Kemalisme

Revisi sejak 12 Juli 2024 12.32 oleh Haffizemir (bicara | kontrib) (Penambahan subbab "Reformisme" dan "Nasionalisme")

Kemalisme (bahasa Turki: Kemalizm, secara arkais disebut juga Kamâlizm[1]), yang juga dikenal dengan sebutan Atatürkisme (bahasa Turki: Atatürkçülük, Atatürkçü düşünce), adalah ideologi pendirian resmi Republik Turki yang didasarkan pada gagasan dan warisan Mustafa Kemal Atatürk.[2] Ideologi ini disimbolkan dengan Enam Anak Panah (bahasa Turki: Altı Ok).

Kemalisme yang digambarkan dalam Enam Anak Panah.

Kemalisme, seperti yang diimplementasikan oleh Mustafa Kemal Atatürk, didefinisikan dengan reformasi pembersihan politik, sosial, budaya dan agama yang dirancang untuk memisahkan negara Turki baru dari pendahulu Ottoman-nya dan menerapkan cara hidup yang di-Westernisasi,[3] termasuk pendirian demokrasi, kesetaraan sipil dan politik untuk wanita, sekularisme, dukungan negara terhadap ilmu pengetahuan dan pendidikan bebas, yang beberapa diantaranya pertama kali diperkenalkan ke Turki pada masa kepresidenan Atatürk dalam reformasi-reformasinya.

Asal usul

Gagasan Mustafa Kemal Atatürk berasal dari para filsuf era Pencerahan, sejarah revolusioner Eropa, dan pengalaman pribadinya sebagai seorang warga negara, tentara, dan revolusioner pada hari-hari terakhir Kesultanan Ottoman.

Beberapa reformasi yang dilakukan untuk mencegah keruntuhan Kesultanan, bermula awalnya dari reformasi Tanzimat pada abad ke-19.[4] Gerakan Ottoman Muda di pertengahan abad mencoba membentuk sebuah ideologi nasionalisme Ottoman, atau Ottomanisme, untuk melawan kebangkitan nasionalisme etnis di Kesultanan dan mengenalkan konsep demokrasi terbatas untuk pertama kalinya sembari mempertahankan pengaruh Islamis. Dengan kemunduran mereka dibawah rezim absloutis Sultan Abdul Hamid II, gerakan Turki Muda melanjutkan warisan mereka di awal abad ke-20. Masa pertumbuhan Atatürk dihabiskan di Salonica era Hamid. Pada saat masih bertugas di Angkatan Darat, ia bergabung dengan Komite Persatuan dan Kemajuan (CUP), yang memperjuangkan konstitusionalisme melawan absolutisme Hamid, dan meninggalkan konsep nasionalisme Ottoman untuk nasionalisme Turki, dengan mengadopsi pandangan politik sekuler (lihat Ittihadisme).

Atatürk tidak berperan penting dalam Revolusi Turki Muda tahun 1908, yang mengembalikan konstitusi, walaupun ia memegang peranan kunci dalam menurunkan Abdul Hamid pada Insiden 31 Maret. Pada Masa Konstitusional Kedua, persaingan antara İsmail Enver dan Ahmad Cemal membuatnya jauh dari kekuasaan: Komite Pusat CUP. Hal ini juga disebabkan ketidaksetujuan Atatürk pada kebijakan radikal para anggota CUP. Namun hal ini memungkinkan dia untuk megamati keberhasilan dan kekurangan CUP dalam menjalankan programnya. Selama Perang Dunia I, karir militernya melesat karena berperan pada Kampanye Gallipoli, dan di akhir perang ia adalah Pasha yang memimpin tiga komando tentara di Front Suriah.

