Ini adalah artikel yang memenuhi kriteria penghapusan cepat, tetapi tidak ada alasan yang diberikan untuk memenuhinya.Pastikan bahwa alasan Anda telah memenuhi salah satu syarat KPC. Ganti tag dengan {{db|1=alasan Anda}}. NA
Jika artikel ini tidak memenuhi syarat KPC, atau Anda ingin memperbaikinya, silakan hapus pemberitahuan ini, tetapi tidak dibenarkan menghapus pemberitahuan ini dari halaman yang Anda buat sendiri. Jika Anda membuat halaman ini tetapi Anda tidak setuju, Anda boleh mengeklik tombol di bawah ini dan menjelaskan mengapa Anda tidak setuju halaman itu dihapus. Silakan kunjungi halaman pembicaraan untuk memeriksa jika sudah menerima tanggapan pesan Anda.
Ingat bahwa artikel ini dapat dihapus kapan saja jika sudah tidak diragukan lagi memenuhi kriteria penghapusan cepat, atau penjelasan dikirim ke halaman pembicaraan Anda tidak cukup meyakinkan kami.
{{subst:db-reason-notice|Kertawijaya|header=1|tidak ada alasan yang diberikan}} ~~~~
pada halaman pembicaraan pembuat/pengunggah.
Catatan untuk pembuat halaman: Anda belum membuat atau menyunting article halaman pembicaraan. Jika Anda mengajukan keberatan atas penghapusan, mengeklik tombol di atas akan membawa Anda untuk meninggalkan pesan untuk menjelaskan mengapa Anda tidak setuju artikel ini dihapus. Jika Anda sudah ke halaman pembicaraannya, tetapi pesan ini masih muncul, coba hapus singgahan (cache).
Penerus takhta: Girishawardhana (kekosongan kepemerintahan akibat perebutan tahta antara Girishawardana/putra Kertawijaya dengan Samarawijaya/putra sulung Rajasawardhana)
Kertawijaya / Dyah Kertawijaya / Wijayaparakrama Wardhana adalah maharaja Majapahit ketujuh yang memerintah tahun 1447-1451 dengan gelar Sri Maharaja Wijaya Parakramawardhana.
Menurut Pararaton, Kertawijaya adalah putra Wikramawardhana dari selir. Putra Wikramawardhana yang lain adalah Hyang Wekasing Sukha Bhre Tumapel, dan Suhita. Sebelum menjadi raja, Kertawijaya pernah menjadi Bhre Tumapel, yaitu menggantikan kakaknya yang meninggal awal tahun 1427.
Kertawijaya naik takhta menggantikan Suhita tahun 1447. Pada masa pemerintahannya sering terjadi gempa bumi dan gunung meletus. Juga terjadi peristiwa pembunuhan penduduk Tidung Galating oleh keponakannya, yaitu Bhre Paguhan putra Bhre Tumapel.
Identifikasi Kertawijaya dengan Brawijaya
Brawijaya adalah nama raja Majapahit versi naskah-naskah babad dan serat yang sangat populer dalam masyarakat Jawa.
Di Mojokerto ditemukan situs makam Putri Campa yang diyakini sebagai istri Brawijaya. Batu nisan makam tersebut berangka tahun 1448, jatuh pada masa pemerintahan Kertawijaya. Hal ini menimbulkan pendapat bahwa, tokoh Brawijaya identik dengan Kertawijaya. Bahkan, dalam bagan silsilah yang ditemukan pada pemakaman Ratu Kalinyamat di Jepara, ditulis nama Kertawijaya sebagai nama leluhur Raden Patah.
Kisah lain menurut batu nisan Putri Campa mengatakan bahwa Brawijaya memiliki permaisuri bernama Ratu Dwarawati dari negeri Campa yang beragama Islam.
Identifikasi Kertawijaya dengan Brawijaya berdasarkan batu nisan putri Campa bertentangan dengan prasasti Waringin Pitu (1447), yang menurut prasasti tersebut, nama permaisuri Kertawijaya bukan Ratu Dwarawati, melainkan Jayeswari atau disebut juga Jayawardhani.
Tokoh lain yang dianggap identik dengan Brawijaya adalah Dyah Ranawijaya putra Suraprabhawa, yang namanya terdapat dalam penutupan naskah Pararaton. Seringkali Kertawijaya disebut "Brawijaya I", sedangkan Dyah Ranawijaya disebut "Brawijaya VI".
Akhir Hayat Kertawijaya
Kertawijaya wafat tahun 1451. Ia dicandikan di Kertawijayapura. Kedudukannya sebagai raja digantikan oleh Rajasawardhana Bhre Kahuripan.
Hubungan antara Rajasawardhana dengan Kertawijaya tidak disebut secara tegas dalam Pararaton, sehingga muncul pendapat yang mengatakan kalau Rajasawardhana adalah pengganti Suhita sebagai Bhre Kahuripan, yang naik tahta setelah membunuh Kertawijaya.
Pendapat lain mengatakan Rajasawardhana adalah putra Kertawijaya yang nama aslinya tercatat dalam prasasti Waringin Pitu sebagai Dyah Wijayakumara.
Kepustakaan
Poesponegoro, M.D., Notosusanto, N. (editor utama). Sejarah Nasional Indonesia. Edisi ke-4. Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka, 1990
Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
Slamet Muljana. 2005. Runtuhnya Kerajaan Jindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS