Kekerasan pada persalinan
Kekerasan pada persalinan merujuk pada situasi di mana seorang wanita mengalami perlakuan yang kasar, tidak hormat, atau kekerasan fisik atau emosional selama proses persalinan. Kekerasan ini dapat terjadi di berbagai tahap persalinan, mulai dari pemeriksaan pra-natal hingga proses persalinan itu sendiri, termasuk prosedur medis yang dilakukan selama persalinan.
Bentuk-bentuk kekerasan pada persalinan meliputi perlakuan kasar, seperti teriakan, celaan, atau sikap yang tidak empatik dari tenaga medis yang merawat, serta tindakan fisik yang tidak layak atau tidak pantas, misalnya pemaksaan posisi tubuh atau tindakan invasif tanpa persetujuan. Kekerasan pada persalinan juga bisa berupa intervensi medis yang tidak perlu atau tidak diinginkan, seperti pemakaian alat bantu persalinan atau tindakan bedah yang tidak disarankan.
Dampak kekerasan pada persalinan
Dampak dari kekerasan pada persalinan bisa sangat berbahaya, baik secara fisik maupun mental. Secara fisik, kekerasan dapat menyebabkan cedera fisik pada ibu dan bayi, seperti robekan perineum yang tidak diperlukan atau komplikasi akibat tindakan invasif yang tidak layak. Secara mental, kekerasan dapat meningkatkan stres, rasa takut, dan trauma pada ibu, serta mempengaruhi pengalaman persalinan yang seharusnya menjadi momen penting dan berarti dalam kehidupan seorang wanita.
Peristiwa tersebut dapat menimbulkan dampak emosional yang luas dan bahkan dapat berujung pada sejumlah gangguan psikologis. Gangguan-gangguan ini termasuk gejala depresi, perubahan suasana hati, kurangnya minat dalam aktivitas yang biasanya menyenangkan, perubahan pola makan, gangguan tidur, kelelahan, perasaan tidak nyaman, merasa tidak berharga, kegelisahan, dan bahkan munculnya ide bunuh diri. Gejala-gejala ini sering kali muncul dalam waktu sekitar empat minggu setelah persalinan dan bisa berlanjut hingga enam bulan. Beberapa literatur menyebutkan karakteristik khusus dari depresi pasca persalinan, seperti kecemasan yang berlebihan, insomnia, dan perubahan berat badan.
Selama periode kehamilan dan setelah melahirkan, individu mengalami tingkat stres yang signifikan. Kondisi fisik yang terbatas selama kehamilan dan masa nifas dapat menyebabkan dampak psikologis yang cukup besar, termasuk risiko tinggi mengalami depresi. Hal ini berkaitan dengan penurunan kesehatan fisik dan mental ibu, yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif dan linguistik anak pada tahun-tahun awal kehidupannya. Selain itu, dampak tersebut juga mungkin mengganggu perilaku dan perkembangan fisik anak itu sendiri.[1]
Penting untuk mengakui dan mencegah kekerasan pada persalinan dengan meningkatkan kesadaran akan hak-hak wanita selama persalinan, memperkuat regulasi dan prosedur medis yang memastikan persetujuan informir dan penghormatan terhadap pilihan serta keputusan ibu, serta memberikan pelatihan dan pendidikan kepada tenaga medis untuk meningkatkan kepekaan terhadap kebutuhan dan hak-hak wanita selama proses persalinan.
- ^ Ali Mustofa1 , Ainun Nadya Hapsari1 , Alyaa Nabiila1 , Ajeng Khalisyah Putri1 , Al Mas Nurissyita1 , Era Catur Prasetya. "Faktor Risiko Depresi Pasca Persalinan di Negara-negara Asia Tenggara". MEDICA ARTERIANA (MED-ART). 3.