Setelah kekalahan Kesultanan Ottoman -dan pembubaran CUP- di akhir perang, Atatürk memimpin kampanye militer melawan rencana Sekutu memisahkan Anatolia dan Trakia Timur yang dikenali sebagai Perang Kemerdekaan Turki. Konflik ini kemudian menjadi revolusi, dengan pendirian pemerintahan alternatif di Ankara di tahun 1923 yang membubarkan Kesultanan dan memproklamasikan Republik Turki. Dalam masa kepresidenannya selama 15 tahun, banyak reformasi besar-besaran yang dilakukan untuk memajukan agenda sekuler, republik, dan kesatuan bagi Republik Turki.[5] Doktrin Atatürk kemudian ditanamkan dalam Konstitusi sebagai ideologi negara pada tahun 1937.[6]

Prinsip

Atatürk menahan diri untuk tidak bersikap dogmatis dan menggambarkan bahwa ideologinya didasari oleh sains dan logika.[7]

Terdapat enam prinsip (ilke) dari ideologi tersebut: Republikanisme (bahasa Turki: cumhuriyetçilik), Populisme (bahasa Turki: halkçılık), Nasionalisme (bahasa Turki: milliyetçilik), Laisisme (bahasa Turki: laiklik), Statisme (bahasa Turki: devletçilik), dan Reformisme (bahasa Turki: inkılapçılık). Secara bersamaan, prinsip tersebut mewakili semacam gagasan Jacobinisme, yang didefinisikan oleh Atatürk sebagai metode yang menggunakan despotisme politik untuk menghancurkan despotisme sosial yang lazim di kalangan penduduk Muslim Turki yang berpikiran tradisional, yang disebabkan, menurutnya, oleh kefanatikan para ulama.[8]

Republikanisme

Republikanisme (bahasa Turki: cumhuriyetçilik) dalam kerangka ideologi Kemalis menggantikan monarki Dinasti Ottoman dengan negara hukum, kedaulatan rakyat, dan nilai-nilai kewarganegaraan, termasuk penekanan pada kebebasan bagi warga negara. Republikanisme Kemalis mendefinisikan suatu republik konstitusional, dimana perwakilan rakyat dipilih, dan memerintah menurut aturan konstitusional yang ada yang membatasi kuasa pemerintah atas rakyat. Kepala negara dan pejabat lainnya dipilih melalui pemilihan umum alih-alih mewarisi jabatan mereka, dan keputusan mereka tunduk pada hukum. Dalam mempertahankan perubahan dari Negara Ottoman, Kemalisme menegaskan bahwa semua hukum di Republik Turki haruslah didasari pada kebutuhan aktual di muka Bumi sebagai asas dasar dari kehidupan nasional[9]. Kemalisme menganjurkan sistem republik sebagai sistem terbaik yang mewakili keinginan rakyat.

Dari semua jenis republik, republik Kemalis adalah republik yang berlandaskan demokrasi perwakilan, liberal[10][11][12], dan parlementer dengan parlemen yang dipilih dalam pemilihan umum, presiden sebagai kepala negara dipilih oleh parlemen dan menjabat dalam periode yang dibatasi, perdana menteri ditunjuk oleh presiden, dan menteri lain ditunjuk oleh parlemen. Presiden tidak memiliki kekuasaan eksekutif langsung, tetapi memiliki hak veto terbatas, dan hak menyelenggarakan referendum. Urusan sehari-hari pemerintahan dijalankan oleh Kabinet Menteri yang terdiri dari perdana menteri dam menteri lainnya. Terdapat pemisahaan kekuasaan antara eksekutif (presiden dan Kabinet), legislatif (Parlemen), dan yudikatif, dimana tidak ada cabang pemerintahan yang memiliki otoritas atas cabang lainnya—meskipun parlemen ditugaskan untuk mengawasi Kabinet, yang dapat dipaksa mundur dengan mosi tidak percaya.

Republik Kemalis adalah negara kesatuan dimana tiga lembaga negara memerintah sebagai satu kesatuan, dengan lembaga legislatif yang dibentuk secara konstitusional. Dalam beberapa hal, kekuasaan politik pemerintah didelegasikan ke tingkat yang lebih rendah, kepada majelis terpilih lokal yang diwakili oleh walikota, namun pemerintah pusat tetap mempertahankan peran utama dalam memerintah.

