Kredit sosial
Kredit sosial adalah filosofi ekonomi politik distributif yang dikembangkan oleh C. H. Douglas. Douglas mengaitkan kemerosotan ekonomi dengan perbedaan antara harga pokok barang dan kompensasi pekerja yang memproduksinya. Untuk mengatasi apa yang dilihatnya sebagai kekurangan daya beli yang kronis dalam perekonomian, Douglas menetapkan perlunya intervensi pemerintah dalam bentuk penerbitan uang bebas utang langsung kepada konsumen atau produsen (jika mereka menjual produknya lebih murah kepada konsumen) untuk mengatasi kesenjangan tersebut.[1]
Untuk mempertahankan gagasannya, Douglas menulis bahwa "Sistem dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk sistem, dan kepentingan manusia yaitu pengembangan diri, berada di atas semua sistem, baik teologis, politik, atau ekonomi".[2] Douglas mengatakan bahwa Kreditor Sosial ingin membangun peradaban baru berdasarkan "keamanan ekonomi absolut" bagi individu, di mana "setiap orang akan duduk di bawah pohon anggurnya dan di bawah pohon aranya; dan tidak ada yang boleh membuat mereka takut".[3][4] Dalam kata-katanya, "apa yang sebenarnya kita tuntut dari keberadaan kita bukanlah bahwa kita akan dimasukkan ke dalam Utopia orang lain, namun kita akan ditempatkan pada posisi untuk membangun Utopia kita sendiri".[5]
Gagasan kredit sosial menarik minat yang besar pada periode antar perang, dengan Partai Kredit Sosial Alberta secara singkat mendistribusikan "sertifikat kemakmuran" kepada masyarakat Alberta. Namun Douglas menentang pembagian sertifikat kemakmuran yang didasarkan pada teori Silvio Gesell.[6] Teori kredit sosial Douglas telah diperdebatkan dan ditolak oleh sebagian besar ekonom dan bankir. Ekonom terkemuka John Maynard Keynes merujuk gagasan Douglas dalam bukunya The General Theory of Employment, Interest and Money,[7] namun malah mengajukan prinsip permintaan efektif untuk menjelaskan perbedaan output dan konsumsi.
Teori ekonomi
Faktor produksi dan nilai
Douglas tidak setuju dengan para ekonom klasik yang hanya mengakui tiga faktor produksi: lahan, tenaga kerja, dan modal. Meskipun Douglas tidak menyangkal peran dari faktor-faktor produksi tersebut, ia menanggap bahwa "warisan budaya suatu masyarakat" sebagai faktor utama. Dia mendefinisikan warisan budaya sebagai pengetahuan, teknik, dan proses yang kita peroleh secara bertahap sejak permulaan peradaban (yakni kemajuan). Akibatnya, manusia tidak perlu terus-menerus "menciptakan roda". "Kita adalah pengelola warisan budaya tersebut, dan oleh karenanya, warisan budaya itu menjadi milik sepenuhnya tanpa terkecuali."[8] Adam Smith, David Ricardo, dan Karl Marx menyatakan bahwa kerjalah yang akan menghasilkan nilai. Meskipun Douglas tidak membantah bahwa semua biaya pada akhirnya berkaitan dengan biaya tenaga kerja (baik di masa lalu atau sekarang), ia menyangkal bahwa tenaga kerja dunia sekarang yang menghasilkan semua kekayaan. Douglas dengan cermat memisahkan antara nilai, biaya, dan harga. Dia menyatakan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan kesalahan pemikiran mengenai sifat dan fungsi uang adalah obsesi para ekonom terhadap nilai-nilai dan kaitannya terhadap harga dan pendapatan.[9] Walaupun Douglas mengakui "nilai guna" sebagai teori nilai yang sah, ia juga menanggap nilai sebagai sesuatu yang bersifat subjektif dan tidak dapat diukur secara objektif. Oleh karena itu, ia menolak gagasan tentang peran uang sebagai standar, atau ukuran, dari nilai. Douglas meyakini bahwa uang harus berperan sebagai sarana komunikasi yang digunakan oleh konsumen untuk mengarahkan distribusi produksi.
