Sains terbuka

Revisi sejak 21 Juni 2024 20.25 oleh Fafau06 (bicara | kontrib) (Gambar yang ditambahkan #suggestededit-add-image-top)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sains terbuka secara konseptual adalah ilmu pengetahuan yang transparan dan bisa diakses siapapun yang memungkinkan, yang tersebar dan berkembang melalui berbagai jaringan kerja sama.[1][2] Dalam pengertiannya sebagai sebuah aksi sains terbuka didefinisikan sebagai sebuah gerakan yang bertujuan agar penelitian ilmiah dalam bentuk data dan publikasi dapat diakses oleh masyarakat luas dari berbagai kalangan yang membutuhkan.[3]

Pillars of Open Science, UNESCO (2021)

Sains terbuka juga menjadi istilah generik untuk beberapa konsep terbuka lainnya, yaitu, akses terbuka (open access), data terbuka (open data), kutipan terbuka (open citation), sumber terbuka (open source).[4]

Latar belakang

sunting

Sains secara luas dipahami sebagai pengumpulan, analisis, penerbitan, analisis ulang, mengkritik, dan penggunaan kembali data. Pegiat sains terbuka mengidentifikasi sejumlah hambatan yang menghalangi penyebaran data ilmiah secara luas.[5] Hal tersebut di antaranya termasuk pembayaran biaya penerbit penelitian nirlaba, pembatasan penggunaan yang diterapkan oleh penerbit data, pemformatan data yang buruk atau penggunaan perangkat lunak berbayar yang membuatnya sulit untuk digunakan kembali, dan keengganan budaya untuk memublikasikan data karena takut akan kehilangan kendali atas bagaimana informasi tersebut digunakan.[5][6]

Prinsip

sunting

Enam prinsip sains terbuka adalah:[7]

Manfaat

sunting

Manfaat praktis Sains Terbuka:[8]

  • Bagi ilmu pengetahuan, sains terbuka menciptakan proses riset yang lebih transparan, lebih mudah diverifikasi, lebih cepat, lebih efisien, lebih reproduktif dan berkelanjutan dan, oleh karena itu, mendorong akselerasi pengembangan pengetahuan.
  • Bagi kalangan usahawan, sains terbuka meningkatkan kapasitas inovatif karena mereka mendapatkan manfaat langsung dari informasi publik dan memanfaatkannya, kemudian memadukannya dengan pengetahuan mereka untuk mengembangkan produk dan proses yang inovatif.
  • Bagi masyarakat umum, organisasi sosial, pemerintah, para guru, praktisi medis, pasien dan kelompok maupun individu yang berada di luar lingkup sains akan mendapatkan manfaat dari sains terbuka karena mereka dapat mengakses dan memanfaatkan informasi ilmiah secara langsung.

Sains Terbuka memberikan kebebasan bagi peneliti dan mendorong kreativitas mereka [9]

Sains Terbuka di Indonesia

sunting

Di Indonesia, sains terbuka memiliki peta jalan (roadmap) yang disusun oleh sejumlah pegiatnya meskipun belum diadopsi secara resmi oleh Pemerintah.[10] Peta jalan sains terbuka Indonesia merupakan pedoman dunia riset dan publikasi ilmiah Indonesia untuk tidak mengarah kepada sains tertutup (closed science) yang dicirikan dengan (1) dianutnya dogma indikator bilbiometrik dari pangkalan data publikasi ilmiah komersial, (2) adanya insentif untuk manipulasi indikator, (3) munculnya industri konferensi dan penyalahgunaan sitasi sebagai akibat dari manipulasi, serta (4) munculnya otoritas kepakaran palsu.[11]

Sains terbuka di Indonesia menggunakan prinsip serta mendukung kebebasan akademik yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; oleh karena kebebasan akademik merupakan kualitas esensial dari universitas berkelas dunia, maka sains terbuka merupakan salah satu kunci utama bagi pendidikan tinggi Indonesia untuk menuju ke sana.[12] Dalam mendiskusikan terminologi universitas berkelas dunia, sains terbuka di Indonesia tidak memaksudkannya sebagai universitas yang masuk dalam pemeringkatan lembaga tertentu, melainkan universitas yang (1) mampu membebaskan pengetahuan bagi masyarakat luas, (2) menghargai keragaman cara pandang, konteks, dan bahasa ketika melakukan, menilai dan memanfaatkan penelitian, (3) berhati-hati ketika melakukan impor metodologi riset, serta (4) mengutamakan makna sebuah penelitian secara kualitatif bagi kesejahteraan masyarakat.[13]

Masyarakat luas diharapkan dapat merasakan manfaat hasil penelitian yang didanai oleh publik. Hal ini merujuk kepada Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 46, ayat 2: “Hasil penelitian wajib disebarluaskan …” [14] Selanjutnya, Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek) mengamanatkan visibilitas dan pelestarian data riset dalam Pasal 40, ayat 1, wajib serah dan wajib simpan atas seluruh data primer dan keluaran hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan.[15] Dalam lingkup yang lebih luas, Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, Pasal 27 dinyatakan: “Setiap orang berhak untuk … turut merasakan kemajuan dan manfaat ilmu pengetahuan”.[16]