Populisme

Populisme (bahasa Turki: halkçılık) didefinisikan sebagai sebuah revolusi sosial yang bertujuan memindahkan kekuasaan politik pada warga negara. Populisme Kemalis tidak hanya bertujuan untuk membentuk kedaulatan rakyat tetapi juga pengalihan transformasi sosio-ekonomi untuk menciptakan negara populis yang sebenarnya. Namun, Kemalisme menolak perjuangan kelas dan kolektivisme.[13] Populisme Kemalis percaya bahwa identitas nasional berada di atas segalanya. Populisme Kemalis membayangkan sebuah sosialitas yang menekankan kolaborasi kelas dan persatuan nasional seperti solidarisme. Populisme di Turki bertujuan untuk membentuk kekuatan pemersatu yang membentuk rasa sebuah negara Turki dan kekuatan rakyat yang membawa persatuan baru tersebut.[14]

Populisme Kemalis adalah perpanjangan dari gerakan modernisasi Kemalis, yang bertujuan membuat Islam cocok dengan negara-bangsa modern. Hal ini juga termasuk pengawasan negara terhadap organisasi dan sekolah agama. Mustafa Kemal berkata "setiap orang perlu tempat untuk belajar agama dan keyakinan; tempat itu adalah mektep, bukan madrasa." Hal ini dilakukan untuk melawan "korupsi" ajaran Islam oleh para ulama. Kemal percaya bahwa pada masa Ottoman, ulama telah menyalahgunakan kekuasaan jabatan mereka dan memanipulasi ajaran agama untuk kepentingan pribadi mereka. Hal yang ditakutkan juga adalah, ketika pendidikan tidak diatur oleh negara, madrasa-madrasa yang tidak diawasi akan memperburuk masalah tarekat yang mengancam persatuan negara Turki.[15]

Kedaulatan

Teori sosial Kemalis (populisme) tidak menerima satupun kata sifat diletakkan sebelum definisi dari suatu bangsa. Kedaulatan haruslah menjadi milik rakyat seutuhnya tanpa syarat dan ketentuan:

Ḥâkimiyet bilâ ḳaydü şarṭ Milletiñdir

Egemenlik kayıtsız şartsız Milletindir

Kedaulatan adalah milik Bangsa tanpa syarat apa pun[16]

— Mustafa Kemal Atatürk

Motto

Populisme digunakan untuk melawan dominasi politik para sheikh, kepala suku, dan sistem politik Islam di Kesultanan Ottoman.

Nasionalisme Atatürk bertujuan untuk membentuk legitimasi politik dari otokrasi kerajaan (oleh DInasti Ottoman), teokrasi (dari Kekhalifahan Ottoman), dan feodalisme (kepala suku) menuju partisipasi aktif oleh warga negara Turki. Teori sosial Kemalis ingin membentuk suatu nilai kewarganegaraan Turki. Sebuah rasa bangga yang diasosiasikan dengan kewarganegaraan yang dapat memberikan dorongan psikologis bagi rakyat untuk bekerja keras dan mencapai sebuah rasa persatuan dan identitas nasional. Partisipasi aktif, atau "keinginan rakyat", dibentuk dengan rezim republik dan ke-Turki-an menggantikan bentuk afiliasi lain yang dipromosikan di Kesultanan Ottoman (seperti bentuk kesetiaan dari millet yang berbeda yang menyebabkan perpecahan di dalam kesultanan). Motto "Ne mutlu Türküm diyene" (bahasa Indonesia: Betapa bahagianya seorang yang menyebut dirinya aku orang Turki) dikenalkan untuk melawan motto lain seperti "panjang umur Sultan", "panjang umur Sheikh", atau "panjang umur Khalifah."

Laisisme

Laisisme (bahasa Turki: laiklik) dalam ideologi Kemalis bertujuan untuk menghapus intervensi agama dalam urusan pemerintahan, begitupun sebaliknya. Hal ini berbeda dengan konsep sekularisme Anglo-Amerika yang pasif[17], namun mirip dengan konsep laïcité di Prancis.

