Museum Nasional Indonesia
Museum Nasional Indonesia, atau yang sering disebut dengan Museum Gajah, adalah sebuah museum arkeologi, sejarah, etnografi, dan geografi yang terletak di Jakarta Pusat dan persisnya di Jalan Merdeka Barat 12.[1] Museum ini merupakan museum pertama dan terbesar di Asia Tenggara.[2]
Didirikan | 24 April 1778[1] |
---|---|
Lokasi | Jl. Medan Merdeka Barat No. 12 Kelurahan Gambir, Kecamatan Gambir Jakarta Pusat 10110 |
Jenis | Museum ilmu pengetahuan |
Akses transportasi umum | BRT Transjakarta: (halte Monumen Nasional) KAI Commuter: (stasiun Tanah Abang) |
Situs web | http://www.museumnasional.or.id/ |
Cagar budaya Indonesia Gedung Museum Nasional | |
Peringkat | Nasional |
Kategori | Bangunan |
No. Regnas | CB.36 |
Lokasi keberadaan | Jakarta Pusat, Jakarta |
Tanggal SK | 1988, 2003 & 2015 |
Pemilik | Indonesia |
Pengelola | Museum dan Cagar Budaya |
Nama sebagaimana tercantum dalam Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya |
Sejarah
Pada tanggal 24 April 1778, para akademisi di Hindia Belanda dan sejumlah pejabat Pemerintah Hindia Belanda bersama-sama membentuk sebuah perhimpunan bernama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen. Perhimpunan ini didirikan dengan tujuan mencapai kemajuan ilmu pengetahuan melalui pengembangan museum.[3] J.C.M. Radermacher, ketua perkumpulan, menyumbang sebuah gedung yang bertempat di Jalan Kalibesar beserta dengan koleksi buku dan benda-benda budaya yang nanti menjadi dasar untuk pendirian museum.
Pada masa pemerintahan Inggris (1811-1816), Sir Thomas Stamford Raffles yang juga merupakan direktur dari Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen memerintahkan pembangunan gedung baru yang terletak di Jalan Majapahit No. 3. Gedung ini digunakan sebagai museum dan ruang pertemuan untuk Literary Society (dahulu bernama "Societeit de Harmonie".) Lokasi gedung ini sekarang menjadi bagian dari kompleks Sekretariat Negara.
Pada tahun 1862, setelah koleksi memenuhi museum di Jalan Majapahit, pemerintah Hindia Belanda mendirikan gedung yang hingga kini masih ditempati. Gedung museum ini dibuka untuk umum pada tahun 1868.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Lembaga Kebudayaan Indonesia yang mengelola menyerahkan museum tersebut kepada pemerintah Republik Indonesia, tepatnya pada tanggal 17 September 1962. Sejak itu pengelolaan museum dilakukan oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan, di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai tahun 2005, Museum Nasional berada di bawah pengelolaan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata sehubungan dengan dipindahnya Direktorat Jenderal Kebudayaan ke lingkungan kementerian tersebut.
Museum Nasional juga dikenal sebagai Museum Gajah karena dihadiahkannya patung gajah berbahan perunggu oleh Raja Chulalongkorn dari Thailand pada tahun 1871 yang kemudian dipasang di halaman depan museum. Meskipun demikian, sejak 28 Mei 1979, nama resmi lembaga ini adalah Museum Nasional Republik Indonesia.
Pada malam hari tanggal 16 September 2023, terjadi kebakaran di bagian Museum Gedung Gajah yang menyebabkan atap dan dinding belakang bangunan roboh.[4]
Pasca-kemerdekaan
Setelah kemerdekaan Indonesia, pada bulan Februari 1950, lembaga ini berganti nama menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Pada tanggal 17 September 1962, lembaga ini diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan dikenal dengan nama Museum Pusat. Melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 092/0/1979 tanggal 28 Mei 1979, namanya diubah menjadi Museum Nasional.
Pada kuartal terakhir abad ke-20, koleksi manuskrip dan literatur museum diserahkan kepada Perpustakaan Nasional Indonesia, sementara koleksi seni rupa, termasuk lukisan, dipindahkan ke Galeri Nasional.[5]
Pada tahun 1977, sebuah perjanjian antara Indonesia dan Belanda menghasilkan pemulangan beberapa harta karun budaya ke Indonesia. Di antara harta karun yang dikembalikan adalah harta karun dari Lombok, naskah lontar Nagarakretagama, dan patung Prajnaparamita dari Jawa yang sangat indah. Benda-benda tersebut kini disimpan di Museum Nasional Indonesia.
