Anaphalis javanica

Revisi sejak 4 Mei 2024 08.07 oleh Mitgatvm Bot (bicara | kontrib) (top: Asterids to Asterid - 04/05/2024)
Anaphalis javanica
Anaphalis javanica (Javanese Edelweiss), di kawasan "Taman Nasional Bromo Tengger Semeru" disebut "Bunga Senduro".
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
(tanpa takson):
Ordo:
Famili:
Genus:
Spesies:
A. javanica
Nama binomial
Anaphalis javanica

Anaphalis javanica, yang dikenal sebagai Edelweiss jawa (Javanese edelweiss) atau Bunga Senduro, adalah tumbuhan endemik zona alpina/montana di berbagai pegunungan tinggi di Indonesia yang saat ini dikategorikan sebagai tumbuhan langka. Tumbuhan ini dapat mencapai ketinggian 8 meter dan dapat memiliki batang sebesar kaki manusia, walaupun pada umumnya tidak melebihi 1 meter.

Edelweiss berkembang biak dengan cara generatif. Dengan serbuk-serbuk bunga yang ringan, maka mudah terbawa oleh angin.

Bunga Edelweis sering juga disebut sebagai Bunga Keabadian karena mampu tumbuh di tempat yang tandus dan bunganya tidak rontok karena pengaruh hormon tertentu. Adapun ciri-ciri dari Bunga Edelweis adalah sebagai berikut:

  • Edelweiss termasuk tumbuhan epifit sehingga batangnya tak membesar.
  • Batang tanaman pada Edelweiss sekaligus menjadi tangkai bunga.
  • Batang pada Edelweiss ini tertutupi kulit yang cenderung kasar dan bercelah.
  • Daun pada Edelweiss berbentuk linear dan lancip. Panjang daun ini berkisar 4 hingga 6 cm, dengan lebar berkisar 0,5 cm.
  • Daun pada Edelweiss mempunyai bulu bulu halus berwarna putih yang mirip dengan wol.
  • Pada masing-masing tangkai bunga, terdapat 5 hingga 6 kepala bunga Edelweiss berukuran sekitar 5 mm yang dikelilingi daun daun muda.
  • Kelopak bunga Edelweiss berwarna putih dengan tekstur yang lembut. Adapun bagian kepala bunga dari Edelweiss berwarna kuning.
  • Merupakan tumbuhan endemik yang hanya tumbuh di ketinggian 2000 hingga 3000 mdpl.

Edelweiss merupakan tumbuhan pelopor bagi tanah vulkanik muda di hutan pegunungan, serta mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya di atas tanah yang tandus. Hal tersebut dikarenakan Edelweiss mampu membentuk mikoriza dengan jamur tanah tertentu, yang secara efektif memperluas jangkauan akar-akarnya dan meningkatkan efisiensi dalam mencari zat hara. Bunga-bunganya, yang biasanya muncul di antara bulan April dan Agustus,[1] menarik lebih dari 300 jenis serangga, seperti kutu, tirip, kupu-kupu, lalat, tabuhan, dan lebah. Jika dibiarkan tumbuh cukup kokoh, Edelweiss dapat menjadi tempat bersarang burung tiung batu licik Myophonus glaucinus.

Bagian-bagian Edelweiss sering dipetik dan dibawa turun dari gunung untuk alasan-alasan estetis dan spiritual, atau sekadar kenang-kenangan oleh para pendaki. Pada bulan Februari hingga Oktober 1988, terdapat 636 batang yang tercatat telah diambil dari Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yang merupakan salah satu tempat perlindungan terakhir tumbuhan ini. Di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, tumbuhan ini telah dinyatakan punah.[2]

Tempat terbaik untuk melihat Edelweiss berada di Tegal Alun (Gunung Papandayan), Alun-Alun Surya Kencana (Gunung Gede), Alun-Alun Mandalawangi (Gunung Pangrango), dan Plawangan Sembalun (Gunung Rinjani).

Referensi

  1. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama WILDINDONESIA
  2. ^ "dlc.dlib.indiana.edu" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2008-08-07. Diakses tanggal 2009-03-04. 

Pranala luar