Akar dari sekularisme Kemalis berasal dari upaya reformasi pada Kesultanan Ottoman, khususnya pada periode Tanzimat dan Masa Konstitusional Kedua. Kesultanan Ottoman adalah sebuah negara Islam dimana kepala negara Ottoman memegang posisi sebagai khalifah. Sistem sosial diatur menurut berbagai sistem, termasuk sistem Millet dan hukum syariah yang diatur secara religius, membolehkan ideologi keagamaan untuk melebur kedalam sistem adiministrasi, ekonomi, dan politik Ottoman. Pada Era Konstitusional Kedua, Parlemen Ottoman mengesahkan banyak kebijakan sekular, meskipun teknik populisme religius dan serangan terhadap kesalehan kandidat lain masih terjadi diantara partai-partai politik Ottoman semasa pemilhan umum. Kebijakan ini disebut menjadi alasan terjadinya Insiden 31 Maret oleh pendukung monarki absolut dan Islamis. Kebijakan sekuler Parlemen Ottoman juga menjadi faktor terjadinya Pemberontakan Arab selama Perang Dunia I.

Ketika sekularisme mula diterapkan di Turki, hal tersebut dimulai dengan pembubaran kekhalifahan pada Maret 1924. Jabatan Shaykh al-Islām digantikan oleh Direktorat Urusan Keagamaan (bahasa Turki: Diyanet). Pada 1926, mejelle dan kitab undang-undang hukum syariah ditinggalkan dan digantikan oleh kitab undang-undang hukum Swiss yang diadaptasi dan kitab undang-undang hukum pidana yang diadopsi dari Jerman dan Italia. Praktik keagamaan lainnya ditinggalkan, yang menyebabkan pembubaran tarekat Sufi dan pemberlakuan hukuman menggunakan fez, yang dilihat oleh Atatürk sebagai ikatan dengan masa lalu zaman Ottoman.[3]

Negara dan agama (laïcité)

Atatürk sangat terpengaruh dengan keberhasilan laïcité di Prancis.[18] Atatürk menganggap model Prancis sebagai bentuk otentik dari sekularisme. Kemalisme berusaha untuk mengendalikan agama dan mengubahnya menjadi urusan pribadi dan bukan lembaga yang ikut campur dalam politik, serta kemajuan sosial dan ilmu pengetahuan. Hal ini lebih dari sekadar menciptakan pemisahan antara negara dan agama. Atatürk digambarkan bekerja seolah-olah dia adalah Leo III orang Isauria, Martin Luther, Baron von Holbach, Ludwig Büchner, Émile Combes, dan Jules Ferry digabungkan menjadi satu dalam merumuskan sekularisme Kemalis.[18] Sekularisme Kemalis tidak menyiratkan atau mendukung agnostisisme atau nihilisme; melainkan kebebasan berpikir dan kemerdekaan lembaga negara dari dominasi pemikiran agama dan lembaga keagamaan. Prisip laisisme Kemalis tidak menentang agama yang moderat dan apolitis, melainkan menentang kekuatan agama yang melawan modernisasi dan demokrasi.

Menurut pandangan Kemalis, negara Turki harus berdiri pada jarak yang setara dengan semua agama, tidak mendukung maupun melarang bentuk keyakinan agama apapun. Namun, kaum Kemalis tidak hanya menyerukan pemisahan agama dan negara saja, melainkan juga menyerukan kontrol negara terhadap lembaga keagamaan Muslim di Turki. Untuk beberapa Kemalis, hal ini berarti negara haruslah menjadi pengendali urusan agama, dan setiap kegiatan keagamaan harus diawasi oleh negara. Hal ini menuai kritikan dari kaum konservatif religius. Kaum konservatif religius sangat vokal menolak gagasan ini, dengan pendapat bahwa untuk mendirikan sebuah negara sekular, negara tidak boleh mengontrol kegiatan lembaga keagamaan. Meskipun mereka memprotes, kebijakan ini kemudian diadopsi dalam konstitusi tahun 1961.[14]