Pada tahun 1980-an, ada kebijakan pemerintah untuk mendirikan museum negeri di setiap provinsi di Indonesia. Ide ini terwujud pada tahun 1995 ketika semua provinsi di Indonesia memiliki museum negeri. Sejak saat itu, semua temuan arkeologi yang ditemukan di setiap provinsi tidak harus dibawa ke Museum Nasional di Jakarta, tetapi disimpan dan dipajang di museum negeri yang terletak di ibukota provinsi. Namun, ada pengecualian untuk beberapa temuan arkeologi yang sangat penting, seperti timbunan Wonoboyo dari abad ke-10 dan arca Siwa dari perunggu.
Pada tahun 2007, sebuah gedung baru di sebelah utara gedung yang sudah ada dibuka, yang menampilkan banyak artefak dari zaman prasejarah hingga zaman modern. Gedung baru ini, yang disebut Gedung Arca (Gedung Arca), menyediakan ruang pameran baru. The old building is named Gedung Gajah (Elephant Building).[6]
Pada tanggal 11 September 2013, empat artefak emas berharga dari masa kerajaan Mataram Kuno abad ke-10 dicuri dari museum. Benda-benda tersebut pertama kali ditemukan di reruntuhan pemandian kerajaan kuno Jalatunda dan di candi-candi di lereng Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Empat artefak yang hilang adalah sebuah plakat emas berbentuk naga, sebuah plakat emas berbentuk bulan sabit bertuliskan, dan satu plakat Harihara berwarna emas-perak, serta sebuah kotak kecil berwarna emas. Semua benda yang hilang tersebut dipajang bersama dalam sebuah etalase kaca yang terletak di dalam ruang arkeologi artefak dan harta karun emas di lantai dua Gedung Gajah (sayap lama).[7]
Saat ini, terdapat dua bangunan utama di museum, yaitu Gedung A (Gedung Gajah atau sayap lama) di bagian selatan, dan Gedung B (Gedung Arca atau sayap baru) di bagian utara. Gedung ketiga, Gedung C, direncanakan sebagai perluasan untuk menampung dan melestarikan koleksi museum yang sangat banyak. Pada tahun 2017, Gedung Gajah atau sayap lama sedang direnovasi besar-besaran, sementara Gedung C sedang dalam tahap pembangunan.[8]
Dalam kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada bulan Maret 2020, Raja Willem-Alexander dari Belanda mengembalikan keris Pangeran Diponegoro dari Yogyakarta ke Indonesia, yang diterima oleh Presiden Joko Widodo. Diponegoro adalah pemimpin karismatik pemberontakan massal melawan pemerintahan kolonial Belanda di Jawa Tengah. Ia dikalahkan dan ditawan setelah berakhirnya Perang Jawa pada tahun 1830.[12] Kerisnya telah lama dianggap hilang, namun berhasil ditemukan setelah diidentifikasi oleh Museum Nasional Etnologi Belanda di Leiden. Keris Jawa bertatahkan emas yang luar biasa ini sebelumnya disimpan sebagai bagian dari Koleksi Negara Belanda dan sekarang menjadi bagian dari koleksi Museum Nasional Indonesia.
Pada malam tanggal 16 September 2023, kebakaran terjadi di Gedung Gajah, menyebabkan atap dan dinding belakang gedung runtuh.[14] Pihak berwenang mengatakan bahwa setidaknya empat ruangan di gedung tersebut, yang menyimpan artefak-artefak prakolonial, hancur, dan api berhasil dikendalikan tanpa ada yang terluka dalam waktu beberapa jam.[15]
Bangunan
Dengan gaya Klasisisme, gedung Museum Nasional Republik Indonesia adalah salah satu wujud pengaruh Eropa, terutama semangat Abad Pencerahan, yang muncul pada sekitar abad 18. Gedung ini dibangun pada tahun 1862 oleh pemerintah sebagai tanggapan atas perhimpunan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang bertujuan menelaah riset-riset ilmiah di Hindia Belanda.
Sayap baru ditambahkan pada tahun 1996 di sebelah utara gedung lama. Gedung ini disebut dengan Unit B atau Gedung Arca.
-
Monumen Gajah
-
Gedung Gajah Museum Nasional (Gedung Selatan)
-
Gedung Arca Museum Nasional (Gedung Utara)
-
Tampilan depan Gedung Arca
-
Halaman Dalam dari arah Timur
-
Halaman Dalam dari arah Barat
Koleksi
Museum Gajah banyak mengoleksi benda-benda kuno dari seluruh Nusantara. Antara lain yang termasuk koleksi adalah arca-arca kuno, prasasti, benda-benda kuno lainnya dan barang-barang kerajinan. Koleksi-koleksi tersebut dikategorisasikan ke dalam etnografi, perunggu, prasejarah, keramik, tekstil, numismatik, relik sejarah, buku langka dan benda berharga.
