Antropologi teknologi

Revisi sejak 19 Mei 2024 15.23 oleh Hendri Saleh (bicara | kontrib) (Terbitnya Buku Panduan Palgrave Antropologi Teknologi)

Antropologi Teknologi adalah ilmu yang mempelajari proses dan produk dari ilmu perekayasaan atau teknik berskala besar atau kecil baik masa sekarang maupun pada masa lalu.[1]

Ilustrasi seorang pandai besi sedang bekerja, Nuremberg sekitar 1606

Secara etimologis, antropologi berarti ilmu yang mempelajari manusia dari aspek sosial, ilmu hayati (alam), dan juga humaniora. Sedangkan Arum Sutrisni Putri dalam Kompas.com yang melansir Kamus Oxford, mengatakan, antropologi adalah studi tentang masyarakat, budaya serta perkembangannya. Sedangkan dalam Encyclopaedia Britannica, antropologi adalah ilmu kemanusiaan yang mempelajari manusia dalam berbagai aspek, yaitu biologinya, sejarah, ciri-ciri masyarakat serta budayanya.[2]

Teknologi adalah sarana untuk menyediakan barang-barang yang diperlukan bagi kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia. Sedangkan Delvina Salsabila menulis, reknologi adalah suatu sistem rancangan manusia untuk mempermudah pekerjaan sehingga lebih efisien dan efektif dengan memberikan dampak yang besar tetapi dengan tenaga yang minim.[3]

Dapat disimpulkan bahwa antropologi teknologi adalah ilmu yang mempelajari segala aspek tentang manusia yang berhungan dengan alat bantu kerja manusia dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya.

Sebahagian orang mengatakan Antropologi Teknologi jmemiliki kemiripan dengan Sejarah Teknologi dan Sosiologi Teknologi serta Kajian Sains dan Teknologi. Perbedaanya, cakupan kajian Antropologi Teknologi lebih luas. Dari segi metodologi, Antropologi Teknologi menggunakan metode kerja lapangan yang intensif untuk memahami pembentukan artefak dan sistem teknologi dalam ranah sosial serta budaya budaya.

Ruang Lingkup Antropologi Teknologi

Antropologi Teknologi merupakan salah satu jawaban atas anggapan bahwa Teknologi melulu membahas eksakta yang rumit dan membosankan. Ada juga yang beranggapan produk-produk Teknologi tidak terlalu membutuhkan sarana promosi bahkan sosialisasi.

Bryan Pfaffenberger mengatakan, selain mengaji proses dan produk dari teknologi, ruang lingkup Antropologi Teknologi adalah segala bentuk teknik yang dilakukan masyarakat, mulai dari yang berskala kecil teknologi moderen dalam skala besar. [1]Misalnya pembuatan keranjang-tenun[4] dan pembuatan busur dan anak panah,[5] sampai kepada produksi pesawat terbang, komputer dan sebagainya yang tercanggih.

Bidang kajian lainnya adalah sejarah teknologi, yaitu teknologi yang dipakai masyarakat pada masa lalu. Kajian ini memang hanya dapat dilakukan melalui arkeologi. Namun karena yang dikaji adalah teknik, maka menjadi ruang lingkup Antropologi Teknologi.

Hal ini dapat mencakup pendekatan fenomenologi seperti bagaimana orang merasakan, melihat, mengindra, mencium, dan menangkap melalui tubuh ketika teknologi dipraktikkan dan produk tertentu digunakan. Antropologi Teknologi juga menekankan keterampilan dan pengetahuan tubuh; bahwa teknologi tidak dapat dipraktikkan tanpa menggunakan muscle memory yang ada di luar pembelajaran mental.[6]

Awal Kemunculan Antropologi Teknologi

Bryan Pfaffenberger menulis, bahwa ketertarikan antropolog terhadap teknologi muncul pada abad 19. Ketika itu banyak antropolog menggunakan teknologi sebagai perangkat untuk melakukan klasifikasi dan pengelompokan manusia. Hal ini banyak digunakan pada Antropologi Biologi.