Kebijakan Kemalis bertujuan untuk membuang elemen-elemen agama dari masyarakat. Setelah Perang Kemerdekaan Turki berakhir, semua bentuk pendidikan (baik sekular maupun agama) berada di bawah kendali pemerintah. Sistem pendidikan disentralisasi, dengan satu kurikulum untuk sekolah sekular dan agama, dengan harapan untuk menghilangkan pengaruh sekolah agama. Undang-undang dibuat untuk menghapus tarekat-tarekat Sufi dan pemondokannya (tekkes). Gelar seperti sheikh dan dervish dihapuskan, dan kegiatan mereka dilarang oleh pemerintah. Hari istirahat diubah oleh pemerintah dari Jumat menjadi Minggu. Tetapi pembatasan terhadap pilihan pribadi juga mencakup kewajiban agama dan pemberian nama. Orang Turki diharuskan menggunakan nama keluarga dan tidak diperbolehkan berhaji.[14][15]

Politik dan agama (sekularisme)

Bentuk pemisahan negara dan agama menurut pandangan Kemalis mengupayakan reformasi seluruh institusi, kelompok kepentingan (seperti partai politik, serikat pekerja, grup lobi), hubungan antara institusi tersebut, dan aturan serta norma politik yang mengatur fungsi mereka (konstitusi, undang-undang pemilu). Perubahan terbesar dalam perspektif ini adalah pembubaran Kekhalifahan Ottoman pada 3 Maret 1924, yang diikuti dengan penghapusan mekanisme politiknya. Pasal yang menyatakan "agama resmi Turki adalah Islam" dihapuskan dari konstitusi pada 10 April 1928.[19]

Dari perspektif politik, Kemalisme bersifat anti-klerikal, dimana ia berusaha untuk mencegah pengaruh agama dalam proses demokrasi, yang menjadi masalah bahkan di Masa Konstitusional Kedua Kesultanan Ottoman yang cukup sekular, yang mana bahkan partai yang berafiliasi non-religius seperti Komite Persatuan dan Kemajuan dan Partai Kebebasan dan Keselarasan bertikai tentang masalah seperti kesalehan calon-calon mereka pada pemilihan umum Ottoman tahun 1912.[20] Maka, dalam perspektif politik Kemalis, politisi tidak bisa mengklaim bahwa mereka adalah pelindung suatu agama, dan klaim seperti itu menjadi alasan legal untuk pelarangan partai politik secara permanen.

Lambang

Sistem sosial Ottoman didasarkan pada afiliasi keagamaan. Lambang keagamaan diperluas ke dalam setiap fungsi sosial. Pakaian digunakan untuk mengidentifikasi warga negara dengan kelompok agama mereka; tutup kepala digunakan untuk menbedakan pangkat dan pekerjaan. Serban, fez, bonnet, dan hiasan kepala menandakan jenis kelamin, pangkat, profesi —baik sipil maupun militer— dari sang pemakai. Lambang agama diluar tempat ibadah dilarang.

Semetara Atatürk menganggap penutup wajah wanita bertentangan dengan kemajuan dan kesetaraan, ia juga mengakui bahwa kerudung bukanlah ancaman bagi pemisahan agama dan negara sehingga tidak harus dilarang.[21] Tetapi Konstitusi yang diamandemen pada tahun 1982, mengikut kudeta 1980 oleh militer berhaluan Kemalis, melarang penggunaan penutup wajah seperti hijab pada lembaga pendidikan tinggi.[22] Joost Lagendijk, anggota Parlemen Eropa dan ketua Komite Gabungan Parlemen dengan Turki, mengkritisi secara terbuka pembatasan pakaian bagi perempuan Muslim,[23] sedangkan Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa telah memutuskan bahwa pembatasan dalam bangunan publik dan lembaga pendidikan tidak melanggar hak asasi manusia.[24][25]

Reformisme

Reformisme (bahasa Turki: inkılapçılık) adalah sebuah prinsip yang menyerukan agar negara emngganti konsep dan institusi tradisional dengan konsep dan institusi modern. Prinsip ini mengedepankan perlunya perubahan sosial yang mendasar melalui reformasi sebagai strategi untuk mencapai masyarakat modern. Inti dari reformasi ini, dalam pengertian Kemalis, merupakan sebuah fakta yang sudah tercapai[26]. Dalam pengertian Kemalis, tidak ada kemungkinan untuk kembali pada sistem lama karena sistem tersebut dianggap terbelakang.

