Piagam Bandung adalah rancangan yang diajukan oleh Presiden Soekarno dan Perdana Menteri Djuanda Kartawidjaja di tengah perdebatan mengenai Piagam Jakarta pada tahun 1959.[1] Pemerintah Soekarno-Djuanda pada tahun itu tengah merencanakan pengembalian Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 (UUD 1945) dan berupaya meyakinkan Konstituante (yang berkedudukan di Kota Bandung) untuk menerima pengembalian tersebut. Namun, Blok Islam saat itu menginginkan pemberlakuan kembali Piagam Jakarta.[2] Dalam piagam ini, sila pertama Pancasila berbunyi "Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya", alih-alih "Ketuhanan yang Maha Esa".[3] Untuk memenuhi keinginan Blok Islam, Soekarno menyatakan dalam pidatonya di hadapan Konstituante pada 22 April 1959 bahwa jika Konstituante setuju, ia akan mengeluarkan "Piagam Bandung" yang akan secara resmi mengakui Piagam Jakarta sebagai suatu dokumen historis.[1] Kemudian, pada 21 Mei 1959, Djuanda menjelaskan kepada anggota Konstituante bahwa Piagam Bandung akan memuat pertanyaan berikut:[4][5]

Gedung Konstituante (kini Gedung Merdeka) di Kota Bandung pada tahun 1958. Piagam ini dinamai dari kota tempat berkedudukannya lembaga Konstituante.

.... diakui adanya Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang ditandatangani oleh Sukarno, Mohammad Hatta, AA Maramis, Abikusno Tjokrosujoso, AK Mudzakkir, Agus Salim, A Soebardjo, A Wahid Hasjim, dan Moh Yamin sebagai dokumen historis dan yang menjiwai penyusunan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang menjadi bagian daripada Konstitusi Proklamasi tersebut.

Namun, usulan Piagam Bandung masih belum memenuhi keinginan blok Islam, karena mereka ingin agar frasa "dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" ditambahkan ke dalam Pasal 29 UUD 1945 yang mengatur soal kedudukan agama dalam negara.[6] Usulan ini gagal mendapatkan dukungan mayoritas anggota Konstituante pada 29 Mei, sehingga blok Islam menolak mendukung pengembalian UUD 1945.[7] Soekarno kemudian mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959 yang membubarkan Konstituante dan menyatakan kembali ke UUD 1945, sehingga rancangan Piagam Bandung tidak pernah disahkan.[8]

Lihat pula

Catatan kaki

  1. ^ a b Anshari 1976, hlm. 84.
  2. ^ Anshari 1976, hlm. 80-84.
  3. ^ Anshari 1976, hlm. 40.
  4. ^ Anshari 1976, hlm. 89.
  5. ^ Hakiem, Lukman (4 Juni 2017). "Dekrit Presiden, Piagam Jakarta: Mimpi Sukarno Kubur Partai Politik?". Republika Online (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 21 Juli 2021. 
  6. ^ Anshari 1976, hlm. 89-90.
  7. ^ Anshari 1976, hlm. 90-91.
  8. ^ Anshari 1976, hlm. 92-95.

Daftar pustaka