Lebih jauh Bryan Pfaffenberger mengatakan, Antropologi Teknologi dibutuhkan untuk menjelaskan penemuan alat-alat kerja yang diasumsikan digunkana manusia purba. "Antropologi Teknologi akan berfungsi untuk membuktikan masyarakat primitif sudah naik kelas dari kondisi sederhana dan kurang berbudaya menjadi masyarakat yang lebih kompleks dan berbudaya," ujarnya.[1]

Meskipun Lewis Henry Morgan mendebat teori tersebut. Menurut dia penggunaan alat-alat teknologi tidak selamanya berkaitan penemuan, peralihan penggunaan alat (difusi), atau akibat perpindahan penduduk (migrasi)[7]

Debat yang dilontarkan Lewis Henry berlanjut. Kini dia tidak sendiri. Beberapa antropolog pada awal abad 20 juga menolak asumsi museum etnologi yang menggunakan artefak untuk menggambarkan tahapan-tahapan evolusi budaya. Menurut mereka, kebudayaan memiliki kompleksitas tersendiri, tidak bisa berdiri sendiri. Sehingga perbedaan satu artefak kepada bentuk dan jenis artefak lainnya, tidak selamanya menggambarkan peningkatan kualitas budaya masyarakat.

Bronislaw Malinowski bahkan mengkritik antusiasme teknologi para etnolog tersebut. Dia mengatakan, bahwa teknologi dalam masyarakat harus dipelajari secara holistik, bukan parsial. "Teknologi merupakan satu bagian dari formasi yang kompleks dan saling berhubungan dengan banyak hal, untuk menempatkan antropologi pada pijakan yang lebih ilmiah," ujarnya.[7]

Kritikan-kritikan itu berpengaruh terhadap Antropologi Teknologi. Pada dekade tahun 1900 antropolog di berbagai negara yang menggunakan Bahasa Inggris melaporkan telah terjadi degradasi studi budaya material ke museum etnologi. Artefak-aktefak tidak lagi merupakan materi utama untuk menunjukkan perkembangan budaya manusia. "Antropolog lebih memilih mempelajari budaya sebagai ciptaan mental (mental creation) dan memisahkan teknologi dari pengkajian budaya," tulisnya[8]

Pengaruh Aliran Perancis

Berbeda dengan negara-negara yang menggunajan Bahasa Inggris sebagai bahasa ilmu pengetahuan, justru di negara-negara yang menggunakan Bahasa Perancis, abad 20 merupakan awal munculnya Antropologi Teknologi. Pada masa itu kajian antropologi beralih dari dekontekstualisasi artefak menjadi proses teknis.

Pada pertengahan dekade 1930an di Perancis berkembang Metodologi Antropologi Teknik. Metode ini disebut chaîne opératoire, yaitu dalam memproduksi suatu artefak membutuhkan serangkaian tindakan teknis dari gerak tubuh.[9] Teori ini dikembangkan oleh Marcel Mauss dan muridnya Leroi-Gourhan.

Marcel menjelaskan bahwa bahwa untuk pembuatan suatu objek diperlukan teknik yang melibatkan gerakan tubuh. Rangkaian gerakan tubuh itu akan dipengaruhi kondisi sosial setempat. Gerakan tubuh tersebut merupakan pembangkit makna yang ampuh, menyaingi ritual keagamaan.[7]

Antropologi Teknologi Kontemporer

Antropologi Teknologi pada masa sekarang ini (komtemporer) mengalami perkembangan yang signifikan. Sejak tahun 1980 perkembangan penggunaan Antropologi Teknologi terus menunjukkan trend positif hingga akhir 1990. Bahkan memasuki awal abad 21 Antropologi Teknologi sudah menyebar luas. Pemahaman masyarakat terhadap impact Antropologi Teknologi sudah lumrah, sehingga nyaris tidak ada lagi perdebatan hubungan antropologi dengan teknologi.

Menurut Bryan Pfaffenberger, tentu saja kemajuan Antropologi Teknologi pada dewasa ini berkat perkembangan perintis dalam sejarah dan sosiologi teknologi. Dia mengatakan, para antropolog sudah terbiasa dengan karya sosiolog dan sejarawan teknologi seperti Trevor Pinch, Wiebe Bijker, dan Thomas Hughes.[1]

Para ilmuwan itu sudah mahfum bahwa budaya berpengaruh membentuk kehidupan manusia. Bahwa pembuatan artefak yang menggunakan sistem teknologi adalah bagian dari budaya. Sehingga suatu teknologi pada dasarnya adalah seperangkat makna dan perilaku sosial manusia. Maka dampak dari suatu teknologi dipandang sebagai hasil dari serangkaian perilaku sosial terhadap perangkat lainnya. "Teknologi adalah budaya, ia merupakan hubungan antara aktivitas, material, dan jiwa manusia," ujarnya.

