Djoko Setiadi
Djoko Setiadi adalah seorang perwira dan birokrat Indonesia kelahiran Surakarta. Ia lahir dari keluarga sederhana dan memiliki delapan saudara. Djoko menempuh pendidikan SMA di Jakarta dan tinggal bersama kakak kandungnya. Selepas SMA, ia terkendala biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada 1977, Djoko mendapat informasi tentang Akademi Sandi Negara (Aksara) di surat kabar. Ia merupakan salah satu yang berhasil lolos dari ratusan pendaftar.
Djoko lulus dari Aksara pada 1980. Setelah lulus dari Aksara, Djoko meniti karier di TNI. Ia lulus dari pendidikan TNI pada 1981. Saat berpangkat letnan dua, Djoko pernah ditugaskan ke Kalimantan Barat selama 8 tahun. Di Kalimantan, ia bertemu dengan istrinya, Kyatti Imani, dan dikaruniai dua putri kembar. Djoko kemudian ditugaskan di Kementerian Luar Negeri. Pada 1990, Djoko lulus dan ditempatkan di Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri.
Djoko bertugas di Turki selama 4,5 tahun, yang saat itu sedang mengalami Perang Teluk di daerah Irak. Sekembali dari Turki, ia ditugaskan di Pusintelad, dan kemudian Kodam I/BB di Medan. Dalam perjalanan kariernya, ia bersekolah di Seskoad selama 11 bulan dan ditempatkan di Paspampres selama 4 tahun.
Djoko kemudian pindah tugas ke Lembaga Sandi Negara. Pada mulanya, ia bertugas di Direktorat Pengamanan Sinyal di Ciseeng. Djoko kemudian menjabat Deputi Pengaman Persandian (Deputi III). Pada 2018, Djoko dilantik menjadi Kepala Lembaga Sandi Negara.[1]