Sabotase ekonomi
Teori kredit sosial tentang sabotase ekonomi berkaitan erat dengan konsep warisan budaya sebagai faktor produksi. Meskipun Douglas meyakini bahwa faktor warisan budaya penting dalam meningkatkan kekayaan, ia juga meyakini bahwa sabotase ekonomi adalah faktor yang menguranginya. Kata "kekayaan" dalam Bahasa Inggris berasal dari kata Inggris Kuno wela, bermakna "kesejahteraan", dan Douglas meyakini bahwa semua kegiatan produksi haruslah meningkatkan kesejahteraan pribadi. Oleh karenanya, kegiatan produksi yang tidak secara langsung meningkatkan kesejahteraan pribadi adalah kegiatan yang pemborosan, atau dengan kata lain sabotase ekonomi.
Dampak ekonomi dari membebankan biaya pemborosan di industri pada konsumen adalah membatasi daya beli konsumen itu sehingga semakin banyak produk industri yang harus diekspor. Dampak dari hal ini terhadap pekerja adalah ia harus melakukan pekerjaan berkali-kali lipat dari jumlah yang seharusnya untuk mempertahankan standar hidup tertinggi, sebagai akibat dari bujukan buatan untuk memproduksi barang-barang yang tidak ia perlukan, yang tidak dapat ia beli, dan yang tidak berguna bagi peningkatan kesejahteraan internalnya.[10]
Dengan metode akuntansi modern, konsumen dipaksa untuk membayar seluruh biaya produksi, termasuk biaya pemborosan. Dampak ekonomi dari membebankan biaya kepada konsumen atas segala pemborosan di industri adalah konsumen terpaksa melakukan pekerjaan lebih dari yang seharusnya. Douglas meyakini bahwa usaha yang sia-sia itu berhubungan langsung dengan kebingungan terhadap tujuan dari sistem ekonomi, dan keyakinan bahwa sistem ekonomi ada untuk menyediakan lapangan pekerjaan guna mendistribusikan barang dan jasa.
Namun mungkin disarankan untuk melihat sekilas beberapa penyebab terdekat yang menyebabkan pengurangan hasil dari suatu usaha; dan untuk menyadari asal muasal sebagian besar kejadian spesifik tersebut, harus diingat bahwa sistem ekonomi yang ada mendistribusikan barang dan jasa melalui lembaga yang sama yang menghasilkan barang dan jasa, yaitu pembayaran untuk pekerjaan yang sedang berjalan. Dengan kata lain, jika produksi terhenti, distribusi terhenti, dan sebagai konsekuensinya, terdapat insentif yang jelas untuk memproduksi barang-barang yang tidak berguna atau berlebihan agar komoditas berguna yang sudah ada dapat didistribusikan. Alasan yang sangat sederhana ini adalah penjelasan atas semakin diperlukannya apa yang disebut sabotase ekonomi; banyaknya upaya yang sia-sia yang terjadi di setiap lapisan masyarakat yang tidak disadari oleh sebagian besar orang karena mereka begitu akrab dengan hal tersebut; sebuah pemborosan yang terlalu membebani kecerdikan masyarakat sehingga klimaks perang hanya terjadi pada saat puncak sabotase terorganisir diperlukan untuk menjaga sistem dari pembakaran spontan.[11]
Tujuan perekonomian
Douglas mengklaim bahwa ada tiga kemungkinan alternatif kebijakan sehubungan dengan sistem ekonomi:
- Yang pertama adalah bahwa pemerintahan ini merupakan sebuah pemerintahan yang terselubung, yang tujuan utamanya, walaupun bukan satu-satunya, adalah menerapkan suatu sistem pemikiran dan tindakan kepada dunia.
- Alternatif kedua mempunyai kemiripan tertentu dengan yang pertama, namun lebih sederhana. Diasumsikan bahwa tujuan utama dari sistem industri adalah penyediaan lapangan kerja.
