Masjid Keramat Banua Halat

masjid di Indonesia
Revisi sejak 11 Juni 2024 02.21 oleh Wadaihangit (bicara | kontrib) (Menambah Kategori:Masjid di Kabupaten Tapin menggunakan HotCat)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Masjid Banua Halat adalah salah satu masjid tertua di Kalimantan Selatan yang berada di desa Banua Halat Kiri, Kecamatan Tapin Utara, Kabupaten Tapin. Masjid ini berjarak sekitar 120 km dari ibu kota provinsi Kalimantan Selatan, Banjarmasin.

Masjid Banua Halat
Agama
AfiliasiIslamSunni
DistrikTapin Utara
ProvinsiKalimantan Selatan
Lokasi
LokasiIndonesia Tapin, Indonesia
Arsitektur
TipeMasjid
Gaya arsitekturBanjar
Rampung1840
Bahan bangunanUlin

Sejarah

sunting
 
Tampak depan Masjid Keramat Banua Halat
 
Masjid Keramat Banua Halat
 
Bentuk atap lancip merupakan ciri khas dari Masjid bersejarah di Kalimantan Selatan
 
Bagian atap Masjid Keramat Banua Halat

Tidak diketahui pasti kapan masjid ini dibangun. Menurut sejarah, masjid yang dikeramatkan tersebut dibangun H. Syafrullah atau yang dikenal orang terdahulu sebagai Datu Ujung (dalam versi lain ada yang juga menyebutkan kalau masjid ini didirikan oleh Haji Mungani Salingnata pada tahun 1840). Datu Ujung ini memiliki kehebatan yang masih dikenal sampai sekarang, yaitu tiang miring. Tiang ini menjadi salah satu tiang utama di masjid tersebut.

Sebagai tokoh masyarakat yang dikenal, Datu Ujung bersama masyarakat membangun masjid keramat untuk tempat ibadah masyarakat sekitar. Saat pembangunan masjid tersebut tiang-tiang masjid dicari Datu Ujung ke desa Batung, Kecamatan Piani. Menurut sejarah pula, tiang-tiang itu hanya ditendang Datu Ujung dengan kesaktiannya hingga bisa dihanyutkan ke sungai dan sampai di depan Masjid Keramat yang berada di pinggiran Sungai Tapin.

Setelah masjid selesai, warga mengadakan selamatan. Saat selamatan itu ternyata ikan untuk di makan warga kurang, lalu Datu Ujung berpesan kepada warga untuk jangan makan dahulu sebelum ia datang karena Datu Ujung akan mengambil ikan di Negara, Hulu Sungai Selatan. Warga pun tidak percaya, mengingat jarak antara Banua Halat dengan Negara sangat jauh, mustahil kalau harus menunggu Datu Ujung kembali dalam waktu singkat. Walhasil warga pun makan duluan, saat itulah Datu Ujung muncul dengan membawa banyak ikan.

Melihat warga yang tidak mengindahkan pesannya tersebut, membuat Datu Ujung jadi marah hingga dia menghentakkan kakinya ke tanah hingga menimbulkan bekas tanah yang miring. Hingga sekarang, bekas pijakan tanah tersebut yang berada di di bagian pojok kanan masjid masih membekas.

Mengeluarkan minyak

sunting

Di salah satu tiang masjid, terdapat sebuah tiang yang mengeluarkan minyak. Tidak diketahui pasti kapan minyak itu keluar dan sebabnya. Banyak pengunjung masjid yang takjub akan hal itu. Bahkan mereka berebut mengelus sebuah tiang berminyak itu dengan kapas, tisu hingga lembaran uang kertas. Berbagai niat dan permintaan pun mereka utarakan saat mengusap tiang itu.[1]

Sempat dibakar

sunting

Masjid ini pernah dibakar oleh Belanda. Pada saat terbakar, hampir seluruh material bangunan masjid yang berada di tepian sungai itu ludes. Yang tersisa hanya satu tiang utama yang kini terus mengeluarkan minyak itu. Kemudian, pada tahun 1862 Masjid Al-Mukarromah dibangun kembali.[1]

Peristiwa unik

sunting

Pada tahun 1935, saat lantai masjid ditegel dan dalam tahap akhir, datang seorang pengunjung bernama Ibu Zahra dari Balikpapan ke Masjid Keramat Banua Halat. Baru saja masuk ke masjid, tiba-tiba saja Ibu Zahra dirasuki Datu Ujung dan berkata, "tolong bekas kedudukanku jangan diratakan, sebab itu menjadi ciri khas masjid ini”.

Tidak hanya itu, Datu Ujung juga berpesan apabila ada orang yang berziarah ke masjid ini, biar tidak ketemu Datu tetapi masih bisa melihat sebuah tiang kayu ulin masjid yang menjadi peninggalan yang dikeramatkan sampai sekarang.

Cerita lainnya, masjid ini memiliki tajau (bejana) besar sebanyak 3 buah yang berasal dari abad 10 – 11 dinasti Tsung. Namun sekarang tersisa 2, sebab salah satunya pecah. Tajau ini pun dipercaya warga sebagai tempat memandikan bayi dan orang yang ingin sembuh dari suatu penyakit. Bahkan sudah banyak yang terbukti kebenarannya. Selain itu tajau dulunya hingga sekarang masih dipergunakan untuk berwudhu bagi para jamaah.

Sementara itu, kisah yang pernah terjadi di masjid ini adalah saat masjid ini pernah kehilangan sebuah jam dinding kuno yang besar, dicuri si "tangan panjang" pada tahun 1975. Sehari usai jam besar tersebut dicuri, keesokan harinya jam tersebut dikembalikan orang yang mengambilnya ke tempat semula, dan anehnya orang tersebut menjadi hilang ingatan alias gila hingga akhirnya meninggal dunia.

Hingga sekarang masjid ini masih dikeramatkan, setiap hari selalu ada saja peziarah yang datang dan membaca doa selamat di masjid ini. Bahkan, setiap datangnya bulan mualidurrasul, di masjid ini digelar upacara adat baayun mulud massal yang pesertanya mencapai 700 orang, tidak hanya anak tetapi orang dewasa juga.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ a b Banjarmasin Post - Tiang Masjid di Tapin Selalu Keluarkan Minyak[pranala nonaktif permanen]. Banjarmasin Post. Diakses pada 16 April 2010
  2. ^ Sejarah Masjid Al-Mukarromah Banua Halat.[pranala nonaktif] Radar Banjar. Diakses pada 16 April 2010

Pranala luar

sunting