Kementerian Agama Republik Indonesia
Kementerian Agama Republik Indonesia (disingkat Kemenag RI, dahulu Departemen Agama Republik Indonesia, disingkat Depag RI) adalah kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang membidangi urusan agama. Kementerian Agama dipimpin oleh seorang Menteri Agama (Menag) yang sejak tanggal 23 Desember 2020 dijabat oleh Yaqut Cholil Qoumas.
Sejarah
Realitas politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan bahwa pembentukan Kementerian Agama memerlukan perjuangan tersendiri. Dalam rapat besar (sidang) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), tanggal 11 Juli 1945 Mr. Muhammad Yamin mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama yakni Kementerian Islamiyah yang menurutnya memberi jaminan kepada umat Islam (masjid, langgar, surau, wakaf) yang di tanah Indonesia dapat dilihat dan dirasakan artinya dengan kesungguhan hati. Tetapi usulnya tentang ini tidak begitu mendapat sambutan.[1][2]
Pada waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang hari Minggu, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang Kementerian Agama tidak disepakati oleh anggota PPKI. Hanya enam dari 27 Anggota PPKI yang setuju didirikannya Kementerian Agama. Beberapa anggota PPKI yang menolak antara lain: Johannes Latuharhary mengusulkan kepada rapat agar masalah-masalah agama diurus Kementerian Pendidikan. Abdul Abbas seorang wakil Islam dari Lampung, mendukung usul agar urusan agama ditangani Kementerian Pendidikan. Iwa Kusumasumatri, seorang nasionalis dari Jawa Barat, setuju gagasan perlunya Kementerian Agama tetapi karena pemerintah itu sifatnya nasional, agama seharusnya tidak diurus kementerian khusus. Ki Hadjar Dewantara, tokoh pendidikan Taman Siswa, lebih suka urusan-urusan agama menjadi tugas Kementerian Dalam Negeri. Dengan penolakan beberapa tokoh penting ini, usul pembentukan Kementerian Agama akhirnya ditolak.[1][2]
Keputusan untuk tidak membentuk Kementerian Agama dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut B.J. Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.[1]
Ketika Kabinet Presidensial dibentuk di awal bulan September 1945, jabatan Menteri Agama belum diadakan. Demikian halnya, di bulan November, ketika kabinet Presidential digantikan oleh Kabinet Parlementer di bawah Perdana Menteri Sjahrir. Usulan pembentukan Kementerian Agama pertama kali diajukan kepada BP-KNIP (Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat) pada tanggal 11 November 1946 oleh K.H. Abudardiri, K.H. Saleh Suaidy, dan M. Sukoso Wirjosaputro, yang semuanya merupakan anggota KNIP dari Karesidenan Banyumas. Usulan ini mendapat dukungan dari Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan Kartosudarmo yang semuanya juga merupakan anggota KNIP untuk kemudian memperoleh persetujuan BP-KNIP.[2]
Kelihatannya, usulan tersebut kembali dikemukakan dalam sidang pleno BP-KNIP tanggal 25-28 November 1945 bertempat di Fakultas Kedokteran UI Salemba. Wakil-wakil KNIP Daerah Karesidenan Banyumas dalam pemandangan umum atas keterangan pemerintah kembali mengusulkan, antara lain; Supaya dalam negara Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambillalukan dalam tugas Kementerian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan atau departemen-departemen lainnya, tetapi hendaknya diurus oleh suatu Kementerian Agama tersendiri.[2]
Usul tersebut mendapat sambutan dan dikuatkan oleh tokoh-tokoh Islam yang hadir dalam sidang KNIP pada waktu itu. Tanpa pemungutan suara, Presiden Soekarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohamad Hatta, yang kemudian menyatakan, bahwa Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah. Sebagai realisasi dari janji tersebut, pada 3 januari 1946 pemerintah mengeluarkan ketetapan NO.1/S.D. yang antara lain berbunyi: Presiden Republik Indonesia, Mengingat: Usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Departemen Agama.[2]
Pengumuman berdirinya Kementerian Agama disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Menteri Agama RI Pertama. H.M. Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah. Rasjidi saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan K.H.A.Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.[1]