- Dan yang ketiga, yang pada dasarnya lebih sederhana, bahkan sangat sederhana sehingga tampaknya tidak dapat dipahami oleh sebagian besar orang, adalah bahwa tujuan sistem industri hanyalah menyediakan barang dan jasa.[12]
Douglas meyakini bahwa sistem ekonomi haruslah didasarkan pada alternatif kebijakan yang ketiga, namun kebingungan pemikiran akhirnya menjadikan sistem industri diatur oleh dua tujuan yang pertama. Jika tujuan sistem perekonomian kita adalah untuk menyediakan sebanyak mungkin barang dan jasa dengan sedikit usaha, maka kemampuan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah lapangan pekerjaan yang sedikit adalah hal yang diinginkan. Douglas mengusulkan bahwa pengangguran adalah konsekuensi logis dari digantikannya tenaga kerja oleh mesin pada proses produksi, dan usaha apapun yang dilakukan untuk membalikkan proses ini melalui serangkaian kebijakan yang dirancang untuk membuka lapangan kerja seluas-luasnya secara langsung menyabotase warisan budaya kita. Douglas juga meyakini bahwa manusia yang digantikan dari sistem industri melalui proses mekanisasi masih mempunyai kemampuan untuk menikmati hasil dari sistem tersebut, karena ia berpendapat bahwa kita adalah pewaris warisan budaya, dan usulannya mengenai dividen nasional terkait dengan keyakinan ini.
Sifat kredit dari uang
Douglas mengkritisi ekonomi klasik karena banyak teorinya didasarkan pada ekonomi barter, sedangkan ekonomi modern adalah ekonomi moneter. Mulanya, uang berasal dari sistem produktif, ketika pemilik ternak melubangi cakram-cakram dari kulit untuk mewakili satu hewan ternak. Cakram ini nantinya dapat ditukarkan dengan jagung, dan produsen jagung kemudian dapat menukarkannya dengan satu hewan ternak. Kata "pecuniary"[13] berasal dari kata Latin pecunia, yang asalnya dan secara harfiah bermakna "ternak" (berkaitan dengan pecus, berarti "binatang buas").[14] Sekarang ini, sistem produktif dan sistem moneter adalah dua hal yang terpisah. Douglas mendemonstrasikan bahwa pinjaman menciptakan deposito, dan menyajikan bukti matematisnya pada bukunya Social Credit.[15] Kredit bank terdiri dari sebagian besar uang, dan tercipta setiap kali bank melakukan pinjaman.[16] Douglas adalah salah satu ekonom paling awal yang menyadari sifat kredit dari uang. Kata kredit berasal dari kata Latin credere, yang artinya "percaya". "Kualitas penting dari uang, adalah, bahwa manusia percaya bahwa ia akan mendapatkan apa yang dia inginkan dengan bantuannya."[17]
Menurut para ekonom, uang adalah alat tukar. Douglas berargumen bahwa hal ini mungkin pernah terjadi ketika sebagian besar kekayaan dihasilkan oleh individu-individu yang kemudian saling menukarkannya satu sama lain. Tetapi pada ekonomi modern, pembagian kerja membagi produksi menjadi beberapa proses, dan kekayaan dihasilkan oleh orang-orang yang saling bekerja sama satu sama lain. Misalnya, seorang pekerja otomotif tidak menghasilkan kekayaan apapun (mobil misalnya) sendirian, melainkan bersama pekerja otomotif lain, pembuat jalan raya, bensin, asuransi, dan lain-lain.
Menurut pendapat ini, kekayaan menjadi kumpulan sumber daya yang dapat diambil semua orang, dengan uang sebagai tiketnya. Efisiensi yang didapat oleh setiap individu yang bekerja sama dalam proses produktif dinamai oleh Douglas sebagai "kenaikan yang belum merupakan pendapatan dari kerja sama" – akumulasi historis yang menyusun apa yang disebut oleh Douglas sebagai warisan budaya. Cara memanfaatkan kumpulan sumber daya ini adalah dengan uang yang didistribusikan oleh sistem perbankan.
