Syekh Jumadil Qubro
Syekh Jumadil Qubro berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Beliau dipercaya keturunan dari Al-Hasan dan Al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Syekh Jumadil Kubro merupakan orang tua dari Maulana Ibrahim Asmoro (ayah Sunan Ampel).
Petilasan
Menurut cerita, petilasan makamnya ada di beberapa tempat. Yaitu di Semarang, Trowulan, dan Kecamatan Turi, Yogyakarta. Namun kesemuanya tidak ada yang tahu dimana makam sebenarnya Syekh Jumadil Kubro dimakamkan.
Salah satu (untuk tak mengatakan satu-satunya) bukti ilmiah keberadaan Syekh Jumadil Qubro berada di Padangan Bojonegoro. Tepatnya di puncak Gunung Jali, Tebon, Padangan, Bojonegoro, Jawa Timur. Ini sesuai catatan ilmiah KH Abdurrohman Wahid dalam buku The Passing Over (1998), analisis ilmiah KH Agus Sunyoto dalam buku Atlas Wali Songo (2012), dan catatan ilmiah Thomas Raffles dalam magnum opusnya, History of Java (1817) yang secara empiris menyebut Syekh Jumadil Qubro menetap di Gunung Jali Tebon Padangan, Bojonegoro, beserta jejak dakwahnya.
Namun, Syekh Jumadil Qubro yang ditulis The Passing Over (1998), Atlas Wali Songo (2012), dan History of Java (1817) adalah ayah dari Maulana Ibrohim Asmoroqondi dalam versi lain Babad Tuban makamnya berada di Dusun Gesikharjo, Desa Gesik, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. Sementara Maulana Malik Ibrahim makamnya berada di Desa Gapurosukolilo, Gresik. Menurut KH. Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo, Maulana Ibrohim Asmoroqondi (makam Tuban) dan Maulana Malik Ibrahim (makam Gresik) adalah dua figur ulama yang pada akhirnya menimbulkan kebingungan dalam hal penelusuran riwayat asal usul dan keluarganya, disebabkan oleh rentang masa hidup yang sama.
Syiar Islam
Syekh Jumadil Qubro dan anaknya Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq datang ke pulau Jawa. Kemudian mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro di Jawa, Maulana Malik Ibrahim di Champa kemudian mengislamkan raja Kerajaan Champa, dan adiknya Maulana Ishaq di Aceh menyebarkan Islam di wilayah Kesultanan Samudra Pasai.[1]
Jumadil Qubro merupakan kunci dari penyebaran Islam di Jawa yang sebelumnya masyarakat Jawa banyak yang menganut Agama Buddha dan Hindhu. Dakwah Syekh Jumadil Kubro pada masa awal di tanah Jawa yaitu di Majapahit. Waktu itu para warga dan nayaka praja (pegawai kerajaan) Majapahit masih menganut Agama Hindhu, Selain itu masyarakat pada masa tersebut juga masih banyak yang menganut Animisme dan Dinamisme.[2] Karena keuletan dan sikapnya yang baik, maka Syekh Jumadil Kubro banyak mendapat simpati dari para pegawai kerajaan di Majapahit. Cara dakwahnya yang lembut, sabar namun serius, menjadikan sosoknya disukai banyak orang. Tidak heran, jika makam Syekh Jumadil Qubro di Mojokerto ada diantara para punggawa praja Majapahit seperti Tumenggung Satim Singgo Moyo, Kenconowungu, Anjasmoro, Sunan Ngudung (ayah Sunan Kudus), dan diantara makam Patih dan Senopati yang ada di komplek pemakaman Trowulan.
Referensi
- ^ "Syekh Jumadil Kubro dan Pendidikan Islam Masa Majapahit". Jurnal Pendidikan Agama Islam. 03 (01): 59–80. Mei 2015.
- ^ "Walisongo".