Prangko Indonesia

sejarah perangko Indonesia sejak 1945
Revisi sejak 22 April 2024 06.53 oleh Veracious (bicara | kontrib) (Mengembalikan suntingan oleh Veracious (bicara) ke revisi terakhir oleh InternetArchiveBot)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sejarah Prangko Indonesia dimulai pada 1 April 1864, ketika pertama kali cap Hindia Belanda dikeluarkan. Secara umum, sejarah Prangko Indonesia dibagi dalam lima periode besar yaitu:

Prangko dengan latar Soekarno

Hindia Belanda

sunting

Prangko pertama di Hindia Belanda dicetak di Utrecht, Belanda, pada tanggal 1 April 1864. Desain prangko menunjukkan gambar Raja Willem III dari Belanda dengan nilai nominal sebesar sepuluh sen, dan dirancang oleh TW Kaiser dari Belanda. Di antara 1864 dan 1920, desain cap hanya menunjukkan gambar Raja dan Ratu Belanda, dan ada juga yang hanya ditunjukkan dalam desain tipografi. Pada tahun 1921, cap muncul di tampilan yang berbeda. Prangko seri ini dikenal sebagai seri 'Brandkast' dan secara khusus dicetak untuk melayani pos sebagai tambahan untuk mengirim surat melalui laut dan dibuat tahan air. Prangko yang diterbitkan beberapa tahun kemudian lebih sering dimulai dengan menunjukkan budaya dan geografi kepulauan. Selama periode Hindia Belanda, prangko yang dicetak di Belanda berasal dari perusahaan Yoh. Enschede & Zoner Haarlem, sedangkan beberapa percetakan dilakukan di Batavia (Jakarta) oleh Reproductiebedrijf Topografische Dienst. Sebagian besar prangko dicetak dalam satu atau dua warna.

Pendudukan Pemerintah Militer Jepang

sunting

Dalam keadaan perang, pemerintah militer Jepang tidak bisa segera menerbitkan prangko baru. Solusi tercepat adalah dengan mencetak beberapa prangko Kolonial Belanda yang tersisa. Prangko definitif mulai diterbitkan pada tahun 1943, dan menunjukkan rumah-rumah tradisional, penari, kuil, dan sawah. Beberapa dirancang oleh Dick Ruhl, beberapa juga dirancang oleh Basuki Abdullah salah satu pelukis paling terkenal di Indonesia.

Perang Kemerdekaan

sunting

Seperti yang terjadi sebelumnya, pemakaian prangko Hindia Belanda dan prangko dari Pendudukan Jepang masih marak dilakukan karena beberapa prangko tersebut masih disimpan di kantor pusat Telegraph dan Telepon (PTT) dan di kantor-kantor lokal yang pos lain. Prangko ini terus digunakan dengan mencetak kata-kata seperti "Repoeblik Indonesia", "Rep. Indonesia", "Rep Indonesia PTT.", "NRI" dan "RI". Prangko pertama yang dikeluarkan oleh Administrasi Pos Indonesia, dilakukan setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang diterbitkan pada tanggal 1 Desember 1946. Dengan menunjukkan gamber banteng dan bendera Indonesia, untuk memperingati setengah tahun Kemerdekaan. Dicetak di Yogyakarta dengan warna tunggal dan dua warna, dan dicetak dalam teknik cetak sederhana. Sebagian besar cap Indonesia dalam periode ini dicetak dan digandakan di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Pematangsiantar, Padang, Palembang dan Aceh. Keinginan yang kuat dari Belanda untuk menjajah kembali Indonesia yang belum hilang. Setelah kegagalan aksi militer, mereka terus mengganggu kemerdekaan Indonesia. Indonesia, saat itu, mencoba untuk mencari dukungan dan pengakuan internasional. Salah satu upaya tersebut berlangsung pada tahun 1948 dengan mencetak prangko seri Revolusi oleh Staats Druckerei, atau Percetakan Negara, di Wina, Austria, dan oleh percetakan uang kertas Amerika Serikat, EW Wright Co di Philadelphia, dengan menggunakan metode Photoengraving dan metode ukiran baja.

Awal Masa Kemerdekaan Indonesia

sunting

Pada tahun 1954, percetakan modern pertama yang bernama "Pertjetakan Kebajoran" dibuka, saat ini adalah awal dari proses pencetakan prangko di tingkat kabupaten. Desainer lokal muncul, seperti Amat bin Djupri, Kurnia & Kok, Junalies dan lain lain. Pada periode ini, pemerintah memerintahkan desain cap dan produksi untuk Pertjetakan Kebajoran, maka PTT memiliki kewajiban untuk menyalurkan prangko untuk setiap kantor pos di daerah.

Orde Baru

sunting

Pada periode ini pemerintah untuk mengumumkan Rencana Pembangunan Lima Tahun, dan pemerintah mengeluarkan prangko relatif besar dalam jumlah dengan berbagai tema. Tema umum untuk prangko yang dikeluarkan di bawah Orde Baru diambil dari pertumbuhan dan pembangunan nasional dan terkait dengan beberapa kegiatan sosial seperti seni, budaya dan pariwisata. Tema-tema ini dapat diatur dalam klasifikasi sebagai berikut:

  1. Pertanian
  2. Industri
  3. Perhubungan dan Komunikasi
  4. Perdagangan, Koperasi dan Usaha
  5. Tenaga kerja dan Hak Asasi Manusia
  6. Kependudukan dan Keluarga Berencana
  7. Kesejahteraan Sosial
  8. Perempuan, Anak dan Kesehatan Masyarakat
  9. Generasi muda dan Olahraga
  10. Pendidikan dan Informasi
  11. Kebudayaan dan Pariwisata
  12. Politik, Hukum, Keamanan Nasional dan Hubungan Luar Negeri
  13. Pembangunan Daerah Tertinggal dan Lingkungan Hidup
  14. Ilmu dan Teknologi
  15. Agama dan Kepercayaan

Titik sejarah yang pertama dimulai dengan menjadikan perangko sebagai bukti pembayaran biaya ongkos kirim pos, dan pada akhirnya perangko mulai melakukan berbagai misi dan fungsi. Kemudian, perangko dicetak di Peruri (Perusahaan Percetakan Indonesia) hasil dari penggabungan dua perusahaan negara, PN Pertjetakan Kebajoran dan PN Artha Djaja (The State Mint).

Lihat pula

sunting

Pranala luar

sunting