Museum Pusaka Karo

museum di Karo, Sumatera Utara, Indonesia

Museum Pusaka Karo adalah salah satu museum di Sumatera Utara, Indonesia yang menyimpan koleksi barang-barang pusaka masyarakat Karo. Museum ini didirikan oleh misionaris Kapusin Belanda bernama Leonardus Egidius Joosten.[2] Bangunan museum ini sebelumnya merupakan gedung Gereja Katolik Santa Maria Berastagi yang sudah tidak digunakan lagi.[2] Pembangunan museum dimulai pada tahun 2010 dan peresmian dilakukan pada tanggal 9 Februari 2013 oleh Direktur Jenderal Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Ahman Sya dan Lisa Tirto.[2] Museum Pusaka Karo berada dalam pengelolaan Yayasan Pusaka Karo. Koleksi Museum Pusaka Karo berupa benda pusaka asli Karo yang disumbangkan atau dititipkan oleh masyarakat Karo.[2]

Museum Pusaka Karo
Tampak depan bangunan Museum Pusaka Karo.
Peta
Didirikan9 Maret 2013; 11 tahun lalu (2013-03-09)
LokasiBerastagi, Karo, Sumatera Utara, Indonesia
Koleksi pentingRumah Gugung Tirto Meciho
Wisatawan20.600 (per 2022)[1]
PendiriLeonardus Egidius Joosten
KuratorKriswanto Ginting
PemilikYayasan Pusaka Karo

Koleksi museum

Museum memiliki 70 koleksi berharga, di Museum Pusaka Karo, koleksi benda sejarah tidak hanya berasal dari institusi atau sumber formal, namun juga disumbangkan oleh warga sekitar 30 individu yang menyerahkan berbagai barang bersejarah untuk dipamerkan di museum. Namun, barang-barang ini dipinjamkan dan dapat dikembalikan kapan saja sesuai kebutuhan pemiliknya.

Museum ini memiliki lebih dari 800 buah koleksi benda sejarah yang berasal dari berbagai periode, bahkan sejak abad ke-18. Barang-barang ini, yang sebagian besar sudah cukup tua, menyimpan banyak cerita masa lalu, seperti anting-anting, perkakas pertukangan dan berburu, peralatan pertanian, topeng, dan masih banyak lagi.[3]

Salah satu peninggalan sejarah yang menarik adalah koleksi Pustaka Lak-lak. Pustaka Lak-lak merupakan buku dengan aksara kuno yang dimiliki oleh Suku Karo. Buku-buku ini terbuat dari kulit kayu dan ditulis dengan aksara asli Karo. Isinya mencakup mantra-mantra yang dituliskan dengan tinta yang terbuat dari getah kayu.

Buku-buku kuno ini bervariasi dalam ukuran, mulai dari yang kecil hingga ukuran yang lebih besar. Sebagian buku kuno ini pada awalnya dibawa oleh Belanda dari Tanah Karo, namun kemudian dikembalikan dan dipamerkan di museum sebagai peninggalan khas dari Suku Karo. Anda masih bisa melihat koleksi buku kuno ini ketika mengunjungi Museum Pusaka Karo.[3]

Referensi

  1. ^ Bangun, Steven (3 September 2022). "Museum Pusaka Karo, Berawal Dari Suatu Kegelisahan". Suara Deli. Diakses tanggal 23 Mei 2023. Dihitung sejak diresmikan oleh Dirjen Ekonomi Kreatif Berbasis Seni dan Budaya, Ahman Sya dan Uskup Agung Mgr. Anicetus B. Sinaga OFM.Cap pada 9 Februari 2013, sudah ada sebanyak 20.600 kali kunjungan yang terdaftar di buku tamu museum ini. 
  2. ^ a b c d Rusmiyati, dkk. (2018). Katalog Museum Indonesia Jilid I (PDF). Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman. hlm. 48. ISBN 978-979-8250-67-5. 
  3. ^ a b "Museum Pusaka Karo - Sejarah, Koleksi, Lokasi & Ragam Aktivitas - Andalas Tourism" (dalam bahasa Inggris). 2023-08-19. Diakses tanggal 2024-05-21.