat dan lebih memiliki potensi hasil yang melebihi kedua tetuanya. Gejala ini dikenal sebagai heterosis dan merupakan dasar bagi produksi berbagai kultivar hibrida, seperti jagung, padi, kelapa sawit, kakao, dan berbagai jenis tanaman sayuran seperti tomat, mentimun, dan cabai. Heterosis membuat kultivar hibrida memiliki daya tumbuh (vigor) yang lebih tinggi, relatif lebih tahan penyakit, dan potensi hasilnya lebih tinggi. Heterosis akan muncul kuat apabila kedua tetuanya relatif homozigot dan memiliki latar belakang genetik yang relatif jauh (tidak banyak memiliki kesamaan alel). Khusus dalam pembuatan kelapa hibrida, gejala heterosis tidak dimanfaatkan, tetapi dua sifat baik dari kedua tetua yang tergabung pada keturunannya dimanfaatkan.

Benih varietas hibrida merupakan benih yang dihasilkan secara hati-hati dalam lingkungan yang terkendali. Berbeda dengan benih biasa yang dihasilkan secara penyerbukan terbuka oleh angin maupun serangga sehingga sumber serbuk sarinya bisa datang dari mana saja, termasuk dari luar kawasan pertanian. Jika benih hibrida yang ditumbuhkan petani bersifat fertil dan mampu menghasilkan benih, benih yang dihasilkan tersebut tidak dikategorikan sebagai benih hibrida karena mungkin sudah mengalami apa yang disebut dengan pencemaran genetika karena penyerbukan tidak dilakukan pada lingkungan yang terkendali.[1]

Pemanfaatan varietas hibrida dinilai penting demi memberi makan seluruh manusia di bumi yang jumlahnya terus berkembang.[2] Menurut pakar Siswono Yudo Husodo, Indonesia menghabiskan lebih banyak uang hingga US$ 10 miliar per tahun untuk mengimpor bahan pangan ketika sebenarnya mampu melakukan riset untuk mengembangkan varietas yang memiliki produktivitas tinggi.[3]

Sejarah

sunting

Persilangan telah dimulai sejak manusia mulai mengenal pertanian dan melakukan seleksi terhadap tumbuhan dan hewan yang dipelihara untuk memberikan hasil. Selama masa pengembang biakan selama ribuan tahun tersebut sambil melakukan introduksi varietas dari tempat lain, persilangan dapat terjadi secara tidak sengaja dan menghasilkan varietas yang baru. Seperti yang terjadi pada sapi Madura, yang merupakan hibrida dari banteng dan Zebu, beberapa mengatakan hibrida banteng dengan sapi Ongole. Varietas ini muncul kurang lebih 1500 tahun yang lalu.[4][5][6]

Penelitian mengenai benih hibrida secara ilmiah dimulai pada tahun 1906 oleh pakar genetika George Harrison Shull dengan tanaman yang disilangkan adalah jagung. Ketika itu, Shull mulai menetapkan konsep persilangan secara umum untuk semua spesies.[7] Pada tahun 1926, Henry A. Wallace (yang lalu menjadi wakil presiden Amerika Serikat) mendirikan perusahaan Hi-Bred Corn (sekarang Hi-Bred Seed Company, subsidiari Dupont) yang khusus mengembangkan dan mengkomersialkan benih jagung hibrida.[8] Kini hampir 95% jagung yang ditanam di Amerika Serikat merupakang jagung hibrida.[7]

Padi hibrida dimulai pertama kali di China pada tahun 1974 dan dilepas ke petani pada tahun 1976. Sedangkan penelitian tanaman padi hibrida di Indonesia dimulai pada tahun 1983.[9]

Jenis-jenis varietas hibrida

sunting

Dilihat dari silsilahnya, varietas hibrida dapat dibedakan menjadi beberapa jenis:

  • Silang tunggal atau single cross
    Hibrida silang tunggal adalah hibrida dari persilangan antara dua galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain.
  • Silang tiga-jalur atau three-way cross
    Hibrida silang tiga adalah hibrida dari persilangan antara silang tunggal dengan satu galur murni.
  • Silang ganda atau double cross
    Hibrida silang ganda adalah progeni hibrida dari persilangan antara dua silang tunggal. Silang ganda melibatkan empat galur murni yang tidak berhubungan satu sama lain.
  • Silang puncak atau top cross
    Top cross adalah progeni hibrida yang dihasilkan melalui penyerbukan suatu galur murni dengan suatu populasi yang menghasilkan pollen yang tercampur secara genetik.

Hibrida pada tumbuhan

sunting

Penggunaan benih hibrida dipercaya mampu memberikan hasil lebih tinggi, hingga dua kali lipat, dibandingkan benih varietas biasa.[10] Tanaman hibrida cenderung lebih mampu beradaptasi menghadapi tekanan lingkungan dan memberikan hasil yang lebih seragam dibandingkan tanaman non-hibrida.[1]

Hibrida pada hewan

sunting

Pemuliaan hewan untuk menciptakan ras hibrida umumnya dilakukan dengan berbagai tujuan, seperti ketahanan terhadap gangguan lingkungan dan mendapatkan hasil daging yang lebih baik secara kuantitas maupun kualitas. Contoh hewan hibrida yang telah diteliti oleh Institut Pertanian Bogor adalah persilangan ikan patin jambal dan ikan patin siam yang tumbuh lebih cepat serta menghasilkan daging dengan tekstur dan rasa yang cenderung lebih disukai.[11]

Referensi

sunting
  1. ^ a b "What is the difference between hybrids and heirlooms?". Herald. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11. Diakses tanggal 7 Desember 2013. 
  2. ^ "Pemanfaatan Bioteknologi untuk Produksi Pangan". Metrotvnews.com. MetroTV News. 3 Desember 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-12. Diakses tanggal 2013-12-07. 
  3. ^ "RI Habiskan Rp 110T untuk Impor Pangan". Surabaya Post. 27 November 2013. 
  4. ^ Heredity (2003-09-24). "Paternally inherited markers in bovine hybrid populations". Nature.com. Diakses tanggal 2013-07-11. 
  5. ^ "A Cytogenetic Investigation of Madura Cattle". http://doi.org. Diakses tanggal 2013-07-11.  Hapus pranala luar di parameter |publisher= (bantuan)
  6. ^ "Food and Agriculture Organisation of the United Nations report p4" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2012-10-16. Diakses tanggal 2013-07-11. 
  7. ^ a b "Improving Corn". Agricultural Research Service, USDA. Diakses tanggal 7 Desember 2013. 
  8. ^ "Hybrid Seed". Institute of Science in Society. Diakses tanggal 7 Desember 2013. 
  9. ^ "Sejarah Padi Hibrida". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-12-11. Diakses tanggal 7 Desember 2013. 
  10. ^ Subagyo (Jumat, 6 Desember 2013). Suryanto, ed. "Kementan dorong penggunaan benih jagung hibrida". ANTARA News. Antara. 
  11. ^ Setijaningsih, Lies; Gunadi, Bambang; Umar, Chairulwan (2006). "Budidaya Ikan Patin Hibrida pada Ekosistem Pemeliharaan Kolam Air Tenang" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Perikanan. 

Pranala luar

sunting