Douglas meyakini bahwa uang harus tidak dianggap sebagai sebuah komoditas melainkan sebuah tiket, sebuah alat distribusi produksi.[18] "Ada dua sisi dari pertanyaan tentang tiket yang mewakili sesuatu yang bisa kita sebut, jika kita suka, suatu nilai. Ada dari tiket itu sendiri – uang yang membentuk hal yang kita sebut 'permintaan efektif' – dan ada dari sesuatu yang kami sebut harga yang berlawanan dengannya."[18] Uang adalah permintaan efektif, dan alat untuk mendapatkan kembali uang tersebut adalah melalui harga dan pajak. Ketika modal riil menggantikan tenaga kerja dalam proses modernisasi, uang seharusnya menjadi instrumen distribusi. Gagasan bahwa uang adalah alat tukar berkaitan dengan keyakina bahwa seluruh kekayaan dihasilkan oleh tenaga kerja saat ini di dunia, dan Douglas secara jelas menolak paham ini, dengan menyatakan bahwa warisan budaya masyarakat adalah faktor utama dalam penciptaan kekayaan, yang membuat uang sebagai mekanisme distribusi, bukan alat tukar.
Douglas juga mengklaim bahwa masalah dari produksi, atau kelangkaan, telah lama teratasi. Masalah baru yang muncul adalah terkait distribusi. Namun, selama ekonomi ortodoks masih menjadikan kelangkaan sebagai suatu nilai, bank akan terus meyakini bahwa mereka menciptakan nilai untuk uang yang mereka produksi dengan cara membuatnya menjadi langka.[9] Douglas mengkritisi sistem perbankan pada dua hal:
- karena menjadi semacam bentuk pemerintahan yang memusatkan kekuasaanya selama berabad-abad, dan
- karena mengklaim kepemilikan atas uang yang mereka buat.
Hal yang pertama didentifikasi Douglas sebagai sifat anti-sosial dalam kebijakan.[19] Hal yang kedua diklaim Douglas setara dengan mengklaim kepemilikan atas negara.[20] Menurut Douglas, uang merupakan representasi abstrak dari kredit riil masyarakat, yaitu kemampuan masyarakat untuk memberikan barang dan jasa, kapanpun dan dimanapun dibutuhkan.
Teorema A+B
Pada Januari 1919, "A Mechanical View of Economics" karya C.H. Douglas merupakan artikel pertama yang diterbitkan majalah New Age, disunting oleh Alfred Richard Orage, mengkritisi metode yang umumnya dipakai untuk mengukur aktivitas ekonomi:
Artikel singkat ini tidak bertujuan untuk merendahkan jasa akuntan; pada kenyataannya, dalam kondisi yang ada saat ini, mungkin belum ada pihak yang berbuat lebih banyak untuk membakukan data yang kita gunakan dalam urusan dunia; tetapi kebingungan dalam berpikir yang tidak diragukan lagi muncul dari asumsi ahli pembukuan dan akuntan bahwa dia dan hanya dia sendirilah yang mampu memberikan nilai positif atau negatif pada besaran yang diwakili oleh angka-angkanya adalah salah satu keingintahuan yang luar biasa dari sistem industri; dan upaya untuk melakukan kegiatan-kegiatan besar atas dasar seperti itu tentu saja merupakan kecaman terakhir terhadap metode yang sudah ketinggalan zaman.
Pada tahun 1920, Douglas memperkenalkan teorema A+B dalam bukunya, Credit-Power and Democracy, yang mengkritik metodologi akuntansi yang berkaitan dengan pendapatan dan harga. Pada Edisi Australia keempat tahun 1933, Douglas menyatakan:
Sebuah pabrik atau organisasi produktif lainnya, selain fungsi ekonominya sebagai produsen barang, juga memiliki aspek finansial – di satu sisi dapat dianggap sebagai alat distribusi daya beli kepada individu melalui upah, gaji, dan dividen; dan di sisi lain sebagai penghasil harga – nilai finansial. Dari sudut pandang ini, pembayarannya dapat dibagi menjadi dua kelompok:
- Kelompok A: Semua pembayaran yang dilakukan kepada individu (upah, gaji, dan dividen).
- Kelompok B: Semua pembayaran yang dilakukan ke organisasi lain (bahan mentah, biaya bank, dan biaya eksternal lainnya).
