Lapangan Ikada
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Lapangan Ikada merupakan sebuah lapangan di bagian pojok timur Lapangan Merdeka (atau pada saat itu disebut Medan Merdeka). Jauh sebelum kawasan Senayan dibangun, Lapangan Ikada yang sebelumnya dikenal sebagai Lapangan Gambir, sudah menjadi pusat kegiatan olahraga bagi masyarakat Jakarta saat itu. Nama Lapangan Ikada baru muncul pada masa pendudukan Jepang tahun 1942.
Stadion Ikada dulunya berdiri di atas lapangan ini, yang didesain oleh pionir arsitek modern Indonesia Liem Bwan Tjie. Diresmikan pada tahun 1951, Stadion Ikada ditutup pada tahun 1962 dan kemudian dirobohkan pada tahun 1963 untuk ditempati Monumen Nasional.
Ikada sendiri merupakan singkatan dari Ikatan Atletik Djakarta. Di sekitar kawasan tersebut terdapat sejumlah lapangan sepak bola milik klub sepak bola era 1940-an dan 1950-an seperti Hercules, VIOS (Voetbalbond Indische Omstreken Sport) dan BVC, yang merupakan kesebelasan papan atas kompetisi BVO (Batavia Voetbal Organisatie). Setelah kemerdekaan, kesebelasan tersebut digantikan oleh Persija Jakarta. Selain lapangan sepak bola, di sekitarnya terdapat pula lapangan hoki dan lapangan pacuan kuda untuk militer kavaleri.
Sebelum Stadion Gelora Bung Karno selesai dibangun untuk menyambut Asian Games IV tahun 1962, Ikada merupakan tempat latihan dan pertandingan PSSI. Pada acara Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-2 tahun 1952, dibangun Stadion Ikada di sebelah selatan lapangan ini.
Lapangan ini oleh Gubernur-Jenderal Herman Williem Daendels (1818) mula-mula dinamakan Champ de Mars karena bertepatan penaklukan Belanda oleh Napoleon Bonaparte. Ketika Belanda berhasil merebut kembali negerinya dari Prancis, namanya diubah menjadi Koningsplein (Lapangan Raja). Sementara rakyat lebih senang menyebutnya Lapangan Gambir, yang kini diabadikan untuk nama stasiun kereta api di dekatnya.[1]
Sempat Menjadi Pilihan Tempat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Lapangan Ikada menyaksikan momen bersejarah ketika Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta mengumumkan kemerdekaan Indonesia dari penjajahan Belanda pada 17 Agustus 1945.[2]
Detik-detik menuju Proklamasi Kemerdekaan Indonesia penuh ketegangan, dengan golongan tua dan muda bekerja bersama menyusun naskah Proklamasi hingga larut malam.
Meskipun naskah telah siap, rencana untuk mengumumkan Proklamasi di Lapangan Ikada dibatalkan karena keamanan, setelah pihak Jepang mengetahui rencana tersebut.
Sebagai gantinya, Proklamasi Kemerdekaan diumumkan secara mendadak di halaman rumah Bung Karno di Jalan Pegangsaan Timur 56, demi alasan keamanan karena informasi telah tersebar kepada pihak Jepang.
Meski demikian, tidak semua pejuang kemerdekaan dapat hadir pada momen bersejarah tersebut, termasuk Soekarni, Chairul Saleh, Soebarjo, dan B.M. Diah.
Catatan
VIOS mempunyai lapangan sendiri bernama Viosveld (Lapangan Vios), kini Stadion Menteng. Sekarang lapangan ini terletak di jalan HOS Cokroaminoto No.87, Jakarta.
Referensi
- ^ "GAMBIR". Diakses tanggal 2022-12-27.
- ^ "Dari Proklamasi Sampai Rapat Raksasa" (PDF). Dinas Kebudayaan Jakarta. 2024-04-15. Diakses tanggal 2024-04-16.