Kementerian Agama mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri, yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan dan urusan haji; dari Kementerian Kehakiman, yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dari Kementerian Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan, yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.[1]
Keputusan dan penetapan pemerintah ini dikumandangkan di udara oleh RRI ke seluruh dunia, dan disiarkan oleh pers dalam, dan luar negeri, dengan H. Rasjidi BA sebagai Menteri Agama yang pertama Pembentukan Kementerian Agama segera menimbulkan kontroversi di antara berbagai pihak. Kaum Muslimin umumnya memandang bahwa keberadaan Kementerian Agama merupakan suatu keharusan sejarah dan merupakan kelanjutan dari instansi yang bernama Shumubu (Kantor Urusan Agama) pada masa pendudukan Jepang, yang mengambil preseden dari Het Kantoor voor Inlandsche Zaken (Kantor untuk Urusan Pribumi Islam pada masa kolonial Belanda). Bahkan sebagian Muslim melacak eksistensi Kementerian Agama ini lebih jauh lagi, ke masa kerajaan-kerajaan Islam atau kesultanan, yang sebagiannya memang memiliki struktur dan fungsionaris yang menangani urusan-urusan keagamaan.[2]
Tugas dan fungsi
Kementerian Agama mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang keagamaan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas, Kementerian Agama menyelenggarakan fungsi:
- perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang bimbingan masyarakat Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Khonghucu, penyelenggaraan haji dan umrah, serta pendidikan agama dan pendidikan keagamaan;
- koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agama;
- pelaksanaan penyelenggaraan jaminan produk halal;
- perumusan dan pemberian rekomendasi kebijakan di bidang agama;
- pelaksanaan pengembangan sumber daya manusia di bidang keagamaan;
- pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama;
- pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Agama;
- pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Agama di daerah;
- pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Agama; dan
- pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.[3]
Susunan organisasi
Berikut ini sejarah perubahan unit eselon I di Kementerian Agama.
Unsur | Keppres 177/2000 | Keppres 109/2001 | Perpres 10/2005 | Perpres 63/2005 | Perpres 24/2010 | Perpres 135/2014 | Perpres 83/2015 | Perpres 12/2023 |
---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Unsur pembantu pimpinan | ||||||||
Unsur pelaksana (Direktorat Jenderal) |
|
|
|
|
||||
Unsur pengawas | ||||||||
Unsur pendukung (Badan) |
|
|
|
|
||||
Staf ahli |
|
Staf Ahli |
|
|
Susunan organisasi Kementerian Agama terdiri atas 11 (sebelas) unit kerja, sebagai berikut:
- Sekretariat Jenderal;
- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam;
- Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu;
- Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha;
- Inspektorat Jenderal;
- Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia;
- Badan Penelitian dan Pengembangan, dan Pendidikan dan Pelatihan; dan
- Badan Penyelanggara Jaminan Produk Halal[4]
Selain unit kerja tersebut di atas, Menteri Agama dibantu oleh 3 (tiga) staf ahli dan 2 (dua) pusat yaitu:
- Staf Ahli:
- Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Keagamaan;
- Staf Ahli Bidang Manajemen Komunikasi dan Informasi; dan
- Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia.
- Pusat:
Lihat pula
Referensi
- ^ a b c d e Sejarah Pembentukan Kementerian Agama
- ^ a b c d e f "sulsel1.kemenag.go.id: Lintasan Sejarah Agama-Agama di Indonesia Oleh Sudirman, S.Ag". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-04-02. Diakses tanggal 2015-03-04.
- ^ "PERPRES No. 12 Tahun 2023 tentang Kementerian Agama [JDIH BPK RI]". peraturan.bpk.go.id. Diakses tanggal 2023-04-10.
- ^ Peraturan Diarsipkan 2015-09-28 di Wayback Machine. Presiden Nomor 83 Tahun 2015 tentang Kementerian Agama
Pranala luar