Sekarang laju aliran daya beli ke individu diwakili oleh A, namun karena semua pembayaran masuk ke dalam harga, laju aliran harga tidak boleh kurang dari A+B. Produk dari pabrik mana pun dapat dianggap sebagai sesuatu yang seharusnya dapat dibeli oleh masyarakat, meskipun dalam banyak kasus produk tersebut merupakan produk antara yang tidak berguna bagi individu tetapi hanya untuk manufaktur berikutnya; tetapi karena A tidak akan membeli A+B; sebagian dari produk yang setidaknya setara dengan B harus didistribusikan melalui suatu bentuk daya beli yang tidak termasuk dalam uraian yang dikelompokkan dalam A. Pada tahap selanjutnya akan diperlukan untuk menunjukkan bahwa daya beli tambahan ini disediakan melalui pinjaman kredit atau kredit ekspor.[21]
Diluar bukti empiris, Douglas mengklaim teorema deduktif ini menunjukkan bahwa harga total akan lebih cepat meningkat dibandingkan dengan pendapatan total jika dianggap sebagai aliran. Dalam pamfletnya yang berjudul "The New and the Old Economics", Douglas menjelaskan penyebab dari pembayaran "B":
Saya pikir sedikit pertimbangan akan membuat jelas bahwa dalam pengertian ini biaya overhead adalah biaya apa pun yang daya beli terdistribusinya tidak ada lagi, dan secara praktis ini berarti biaya apa pun yang dihasilkan pada jarak yang lebih jauh di masa lalu dibandingkan periode laju siklus peredaran uang. Tidak ada perbedaan mendasar antara alat dan produk antara, dan oleh karena itu produk setengah jadi dapat dimasukkan.[22]
Pada tahun 1932, Douglas memperkirakan laju siklus peredaran uang yaitu sekitar tiga minggu. Laju siklus peredaran uang mengukur jumlah waktu yang dibutuhkan untuk sebuah pinjaman melewati sistem produktif dan kembali ke bank. Hal ini dapat dihitung dengan menentukan jumlah kliring melalui bank dalam satu tahun dibagi dengan rata-rata jumlah deposito yang ada pada bank (yang jumlahnya tidak terlalu berbeda). Hasilnya adalah berapa kali uang harus diputar untuk menghasilkan angka pada lembaga kliring. Pada kesaksian dihadapan Komite Pertanian Alberta Parlemen Alberta pada tahun 1934, Douglas mengatakan:
Sekarang kita mengetahui bahwa terdapat peningkatan jumlah pungutan yang berasal dari jangka waktu lebih awal dari tiga minggu, dan yang termasuk dalam pungutan tersebut, faktanya, adalah sebagian besar pungutan yang dilakukan sehubungan dengan pembelian dari satu organisasi ke organisasi lainnya, namun semua pungutan seperti pungutan modal (misalnya, pada jalur kereta api yang dibangun satu tahun, dua tahun, tiga tahun, lima atau sepuluh tahun yang lalu, ketika pungutan masih ada), tidak dapat dilikuidasi oleh aliran daya beli yang tidak bertambah volumenya dan berjangka waktu tiga minggu. Konsekuensinya, utang Anda menumpuk, dalam banyak kasus Anda mengalami penurunan daya beli yang setara dengan harga barang yang dijual.[23]
Menurut Douglas, konsekuensi utama dari masalah yang diidentifikasinya melalui teorema A+B adalah peningkatan utang secara eksponensial. Kemudian, ia meyakini bahwa masyarakat dipaksa untuk menghasilkan barang yang tidak dinginkan maupun mampu dibeli oleh konsumen. Pernyataan terakhir merepresentasikan neraca perdagangan yang menguntungkan, yang bermakna suatu negara lebih banyak mengekspor ketimbang mengimpor. Tapi tidak semua negara dapat mencapai hal ini dalam waktu yang sama. Douglas mengajukan bahwa konsekuensi jangka panjang dari kebijakan ini adalah perang dagang, yang biasa berakhir menjadi perang sungguhan – oleh karena itu, peringatan kredit sosial, "Dia yang menyerukan Pekerjaan Penuh menyerukan Perang!", dinyatakan oleh Partai Kredit Sosial Britania Raya dan Irlandia Utara, yang dipimpin oleh John Hargrave. Pernyataan sebelumnya menyatakan produksi modal yang berlebihan dan/atau pembangunan kekuatan militer. Pembangunan kekuatan militer memerlukan penggunaan senjata untuk kekerasan atau akumulasi senjata berlebihan. Douglas meyakini bahwa produksi modal yang berlebihan adalah koreksi sementara, kaerena harga modal juga muncul pada harga barang konsumsi, atau pada pajak, yang nantinya akan memperburuk kesenjangan antara pendapatan dan harga di masa mendatang.
