Kwik Kian Gie (Hanzi: 郭建義, pinyin: Guo Jianyi) adalah seorang ahli ekonomi dan politikus Indonesia keturunan Tionghoa. Analisisnya mengenai ekonomi selalu tajam. Menteri yang berjiwa pengamat ini, sebelumnya berprofesi manajer dan pengusaha. Namun tampaknya ia lebih pas sebagai pengamat. Lalu keaktifannya di Litbang PDIP telah mengantarkannya duduk di eksekutif sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian (1999 - 2000) pada pemerintahan Abdurrahman Wahid dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional & Ketua Bappenas (2001 - 2004) pada pemeritahan Megawati. Eh, lagi-lagi ia memperlihatkan sosok sebagai seorang pengamat.

Berkas:Kwik kian gie.jpg
tokohindonesia.com

Pengamat ekonomi yang dibesarkan Harian KOMPAS ini tidak berubah dari habitatnya, kendati ia sudah dalam posisi eksekutif, pengambil keputusan, sebagai menteri. Ia sering melontarkan pendapat yang berbeda dari kebijaksanaan yang diputuskan kabinet atau pemerintah. Sering tampil sebagai pengamat melontarkan pendapat yang populer. Padahal ia adalah seorang eksekutif. Akibatnya, tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong yang pada mulanya disebut The Dream Team itu menjadi terkesan amburadul. Tidak ada kordinasi. Ada yang berpendapat bahwa Menko Ekuin Dorodjatun Kuntjoro Jakti tidak mampu memimpin timnya. Tapi sebagian lagi menyatakan bahwa Kwik lebih baik mengundurkan diri dan kembali kehabitatnya sebagai pengamat. Kegaduhan tim ekonomi ini dimanfaatkan pula oleh kalangan politisi dan aktivis politik sebagai pintu masuk menyoroti lemahnya kepemimpinan Presiden Megawati. Ada juga yang memanfatkannya dengan menyarankan dilakukannya reshuffle kabinet sesegera mungkin.

Tapi Megawati tampaknya telah belajar dari ringan tangannya Gus Dur mengganti menterinya. Sehingga selamatlah Kwik dan tim ekonomi Kabinet Gotong-Royong lainnya dari pemberhentian. Kwik sendiri sudah mengalami pergantian dengan ‘dipaksa’ mundurnya dia dari jabatan Menteri Koordinator bidang Perekonomian oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Ia ‘dipaksa’ mundur setelah ia dibuat frustrasi seperti ditulis Suara Pembaruan edisi Jumat (11/8) mengutip sumbernya, "Pak Kwik sering tidak tahan menghadapi ulah para menteri, utamanya yang dekat dengan Presiden, karena mereka tidak pernah mau datang ke rapat-rapat koordinasi." Mereka juga menilai bahwa Kwik lebi pas sebagai pengamat ketimbang jadi eksekutif, pengambil keputusan.

Hal yang sama hampir saja terjadi jika Kwik bukan kader PDIP dan jika Presiden Megawati menuruti keinginan para politisi dan pengamat. Hari ini mungkin Kwik tidak lagi sebagai eksekutif tapi sudah berkonsentrasi sebagai pengamat, dunia yang sangat dijiwainya.

Kwik lahir di Juwana, Jawa Tengah, 11 Januari 1935. Sebentar di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, kemudian putera seorang pengusaha hasil bumi bernama The Kwie Kie ini, berangkat kuliah ke Nederlandsche Economische Hogeschool, Rotterdam, Belanda. Di sana pula ia bertemu dengan Dirkje Johanna de Widt, gadis Rotterdam yang kemudian menjadi isterinya. Dua dari tiga anaknya juga lahir di kota itu.

Lulus dari Nederlandsche Economische Hogeschool pada 1963, ia tidak langsung pulang ke Indonesia, tetapi bekerja dulu sebagai asisten atase kebudayaan dan penerangan pada Kedutaan Besar RI di Den Haag. Namun pekerjaan itu hanya dilakoninya setahun. Selanjutnya, ia menjadi direktur NV Handelsonderneming IPILO, Amsterdam. Tahun 1970 ia kembali ke tanah air, dan sempat menganggur pula selama setahun sebelum akhirnya terjun ke dunia bisnis dan mendirikan PT Indonesian Financing & Investment Company. Ia sempat pula menjadi pimpinan beberapa perusahaan lainnya.

Dunia bisnis kemudian ditinggalkan pada 1987, meskipun sampai tahun 1990 namanya masih tercatat sebagai direktur utama PT Altron Niagatama Nusa. "Saya sudah punya cukup uang untuk membiayai semua yang saya inginkan," katanya suatu kali kepada Matra. Ia pun tampil sebagai pengamat ekonomi. Analisisnya yang sering diterbitkan Harian KOMPAS telah membesarkan dan mempopulerkan namanya. Ia pun terjun ke dunia politik dan pendidikan. Untuk dunia pendidikan, bersama dua kawannya, Kaharudin Ongko dan Djoenaedi Joesoef, ia mendirikan Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII). Di lembaga pendidikan itu ia duduk dalam jajaran dewan direktur.

Untuk politik, ia bergabung dengan PDI pro Megawati. Di sana ia duduk di Badan Penelitian dan Pengambangan (Balitbang), sekaligus menjadi salah satu Ketua DPP. Meskipun kemudian Mega disingkirkan oleh pemerintah dari PDI, ia tetap konsisten membela dan mendukung Mega. Menurut Kwik, kemanusiaan Mega sangat tinggi. "Kemanusiaannya besar sekali, sehingga Mega tidak bisa melihat darah mengalir, kerusuhan atau kematian. Dia terus menerus berpesan agar anggota PDI menjaga diri dan menghindari kerusuhan," katanya suatu kali. Ia menambahkan, bahwa Mega itu manusia yang mirip Bung Karno, "dan logisnya luar biasa". Ia hidup untuk melayani orang lain. Itu tak lain karena Mega dilahirkan dalam keadaan untuk melayani orang lain. "Jadi kalau dia peduli terhadap kehidupan bangsa ini, itu bukan dibuat-buat, bukan agar dia menjadi orang berpangkat atau orang penting," tambah Kwik. Keadaan memang berubah, reformasi datang, dan PDI Megawati -- kemudian bernama PDI Perjuangan -- diperbolehkan menjadi salah satu partai politik. Selanjutnya, penulis dan pengamat masalah-masalah ekonomi yang sangat produktif ini pun naik ke Senayan sebagai anggota DPR. Di sana, ia pun sempat dipercaya menjadi Wakil Ketua MPR. Kemudian diangkat Gus Dur sebagai Menteri Koordinator bidang Perekonomian. Lalu ‘dipaksa’ mudur dari jabatan itu. Dan, oleh Megawati diangkat lagi jadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional merangkap Ketua Bappenas pada Kabinet Gotong-Royong.

Pranala luar

Institut Bisnis dan Informatika Indonesia (IBII)