Tahun 1992 muncul sebuah karya tulis berjudul Elements for an Anthropology of Technology oleh Pierre Lemonnier. Buku itu memperkenalkan pendidikan teknik dan budaya kepada pekerja anglophone, yaitu orang-orang yang terbiasa menggunakan Bahasa Inggris meskipun bukan berkebangsaan Inggris. Buku itu juga mengulas bahwa pembentukan budaya dari aktivitas teknologi terjadi di seluruh lingkup aktivitas teknologi manusia, mulai dari pembuatan kapak batu hingga desain jet tempur abad ke 20.

Antropologi Teknologi di Afrika sub-Sahara berkembang melalui bidang industri besi (metalurgi). Industri-industri peleburan / penempahan besi muncul di beberapa daerah. Pada masa ini produk teknologi tidak berbeda nyata dengan hasil budaya. "Banyak dari produk teknologi berupa artefak pada masa ini tidak menunjukkan perbedaan nyata antara utilitarian dengan ekspresif," ungkap Bryan Pfaffenberger,

Tegasnya, produk teknologi berupa besi di Afrika sub-Sahara telah berbancuh antara nilai guna dengan keindahan. Misalnya, lemari besi tidak hanya berupa kotak hitam petak polos, tapi dihiasi dengan ukiran baik pada gagang badel maupun pintunya.

Tentu saja hal ini menambah sifat kompleks dari ciri-ciri produk-produk teknik baru. Selain itu, produk teknik disesuaikan dengan gender pemakainya, lahir pula produk-produk teknik untuk ritual, bahkan teknologi mengambil peran untuk kegiatan politik, meskipun untuk jangka waktu tertentu.

Pada masa dewasa ini para peneliti teknologi tidak hanya fokus pada produk teknologi, tapi juga mengkaji prilaku karyawan, organisasi sosial pekerja, pendidikan dan pelatihan bagi karyawan, jaringan sosial pekerja, serta hubungan sosial lainnya.

Ada pula peneliti yang fokus pada pengaruh hubungan sosial pada karyawan yang berbeda budaya dalam menghasilkan produk teknologi. baru; misalnya, Kim (2001) meneliti perbedaan prilaku masyarakat pada zaman perunggu Denmark dan Korea Selatan dengan penerapan produksi besi di sana.

Aplikasi Arkeologi dari Antropologi Teknologi

Sejalan dengan perkembangan zaman, kini sejarawan dan sosiolog tidak hanya lagi fokus pada kajian masa lalu. Banyak ilmuwan yang identik dengan peristiwa masa lampau itu mengalihkan pandangan kepada masalah-masalah teknologi baru yang terjadi pada masyarakat industri. Kajian-kajian barupun muncul, antara lain dampak sosial dari teknologi.

Perubahan fokus penelitian itu tentu saja berpengaruh besar terhadap metode penelitian sejarawan dan sosiolog. Dulu, data-data diperoleh dari hasil observasi terhadap artegak yang ditemui. Maka, sekarang mereka beralih kepada observasi partisipan, yaitu peneliti terlibat langsung dalam situasi yang dia teliti.

Tata cara penelitian seperti ini bertumpu pada konsep teknis. Asumsinya, banyak produk teknologi dapat dibuat dan digunakan dalam berbagai cara. Faktor-faktor yang menentukan produk teknologi antara lain bahan mentah, alat yang digunakan, sumber energi yang tersedia, teknik yang digunakan untuk mengolah bahan, serta rantai operasi yang menghasilkan produk. Salah satu diantara faktor itu berbeda, maka akan lahir suatu produk baru.

Sebuah artikel yang ditulis Ottaway memaparkan faktor-faktor yang menentukan produk teknologi baru tersebut. Dia jelaskan tentang variasi teknis yang mungkin dilakukan dalam produksi logam berbahan dasar tembaga. Variasi teknis itu berubungan dengan proses budaya masyarakat setempat. Hal ini yang menimbulkan inovasi dan spesialisasi produk teknologi di tempat itu.