Catatan di website Museum Nasional Republik Indonesia pada tahun 2001 menunjukkan bahwa koleksi telah mencapai 109.342 buah. Jumlah koleksi itulah yang membuat museum ini dikenal sebagai yang terlengkap di Indonesia. Pada tahun 2006 jumlah koleksi museum sudah melebihi 140.000 buah, meskipun hanya sepertiganya yang dapat diperlihatkan kepada khalayak.
Sebelum gedung Perpustakaan Nasional RI yang terletak di Jalan Salemba No. 27, Jakarta Pusat didirikan, koleksi Museum Gajah juga meliputi naskah-naskah manuskrip kuno. Naskah-naskah tersebut dan koleksi perpustakaan Museum Gajah lainnya kini disimpan di Perpustakaan Nasional.
Sumber koleksi banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor sejak masa Hindia Belanda dan pembelian. Koleksi keramik dan koleksi etnografi Indonesia di museum ini cukup lengkap.
Koleksi yang menarik adalah patung Bhairawa. Patung yang tertinggi di Museum Nasional ini (414 cm) merupakan manifestasi dari Dewa Lokeswara atau Awalokiteswara, yang merupakan perwujudan Boddhisatwa (pancaran Buddha) di Bumi. Patung ini berupa laki-laki berdiri di atas mayat dan deretan tengkorak serta memegang cangkir terbuat dari tengkorak di tangan kiri dan keris pendek dengan gaya Arab di tangan kanannya. Diperkirakan, patung yang ditemukan di Padang Roco, Sumatera Barat ini berasal dari abad ke 13 - 14.
Kehilangan koleksi
Kehilangan koleksi terjadi karena kebakaran yang terjadi pada hari Sabtu, 16 September 2023. Tercatat sebanyak 817 koleksi pra sejarah yang terletak di Gedung A terbakar dari total 194.000 koleksi.[9]
Kegiatan
Bentuk edukasi yang bisa pengunjung dapatkan di museum tidak hanya dari sajian koleksinya, namun juga kegiatan yang dilaksanakan di sana. Bentuk kegiatan yang biasanya dilaksanakan di museum di antaranya adalah seminar, diskusi, pameran dengan tema khusus dan lokakarya. Kegiatan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan pengunjung, namun juga memberikan kesan tersendiri di setiap kunjungannya.
Pada awal tahun 2019, @serrum_studio dan @spektakel.id mengadakan Ramai Damai Festival di. Kegiatan yang diselenggarakan selama dua hari ini, 9 sampai 10 Februari, berisi talkshow dan music performance.[1]
Kegiatan yang cukup besar yang dilaksanakan di Museum Nasional pada 2018 adalah Festival Panji Internasional. Festival Panji Internasional dilaksanakan pada 27 Juni hingga 13 Juli 2018 di delapan kota di Indonesia (Denpasar, Surabaya, Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Yogyakarta, dan Jakarta). Museum nasional menjadi tempat pelaksanaan di Jakarta sekaligus tempat pembukaan kegiatan ini. [2]
Angkutan umum
- KAI Commuter: (di stasiun Tanah Abang)
- Transjakarta: (7F) di halte Monumen Nasional
- Gojek, Grab, maxim
Lihat pula
Referensi
- Situs resmi Museum Nasional
- Artikel resmi Museum Nasional dari Departemen Pendidikan Nasional Diarsipkan 2006-11-13 di Wayback Machine.
- Situs resmi perpustakaan Museum Nasional
- ^ a b http://www.museumnasional.or.id
- ^ "Museum Nasional | Merdeka Square & Central Jakarta, Jakarta | Attractions". Lonely Planet. Diakses tanggal 2024-05-21.
- ^ Syarifuddin, dkk. (Februari 2023). Koleksi Museum Negeri Sumatera Selatan (PDF). Palembang: Bening Media Publishing. hlm. 1. ISBN 978-623-8006-53-3.
- ^ "Museum Nasional Kebakaran, Bagian Belakang Bangunan Ambruk". kompas.com. Diakses tanggal 2023-08-16.
- ^ "National Museum of Indonesia". Wikipedia (dalam bahasa Inggris). 2024-05-19.
- ^ "Presiden Resmikan Gedung Arca Museum Nasional". Tempo (dalam bahasa Inggris). 2007-06-20. Diakses tanggal 2024-05-21.
- ^ Post, The Jakarta. "Artifacts stolen from National Museum - National". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-21.
- ^ Priherdityo, Endro. "Wajah dan Harapan Baru Museum Nasional Indonesia". gaya hidup. Diakses tanggal 2024-05-21.
- ^ ADRI, STEPHANUS ARANDITIO, AGUIDO (2023-09-19). "817 Koleksi Prasejarah di Museum Nasional Terbakar". kompas.id. Diakses tanggal 2023-09-21.
Pranala luar
- Koleksi Museum Nasional Indonesia via Google Cultural Institute