Pertama, barang modal tersebut harus dijual kepada seseorang. Mereka membentuk reservoir ekspor paksa. Barang-barang tersebut, sebagai produk antara, harus masuk ke dalam harga produk-produk akhir berikutnya dan mereka menghasilkan posisi keseimbangan yang paling tidak stabil, karena umur barang-barang modal pada umumnya lebih lama dibandingkan dengan umur barang-barang yang dapat dikonsumsi, atau produk-produk akhir, namun tetap dalam keadaan teratur. untuk memenuhi kebutuhan uang guna membeli barang habis pakai, laju produksi barang modal harus terus ditingkatkan.[24]
Teorema A+B dan pandangan akuntansi biaya terhadap inflasi
Penggantian tenaga kerja dengan modal dalam proses produktif menyiratkan bahwa biaya overhead (B) meningkat sehubungan dengan pendapatan (A), karena "'B' adalah representasi finansial dari pengungkit modal".[21] Sebagaimana yang dinyatakan Douglas pada artikel pertamanya, "The Delusion of Superproduction":[25]
Biaya pabrik – bukan harga jual – barang apa pun dalam sistem industri dan keuangan kita saat ini terdiri dari tiga divisi utama—biaya tenaga kerja langsung, biaya bahan, dan biaya overhead, yang rasionya sangat bervariasi, seiring dengan perkembangan metode produksi. Misalnya saja, seorang pematung yang memproduksi sebuah karya seni dengan bantuan peralatan sederhana dan balok marmer hampir tidak dikenakan biaya overhead, namun tingkat produksinya sangat rendah, sedangkan pabrik pembuatan sekrup modern yang menggunakan mesin otomatis mungkin mempunyai biaya produksi yang sangat tinggi. biaya overhead dan biaya tenaga kerja langsung yang sangat rendah, atau tingkat produksi yang tinggi. Karena peningkatan output industri per individu terutama bergantung pada peralatan dan metode, hampir dapat dikatakan sebagai sebuah hukum bahwa peningkatan produksi berarti rasio biaya overhead terhadap biaya tenaga kerja langsung yang semakin tinggi, dan, terlepas dari alasan yang dibuat-buat, hal ini hanyalah sebuah indikasi dari sejauh mana mesin menggantikan kerja manual, sebagaimana mestinya.
Jika biaya overhead terus meningkat dibandingkan dengan pendapatan, segala upaya untuk menstabilkan atau meningkatkan pendapatan akan mengakibatkan kenaikan harga. Jika pendapatan tetap atau meningkat, dan biaya overhead terus meningkat karena kemajuan teknologi, maka harga, yang sama dengan pendapatan ditambah biaya overhead, juga harus meningkat. Selanjutnya, setiap upaya untuk menstabilkan atau menurunkan harga harus diatasi dengan menurunkan pendapatan menurut analisis ini. Seperti yang ditunjukkan oleh Kurva Phillips, inflasi dan pengangguran merupakan trade-off, kecuali harga diturunkan dari uang yang diperoleh dari luar sistem produktif. Menurut teorema A+B Douglas, masalah sistemik dari kenaikan harga, atau inflasi, bukanlah "terlalu banyak uang untuk mengejar terlalu sedikit barang", namun adalah meningkatnya biaya overhead dalam produksi karena penggantian tenaga kerja dengan modal dalam industri dikombinasikan dengan kebijakan lapangan kerja penuh. Douglas tidak menyatakan bahwa inflasi tidak dapat disebabkan oleh terlalu banyak uang yang mengejar terlalu sedikit barang konsumsi, namun menurut analisisnya hal ini bukan satu-satunya penyebab inflasi, dan inflasi bersifat sistemik menurut aturan akuntansi biaya mengingat biaya overhead terus meningkat relatif terhadap pendapatan. Dengan kata lain, inflasi dapat terjadi meskipun konsumen tidak memiliki daya beli yang cukup untuk membeli kembali seluruh produksi. Douglas menyatakan bahwa ada dua batasan yang mengatur harga, batas bawah yang ditentukan oleh biaya produksi, dan batas atas yang ditentukan oleh harga suatu barang di pasar terbuka. Douglas mengemukakan bahwa inilah alasan mengapa deflasi dianggap sebagai masalah dalam perekonomian ortodoks karena para bankir dan pengusaha cenderung melupakan batas bawah harga.