Kesimpulannya, ketika rantai operasi dan teknologi tertentu dipilih untuk memproduksi suatu barang, maka pola pikir (kognitif) dan norma budaya masyarakat setempat dapat diketahui.

Pada teknologi baru, kebiasaan dan imajinasi saja tidak dapat digunakan dalam menghasilkan suatu produk. Menurut Bryan Pfaffenberger. era teknologi melahirkan siste, sosio teknik. Yaitu, keputusan untuk menghasilkan suatu produk juga ditentukan oleh data-data akurat dari analisa laboratorium. Misalnya, untuk mencampurkan tembaga dengan timah diperlukan panas yang tinggi mencapai titik leleh tembaga (1083 °C). Suhu ini harus didukung kemampuan daya tahan panas dari cawan lebur dan/atau struktur tungku, diperlukan pula pasokan udara yang memadai, serta dukungan pekerja yang memiliki skill tertentu.

Ringkasnya, sistem sosioteknik adalah teknik dan budaya material berkaitan erat dengan koordinasi sosial tenaga kerja yang lebih luas.

Salah satu contoh Antropologi Teknologi yang menggunakan data arkeologi dan analitis adalah situs Ban Chiang, di Timur Laut Thailand . Pada situs ini ditemukan rangkaian volume metalurgi kuno yang menggunakan Antropologi Teknologii. Sistem produksi logamnya telah menghasilkan produk tang mampu bertahan selama ribuan tahun. Sebuah sistem yang melayani kebutuhan ekonomi era logam yang bersifat hierarkis.

Gaya Teknologi

Gaya Teknologi adalah konsep yang digunakan suatu masyarakat dalam menggunakan teknologi.[1] Gaya Teknologi muncul akibat tata cara penggunaan bahan mentah (material). Sedangkan material sangat tergantung kepada ketersedianya oleh alam setempat.

Dalam artikelnya, Lechtman menghubungkan teknik pengerjaan emas oleh Suku Inca dan penenunan tekstil. Keduanya merupakan kebutuhan masyarakat. Namun memiliki esensi desain yang berbeda. Emas lebih dominan dipakai sebagai perhiasan, yang disebut juga produk: pelapis. Sedangkan tekstil meskipun merupakan produk kebutuhan utama, meskipun dalam aplikasinya tidak meninggakan keindahan.

Teknik lain untuk merekonstruksi teknologi masa lalu adalah arkeologi eksperimental. Para sarjana modern berupaya merekonstruksi praktik teknologi masa lalu. Hal ini tidak hanya menuntut persyaratan fisik dalam produk teknologi, tetapi juga menawarkan hipotesis untuk berbagai kemungkinan oruduk teknologi. Selain itu juga diperlukan fisik dari pembuata dan pengguna produk teknologi tersebut.

Antropologi Teknologi dan Teknologi Berkembang

Tahun 2000an perkembangan Antropologi Teknologi berbanding lurus dengan perkembangan teknologi. Pada era ini teknologi berkembang pesat menjadi teknologi canggih . Nyaris tidak ada lagi negara-negara di dunia yang tidak mengalami penetrasi teknologi canggih. Seluruh lapisan sosial masyarakat sudah tersentuh teknologi.

Tentu saja perkembangan teknologi ini berbarengan dengan tuntutan mengembangkan pemahaman antropologis terhadap pembentukan budaya teknologi baru, seperti kecerdasan buatan.

Pada awal abad 21 ini berkembang pula Antropologi Feminus, yaitu antropologi yabf memusatkan perhatian kepafa gender perempuan. Sejalan dengan itu lahir pula aliran posthuman, yang mengkaji eksistensi manusia pasca humanisme. Lahir pula aliran dekolonial, yaitu tindakan-tindakan manusia untuk melawan kolonialisme serta teori postcapitalist, yaitu kajian terhadap dampak kapitalisme. Artikel-artikel tersebut dipelopori oleh cendekiawan perempuan di bidang antropologi dan posthumaniora seperti Donna Haraway, Anna Tsing, Gabriella Coleman, Kit Kat Braybrooke dan Silvia Lindtner.