Oleh karena sains terbuka belum menjadi arus utama praktik sains yang dinyatakan secara eksplist dalam kebijakan pendidikan dan riset nasional, salah satu kendala yang dialami adalah masalah pendanaan, sebagaimana diungkap oleh majalah ilmiah internasional terkemuka Nature. Pada 2018, Nature memberitakan bahwa para ilmuwan Indonesia telah memiliki kanal diseminasi hasil-hasil riset terbaru mereka melalui sebuah peladen pracetak (preprint server) yang bernama INA-Rxiv dalam naungan Open Science Framework (OSF).[17] Pada 2020, Nature memberitakan bahwa INA-Rxiv berhenti beroperasi karena masalah finansial namun dengan semangat kebersamaan dari para pegiat sains terbuka, INA-Rxiv digantikan dengan Repositori Ilmiah Nasional (RIN), kini RINarxiv dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).[18] Transformasi INA-Rxiv menjadi RINarxiv merupakan konsekuensi dari manifesto bersama "Mendemokratisasikan Pengetahuan untuk Mimpi Kita" (Democratizing Knowledge for Our Dream)[19] yang diekspresikan oleh para pegiat sains terbuka di Indonesia.

Referensi

sunting
  1. ^ Fecher, Benedikt; Friesike, Sascha (2013-12-17). Opening Science. Cham: Springer International Publishing. hlm. 17–47. ISBN 978-3-319-00025-1. 
  2. ^ Mirowski, Philip (2018-04). "The future(s) of open science". Social Studies of Science. 48 (2): 171–203. doi:10.1177/0306312718772086. ISSN 0306-3127. 
  3. ^ Vicente-Saez, R., & Martinez-Fuentes, C. (2018). Open Science now: A systematic literature review for an integrated definition. Journal of Business Research, 88, 428-436. http://dx.doi.org/10.1016/j.jbusres.2017.12.043
  4. ^ Irawan, Dasapta Erwin; Rachmi, Cut Novianti; Irawan, Hendy; Abraham, Juneman; Kusno, Kustiati; Multazam, Mochammad Tanzil; Rosada, KeuKeu Kaniawati; Nugroho, Septriono Hari; Kusumah, Galih (2017-06-26). "Penerapan Open Science di Indonesia agar riset lebih terbuka, mudah Diakses, dan Meningkatkan Dampak Saintifik". Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 13 (1): 25. doi:10.22146/bip.17054. ISSN 2477-0361. 
  5. ^ a b Molloy, Jennifer C. (2011-12-06). "The Open Knowledge Foundation: Open Data Means Better Science". PLoS Biology. 9 (12). doi:10.1371/journal.pbio.1001195. ISSN 1544-9173. PMC 3232214 . PMID 22162946. 
  6. ^ Bosman, Jeroen (2017-03-26). "Defining Open Science Definitions". I&M / I&O 2.0 (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2020-12-25. 
  7. ^ "Open Science". openscienceASAP (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-12-25. 
  8. ^ https://www.openscience.nl/en/open-science/why-open-science/index[pranala nonaktif permanen]
  9. ^ Frankenhuis, W. E., & Nettle, D. (2018). Open Science Is Liberating and Can Foster Creativity. Perspectives on Psychological Science, 13(4), 439-447. http://dx.doi.org/10.1177/1745691618767878
  10. ^ Irawan, Dasapta Erwin; Abraham, Juneman; Zein, Rizqy Amelia; Gutam, Sridhar. "India's plan to pay journal subscription fees for all its citizen may end up making science harder to access". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-09-12. 
  11. ^ Irawan, Dasapta Erwin; Abraham, Juneman; Dalimunthe, Surya. "Jalan evolusi bibliometrik Indonesia". The Conversation (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-09-12. 
  12. ^ Abraham, Juneman. Kajian Pendidikan Tinggi Indonesia 2018. 
  13. ^ Irawan, Dasapta Erwin; Abraham, Juneman (2021-03-30). "Set Them Free". Commonplace (dalam bahasa Inggris). doi:10.21428/6ffd8432.5ee70f55. 
  14. ^ UU RI tentang Pendidikan Tinggi, Nomor 12 Tahun 2012 Lembaran Negara Republik Indonesia No. 158 (2012). Retrieved from http://ditjenpp.kemenkumham.go.id/arsip/ln/2012/uu12-2012bt.pdf Diarsipkan 2018-11-26 di Wayback Machine.
  15. ^ "LIPI Perkuat Manajemen Data untuk Sains Terbuka". Republika Online. 2020-10-07. Diakses tanggal 2021-09-12. 
  16. ^ Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia https://www.komnasham.go.id/files/1475231326-deklarasi-universal-hak-asasi--$R48R63.pdf
  17. ^ Shih, Ivy (2018-01-05). "Indonesian scientists embrace preprint server". Nature (dalam bahasa Inggris). 553 (7687): 139–139. doi:10.1038/d41586-017-08838-6. 
  18. ^ Mallapaty, Smriti (2020-02-13). "Popular preprint servers face closure because of money troubles". Nature (dalam bahasa Inggris). 578 (7795): 349–349. doi:10.1038/d41586-020-00363-3. 
  19. ^ Post, The Jakarta. "Democratizing knowledge for our dream". The Jakarta Post (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-09-12.