Kompensasi harga dan dividen nasional
Douglas mengajukan cara untuk menghilangkan kesenjangan antara daya beli dan harga dengan meningkatkan daya beli konsumen melalui kredit yang tidak muncul dalam harga dalam bentuk potongan harga dan dividen. Resminya disebut "Kompensasi Harga" dan "Dividen Nasional (atau Konsumen)", sebuah Kantor Kredit Nasional dibentuk dan ditugasi untuk menghitung besaran potongan dan dividen dengan menentukan neraca nasional, dan menghitung produksi agregat serta statistik konsumsi.
Potongan harga tersebut didasarkan pada pengamatan biaya produksi riil, yang merupakan laju rata-rata konsumsi terhadap laju rata-rata produksi dalam satu jangka waktu ekuivalen.
dimana
- M = uang yang didistribusikan untuk program produksi tertentu,
- C = konsumsi,
- P = produksi.
Biaya fisik dalam memproduksi sesuatu adalah bahan baku dan modal yang digunakan pada proses produksi, ditambah dengan jumlah barang konsumsi yang dipakai tenaga kerja pada saat produksi. Konsumsi total ini menggambarkan biaya fisik, atau riil dari produksi.
dimana
- Konsumsi = biaya barang konsumsi,
- Depresiasi = depresiasi modal riil,
- Kredit = kredit yang dihasilkan,
- Produksi = biaya total produksi.
Karena lebih sedikit input yang dikonsumsi untuk memproduksi satu unit output dengan setiap peningkatan pada proses, maka biaya produksi riil akan menurun seiring waktu. Sebagai hasilnya, harga juga ikut turun seiring waktu. "Ketika kapasitas masyarakat untuk menyediakan barang dan jasa meningkat karena penggunaan pabrik dan juga karena kemajuan saintifik, dan berkurang karena produksi, pemeliharaan, atau depresiasinya, kita dapat mengeluarkan kredit, dalam bentuk biaya, dengan tingkat yang lebih besar daripada tingkat bunga yang ada dimana kita mengambilnya kembali melalui harga produk akhir, jika kapasitas untuk memasok individu melebihi keinginan."[21]
Berdasarkan kesimpulan bahwa biaya riil produksi akan lebih rendah dibandingkan biaya finansial produksi, potongan harga yang diusulkan Douglas (Kompensasi Harga) ditentukan dari rasio konsumsi terhadap produksi. Karena konsumsi dalam jangka waktu tertentu umumnya lebih rendah dari produksi pada jangka waktu yang sama di masyarakat industri mana pun, maka biaya riil suatu produk akan lebih rendah dari biaya finansialnya.
Sebagai contoh, jika harga pokok suatu barang adalah Rp. 100.000, dan rasio konsumsi terhadap produksi adalah 3/4, maka harga riil barang tersebut adalah Rp. 100.000(3/4) = Rp. 75.000. Hasilnya, jika seorang konsumen menghabiskan Rp. 100.000 untuk sebuah barang, maka Otorita Kredit Nasional akan memotong harga konsumen sebesar Rp. 25.000. Kosumen dikenai harga Rp.75.000 untuk barang tersebut, penjual menerima Rp. 100.000, dan konsumen mendapat potongan sebesar Rp. 25.000 melalui kredit baru yang dibuat oleh Otorita Kredit Nasional.
