Masbuhin Faqih
K. H. Masbuhin Faqih (lahir 31 Desember 1947) adalah seorang ulama Indonesia yang berpengaruh serta pengasuh Pondok pesantren Mambaus Sholihin.[1]
Masbuhin Faqih | |
---|---|
Lahir | 31 Desember 1947 Suci, Gresik |
Pekerjaan | ulama |
Organisasi | Nahdlatul Ulama |
Suami/istri | Nyai Hj. Mas 'Aini |
Orang tua |
|
Keluarga
Masbuhin merupakan putra pertama dari 5 orang anak. Ayahnya adalah Abdullah Faqih dan ibunya bernama Tsuwaibah. Dikatakan bahwa silsilah keluarganya sampai ke Sunan Giri. Diperkirakan bahwa Masbuhin adalah keturunan ke-12 dari Sunan Giri, Sunan Dalem, dan Sunan Peapen.[2]
Pendidikan
Pendidikan beliau sejak kecil di lingkungan yang islami. Mulai dari tingkat MI sampai Mts. Setelah Tsanawiyah beliau melanjutkan studinya ke Gontor, Pondok pesantren Darussalam Ponorogo, Jawa Timur, di sanalah beliau memperdalam ilmu bahasa Arab dan Inggris. Setelah lulus dari Gontor beliau ingin memperdalam ilmu lagi, selanjutnya beliau nyantri di PP. Langitan Widang Tuban, yang pada saat itu diasuh oleh KH. Abdul Hadi dan KH. Abdullah Faqih langitan. Di sana beliau memperdalam ilmu kitab kuning, mulai dari Fiqh, Nahwu, Shorof, tauhid, sampai tasawwuf. Proses penggembalaan ilmu di PP. Langitan cukup lama, sekitar 17 tahun beliau nyantri di sana. Diceritakan bahwasannya sosok KH. Masbuhin Faqih muda adalah pemuda yang giat dan tekun belajar, suka bekerja keras, dan optimis dalam suatu keadaan apapun. Waktu di PP. Langitan beliau banyak melakukan tirakat, seperti memasak sendiri, melakukan ibadah puasa sunnah dan lain-lain. Di sana beliau juga sempat menjadi khadam (pembantu dalem) kyai. Hal ini sampai menjadi jargon beliau dalam menasihati santri MBS (Mamba’us Sholihin), yakni “nek mondok ojo belajar tok, tapi nyambio ngabdi nang pondok iku (Jika kamu belajar di pondok jangan hanya sekadar mondok saja, tapi sembari mengabdi pada pondok tersebut)”. Dengan penuh keikhlasan dan kesabaran, beliau jalani semua kehidupan diatas demi mendapatkan ilmu yang manfaat dan barakah.
Di tengah-tengah menimba ilmu di Langitan, tepatnya pada tahun 1976 M atau pada saat beliau berumur 29 th, KH. Abdullah Faqih langitan menyuruh kyai Masbuhin untuk berjuang di tengah masyarakat Suci bersama-sama dengan abahnya. KH. Abdullah Faqih langitan sudah yakin bahwasannya santrinya ini sudah cukup ilmunya untuk berda’wah dan mengajar di masyarakat. Waktu demi waktu berlalu, proses dakwah terus berjalan dan berkembang pesat. Dengan perkembangan itu KH. Abdullah Faqih (Suci) diminta untuk membuat pesantren oleh beberapa guru beliau agar perjalanan dakwah tersebut lancar. Bersama-sama dengan Anak-anaknya mereka mendirikan suatu pondok yang diberi nama PP. At-Thohiriyyah, yang berarti suci, nisbat pada nama desa tempat pesantren berdiri, Suci.
