Haya, Tehoru, Maluku Tengah

desa di Kabupaten Maluku Tengah, Maluku
Revisi sejak 28 April 2024 07.19 oleh Eroneron (bicara | kontrib) (Typo huruf dan tulisan)

Haya adalah sebuah negeri di Kecamatan Tehoru, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Haya
Negara Indonesia
ProvinsiMaluku
KabupatenMaluku Tengah
KecamatanTehoru
Luas... km²
Jumlah penduduk... jiwa
Kepadatan... jiwa/km²


SEJARAH

---

**MENELUSURI NEGERI HAYA (Oleh Ali Tuahan: Episode 1)**

Asal-Usul Nama Negeri Haya

Negeri Haya, sebuah entitas yang penuh dengan sejarah dan makna, memancarkan aura kemuliaan sejak zaman dahulu. Ada tiga interpretasi yang melingkupi asal-usul nama Negeri Haya, masing-masing memberikan lapisan pemahaman yang mendalam:

1. Asal dari Bahasa Arab: Terdapat keyakinan bahwa Haya berasal dari kata "Hayya" dalam ejaan bahasa Arab, yang secara harfiah berarti "Marilah". Ini dipandang sebagai panggilan suci yang mengajak orang untuk bergabung menjadi satu dan memeluk agama Islam. Namun, pandangan ini memiliki keraguan logis, mengingat pada masa itu, wilayah tersebut dihuni oleh berbagai perkampungan kecil, dan agama Islam belum mendominasi.

2. Makna dalam Bahasa Daerah: Ada pula penafsiran bahwa Haya berasal dari kata "Hayae" dalam bahasa daerah setempat, yang artinya "Mari Pikul". Catatan sejarah mencatat peristiwa penting saat mendirikan sebuah Mesjid di Waesahuruto (pusat negeri/desa), tepatnya di Bukit Tanjong Tohia. Tiang Alif mesjid itu, konon, dipikul secara bersama-sama oleh kaum lelaki tua dan muda dari berbagai marga. Namun, kesulitan muncul dalam logika pemahaman ini, mengingat praktik pergantian nama tempat yang jarang terjadi dalam kehidupan masyarakat kuno.

3. Dari Nama Marga atau Kampung: Salah satu interpretasi yang paling kuat adalah Negeri Haya diambil dari nama Marga Haya atau kampung kekuasaan Marga Haya. Wilayah ini mencakup perkampungan perbatasan Hahan hingga Kotalu, dan keberadaan Marga Haya memiliki kontribusi besar dalam pembentukan dan perkembangan pemukiman penduduk. Tradisi dan praktik adat yang terjaga hingga kini menunjukkan keberadaan yang berkelanjutan dari masyarakat yang membangun Negeri Haya.


Dari Manusela ke Pesisir Pantai Seram Selatan

Pada awal abad ke-14, kawasan Gunung Binaya menjadi tempat tinggal bagi berbagai suku yang hidup secara nomaden. Mereka menjalani kehidupan yang berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain selama berabad-abad. Hal ini terlihat dari keberadaan suku Alifuru di Manusela, yang terdiri dari berbagai kelompok seperti Ipanota, Tehesia, Mamuweka, Iputia, Kaela, Supulaka, dan Moniaka. Mereka memiliki perkampungan tersendiri di pegunungan dan sebagian tersebar di sekitar pesisir Seram Selatan.

Perjalanan sejarah menunjukkan bahwa penyebaran penduduk ke Pulau Ambon, Pulau Haruku, dan Pulau Saparua berasal dari Pulau Seram. Pintu gerbang menuju Seram Selatan terletak di Negeri Haya, Kecamatan Tehoru. Legenda dan cerita rakyat yang tersebar dari mulut ke mulut mengenai transformasi penyebaran penduduk tersebut secara umum berkisar pada kawasan Manusela yang kemudian turun ke pesisir Seram Selatan melalui Negeri Haya.


Pada awal abad ke-14, proses urbanisasi mulai terjadi dari pegunungan Manusela ke pesisir Seram Selatan. Pada sekitar tahun 1320, beberapa perkampungan besar telah terbentuk di pesisir tersebut, dihuni oleh berbagai marga, baik yang berasal dari Manusela maupun pendatang dari Seram Timur.

Dalam perjalanan migrasi dari Manusela ke pesisir Seram Selatan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi arah dan kecepatan perpindahan penduduk:

1. Kebutuhan akan Sumber Daya Alam: Pegunungan Manusela menyediakan lingkungan yang kaya akan sumber daya alam, namun pada saat yang sama, keterbatasan lahan dan tekanan populasi memaksa masyarakat untuk mencari wilayah baru untuk dihuni. Pesisir Seram Selatan menawarkan alternatif yang menarik dengan potensi perikanan yang melimpah, serta kemungkinan untuk pertanian pantai yang lebih produktif.

2. Faktor Ekonomi: Pertumbuhan perdagangan antar-pulau memainkan peran penting dalam mempengaruhi arus migrasi. Aktivitas perdagangan yang semakin berkembang memperkuat hubungan antara kawasan pesisir dengan pelabuhan-pelabuhan di sekitarnya, seperti pelabuhan di Saparua dan Haruku.

3. Perubahan Sosial dan Budaya: Transformasi sosial dan budaya di Manusela memengaruhi dinamika migrasi. Kehadiran agama Islam dan perubahan dalam struktur sosial mempengaruhi pola pemukiman dan hubungan antar-marga.

4. Kontak dengan Pendatang Baru: Interaksi dengan masyarakat pendatang, baik dari Seram Timur maupun wilayah lain, membawa perubahan signifikan dalam budaya dan identitas lokal. Campur tangan dari luar memperkaya keragaman budaya yang ada dan membentuk pola-pola baru dalam kehidupan sehari-hari.


Pranala luar