Salah satu penciri abad 21 adalah berkembangnya telekomunikasi yang dibarengi dengan kemajuan pesat teknologi alat-alat komunikasi. Salah satu diantaranya adalah gawai. Tentu saja hal itu menjadi fokus baru bagi studi antropologi. Dewasa ini kajian terhadap penggunaan ponsel juga dilakukan. Ada pula yang menelaah pengurutan postgenomik, dan kecerdasan buatan. Untuk mendapatkan hasil-hasil signifikan terhadap penelitian Antropologi Teknologi terkini itu memerlukan inovasi metodologi.

Kajian antropologi mengenai perkembangan digital seperti creative commons, open access, dan free/libre open-source software (FLOSS) juga dilakukan pada abad 21 ini. Turunan dari hal itu, jadir pula penelitian untuk memahami dampak budaya hacker, salah satu unsur yang turut andil membuat dan mengembangkan budaya baru masyarakat kontemporer.

Tahun 2022 terbit Buku Panduan Palgrave Antropologi Teknologi. Buku ini dianggap sebagai penanda tingkat canggih, aneka ragam, dan pertumbuhan Antropologi Teknologi saat ini dalam antropologi sosio-budaya.

Buku Panduan Palgrave Antropologi Teknologi ini muncul dari sebuah seminar mengenai penilaian Antropologi Teknologi yang berhubungan dengan teknologi baru yang sedang berkembang. Buku tersebut mengupas masalah teknologi digital, cara-cara baru reproduksi manusia, dan infrastruktur pangan. Namun buku ini tidak mengulas etnografi teknologi non-industri, misalnya arkeologi.

Referensi

  1. ^ a b c d e Pfaffenberger, Bryan (1992). "Social Anthropology of Technology". JTOR (2): 1. doi:'1..' Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  2. ^ Sutrisni Putri, Arum (2022-12-28). [Klik untuk baca: https://www.kompas.com/skola/read/2019/12/15/133613469/antropologi-pengertian-ahli-obyek-fungsi-tujuan-dan-manfaatnya?utm_source=Various&utm_medium=Referral&utm_campaign=Top_Desktop "Antropologi: Pengertian Ahli, Obyek, Fungsi, Tujuan, dan Manfaatnya"] Periksa nilai |url= (bantuan). Kompas.com. Diakses tanggal 2024-05-14.  line feed character di |url= pada posisi 17 (bantuan)
  3. ^ Salsabila, Devina (2023-05-10). "Membongkar Rahasia Perkembangan Teknologi Yang Membuat Dunia Semakin Canggih". FTMMUNAIR. Diakses tanggal 2024-06-14. 
  4. ^ Bunn, Stephanie (2022). "Technology as skill in handwork and craft: Basketwork and handweaving." dalam Bruun, Maja Hojer (ed.). The Palgrave Handbook of the Anthropology of Technology. Singapore: Palgrave Macmillan. pp. 61-83.
  5. ^ Lemonnier, Pierre (1986). "The Study of Material Culture today: Toward an Anthropology of Technical Systems". Journal of Anthropological Archaeology. 5 (2): 147–186. doi:10.1016/0278-4165(86)90012-7. 
  6. ^ Ingold, Tim (2001). "Beyond art and technology: the anthropology of skill". dalam Schiffer, Michael Brian (ed.). Anthropological Perspectives on Technology. Albuquerque: Amerind Foundation, New World Studies Series 5. University of New Mexico Press. hlm. 17 - 45
  7. ^ a b c Brunn, Maja Hojer; Wahlberg, Ayo (2022). "The Anthropology of Technology: the formation of a field". In Bruun, Maja Hojer (ed.). The Palgrave Handbook of the Anthropology of Technology. Singapore: Palgrave Macmillan. pp. 1–33. ISBN 978-981-16-7083-1.
  8. ^ Ingold, Tim (1997). "Eight themes in the anthropology of technology. Social Analysis". The International Journal of Social and Cultural Practice. 41 (1): 106–138.
  9. ^ Schlanger, Nathan (2005). "The chaîne opératoire". In Renfrew, Colin; Bahn, Paul (eds.). Archaeology: the Key Concepts. Oxford: Routledge. ISBN 978-0-415-31758-0.