Mendirikan Pondok
KH. Masbuhin saat itu masih pulang pergi dari Langitan ke Suci. Beliau masih beranggapan bahwa menimba ilmu di Langitan belum sempurna jika tidak dalam waktu yang lama. Inilah salah satu kelebihan beliau, yakni haus akan ilmu pengetahuan agama Islam. Tepat pada tahun 1980 M, beliau mendapat restu untuk meninggalkan pondok pesantren Langitan. Dengan itulah beliau sekarang harus berkonsentrasi dalam mengurus PP. At-Thohiriyyah bersama dengan abahnya. Tepat pada tahun ini juga PP. At-Thohiriyyah diubah menjadi PP. Mambaus Sholihin, keadaan ini sesuai dengan usulan KH. Usman Al-Ishaqi. Karena nama suatu pondok dirasa mempunyai arti dan harapan yang penting.
Perjuangan KH. Masbuhin dalam memajukan pondoknya tidak kenal lelah. Setahap demi setahap pembangunan pondok dilakukan, mulai dari komplek asrama santri hingga gedung sekolah. Dengan relokasi yang cukup banyak, beliau mampu membuat MBS (singkatan Mambaus Sholihin) lebih maju baik fisik bangunan maupun kualitas sumber daya manusia di dalamnya.
Tepat pada tahun 1997 M, suasana duka menyelimuti pondok pesantren dan masyarakat desa Suci. Abah beliau meninggal dunia pada umur 77 tahun. Sosok suri tauladan dan landasan perjuangan beliau sudah tidak ada. Dengan keadaan itulah beliau harus membawa MBS menggantikan abahnya.
Dengan kegigihan dan perjuangan keras dalam berdakwah menyebarkan agama Islam, KH. Masbuhin menjadi ulama yang terkenal, tidak hanya di Indonesia saja namun hingga ke luar negeri khususnya di Hadramaut Yaman. Beliau sangat mencintai dan mengagungkan para dzuriyyah Rasulullah SAW. Hal inilah yang menjadikan beliau terkenal di negara tersebut. Dengan sifat tersebut pula, apabila ada habaib dari Yaman datang ke Indonesia maka beliau meminta agar bisa menyempatkan mampir ke pondok Mambaus Sholihin meski hanya sebentar.
Selain berdakwah menegakkan agama Islam, beliau juga berkecimpung dalam dunia politik. Tepat sebelum pemilu 2009, sebagian kiai sepuh NU yang kecewa kepada PKB bersatu dengan cita-cita agar bangsa Indonesia menjadi bangsa yang nasionalis-agamais, maka lahirlah PKNU .
Atas perintah guru beliau KH. Abdullah Faqih Langitan beliau ikut andil dalam memperjuangkan PKNU. Hal ini tidak lain karena takzim beliau kepada sang guru. Selain karena peran ulama yang begitu dibutuhkan di tengah masyarakat. Dalam mengikuti arus politik beliau sering jadi panutan dan sumber nasihat oleh para pejabat baik itu tingkat daerah maupun nasional.
Kehidupan Pribadi
Masbuhin menikah dengan Nyai Hj. Mas Aini, dan dikaruniai 12 anak, 9 putra dan 3 putri.[3][4][5]
Referensi
- ^ "Profil KH. Masbuhin Faqih". ISLAM NET. 2011-10-01. Diakses tanggal 2019-03-13.
- ^ Online, N. U. "Belajar Tawadhu' dari Kiai Masbuhin Faqih, Mamba'us Sholihin". NU Online (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-03-13.
- ^ Admin, Cool Download Rox |. "Perjalanan Religi KH Masbuhin Faqih di Tarim Yaman - MAMBAST POS". Perjalanan Religi KH Masbuhin Faqih di Tarim Yaman - MAMBAST POS. Diakses tanggal 2019-03-13.
- ^ Aswaja, P. P. M. "Belajar Ber-NU ala Kiai Masbuhin Faqih". Laduni - Layanan Digital untuk Nahdliyin NU. Diakses tanggal 2019-03-13.
- ^ "Biografi Pengasuh Pondok Pesantren Mambaus Sholihin Bali". Diakses tanggal 2019-03-13.