Dividen Nasional dibenarkan oleh penggantian tenaga kerja dalam proses produksi sebagai akibat dari kemajuan teknologi dalam produktivitas. Seiiring dengan digantikannya tenaga kerja manusia oleh mesin pada proses produksi, Douglas meyakini bahwa orang harus bebas mengonsumsi sembari menikmati waktu senggang yang bertambah, dan Dividen tersebut akan memberikan kebebasan ini.
Referensi
- ^ "Clifford Douglas". Encyclopædia Britannica. Diarsipkan dari versi asli tanggal 6 September 2021. Diakses tanggal 6 September 2021.
- ^ Douglas, C.H. (1974). Economic Democracy (edisi ke-Fifth Authorised). Epsom, Surrey, England: Bloomfield Books. hlm. 18. ISBN 978-0-904656-06-0. Diakses tanggal 12 November 2008.
- ^ Douglas, C.H. (1954). "Cover". The Douglas Quarterly Review. The Fig Tree, New Series. 1 (June). Belfast, Northern Ireland: K.R.P. Publications (dipublikasikan tanggal 1954–1955). Cover.
- ^ Micah 4:4
- ^ Douglas, C.H. (1933). Major C.H. Douglas Speaks (PDF). Sydney: Douglas Social Credit Association.
- ^ Douglas, C. H. "The Approach to Reality" (PDF). The Australian League of Rights. Diakses tanggal 27 February 2008.
- ^ Keynes, John M. (1936). The General Theory of Employment, Interest and Money. London: MacMillan & Co Ltd. hlm. 32, 98–100, 370–371. ISBN 978-1-56000-149-2.
- ^ Douglas, C.H. (22 Januari 1934). The Monopolistic Idea (PDF). Melbourne, Australia: The Australian League of Rights.
- ^ a b Douglas, C.H. (1933). Social Credit (PDF). London: Eyre & Spottiswoode (Publishers) Ltd. ISBN 978-0-9501126-1-9.
- ^ Douglas, C.H. (1919). "A Mechanical View of Economics" (PDF). The New Age: A Weekly Review of Politics, Literature, and Art. XXIV (9): 136.
- ^ Douglas, C.H. (1920). Economic Democracy (PDF). London: Cecil Palmer. ISBN 978-0-904656-06-0.
- ^ Douglas, C.H (1935). Warning Democracy (PDF). London.
- ^ "Cow Words Part # 1". billcasselman.com. 2016-03-08.
- ^ Pollock, Fredrick (1996). The History of English Law Before the Time of Edward I. Lawbook Exchange Ltd.
- ^ Douglas, C.H. "The Working of the Money System". Social Credit.
- ^ The Bank in Brief: Canada's Money Supply (PDF). Bank of Canada.
- ^ Douglas, C.H (1927). Engineering, Money, and Prices (PDF). Institution of Mechanical Engineers.
- ^ a b Douglas, C.H. (1927). Address at St. James Theatre, Christchurch, New Zealand. Melbourne: The Australian League of Rights.
- ^ Douglas, C.H (1935). First Interim Report on the Possibilities of the Application of Social Credit Principles to the Province of Alberta (PDF). Edmonton: W. D. McLean, King's Printer.
- ^ Douglas, C.H (1937). Dictatorship by Taxation (PDF).
- ^ a b c Douglas, C.H (1933). Credit-Power and Democracy (PDF). London: Cecil Palmer.
- ^ Douglas, C.H. (1932). The New and the Old Economics (PDF). Sydney: Tidal Publications.
- ^ Douglas, C.H. (1934). The Douglas System of Credit: Evidence Taken by the Agricultural Committee of the Alberta Legislature (PDF). Edmonton: W.D. McLean, King's Printer.
- ^ Douglas, C.H. (1925). "A+B and the Bankers" (PDF). The New Age.
- ^ Douglas, C.H. (1918). The Delusion of Super-Production (PDF). London: The English Review.