Prinsip reformasi ini jauh melampaui reformasi yang dilakukan Atatürk semasa hidup. Reformasi Atatürk di bidang politik dan sosial diterima sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah. Atatürk tidak pernah mempertimbangkan kemungkinan adanya fasa transisi atau jeda selama berlangsungnya reformasi dan implementasinya secara progresif. Pemahaman terkini tentang konsep ini dapat dideskripsikan sebagai "modifikasi aktif".[26] Turki dan masyarakatnya, mengadopsi institusi dari Eropa Barat, harus menambahkan ciri dan pola Turki kedalamnya dan mengadaptasinya ke dalam budaya Turki, menurut Kemalisme.[26] Penerapan ciri dan pola Turki dari reformasi ini memerlukan pengalaman budaya dan sosial selama beberapa generasi, sehingga menghasilkan suatu ingatan kolektif bagi bangsa Turki.

Nasionalisme

Nasionalisme (bahasa Turki: milliyetçilik): Revolusi Kemalis bertujuan untuk mendirikan suatu negara-bangsa dari reruntuhan Kesultanan Ottoman yang multi-religius dan multi etnis. Nasionalisme Atatürk bersumber dari teori kontrak sosial, khususnya dari prinsip nasionalisme sipil yang dikemukakan oleh Jean-Jacques Rousseau dan teori Kontrak Sosialnya. Persepsi Kemalis tentang kontrak sosial didukung oleh bubarnya Kesultanan Ottoman, yang dianggap sebagai produk dari kegagalan sistem "Millet" dan kebijakan Ottomanisme yang tidak efektif. Nasionalisme Atatürk, setelah mengalami perpecahan Kesultanan Ottoman, mendefinisikan kontrak sosial sebagai "cita-cita tertinggi"nya.

Dalam penyelenggaraan dan pertahanan Bangsa Turki; persatuan nasional, kesadaran nasional, dan kebudayaan nasional adalah cita-cita tertinggi yang kita tuju.[27] — Mustafa Kemal Atatürk

Ideologi Kemalis mendefiniskan "Bangsa Turki" (bahasa Turki: Türk Ulusu) sebagai sebuah bangsa bagi orang-orang Turki yang selalu mencintai dan berusaha meninggikan keluarganya, negaranya dan bangsanya, yang sadar akan kewajiban mereka terhadap negara demokrasi, sekular, dan sosial yang diatur dengan hukum, didirikan di atas hak asasi manusia, dan di atas asas-asas yang termaktub dalam pembukaan konstitusi Republik Turki.[28]

MIrip dengan pendahulunya CUP, dapat dikatakan bahwa Kemalisme mempromosikan Darwinisme sosial dalam cara tertentu dengan mendambakan generasi muda Turki yang sehat dan kuat secara fisik.[29][30]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Aykut, Şeref (1936), Türkçe: Kamâlizm (PDF), diakses tanggal 2024-07-09 
  2. ^ Eric J. Zurcher, Turkey: A Modern History. New York, J.B. Tauris & Co ltd. page 181
  3. ^ a b Cleveland, William L., and Martin P. Bunton. A History of the Modern Middle East. Boulder: Westview, 2013. Print.
  4. ^ Cleveland, William L.; Bunton, Martin P. (2009). A History of the Modern Middle East (edisi ke-4). Westview Press. hlm. 82. 
  5. ^ Mango, Andrew (2002). Atatürk: the biography of the founder of modern Turkey (edisi ke-1. publ. in paperback in the United States). New York: Overlook Press. ISBN 978-1-58567-334-6. 
  6. ^ Webster, Donald Everett (1973). The Turkey of Atatürk: social process in the Turkish reformation. [New York: AMS Press. ISBN 978-0-404-56333-2. 
  7. ^ "Ben, manevî miras olarak hiçbir nass-ı katı, hiçbir dogma, hiçbir donmuş ve kalıplaşmış kural bırakmıyorum. Benim manevî mirasım, ilim ve akıldır." İsmet Giritli, Kemalist Devrim ve İdeolojisi, İstanbul, 1980
  8. ^ "Kemalism - Oxford Islamic Studies Online". web.archive.org. 2010-06-15. Diakses tanggal 2024-07-09. 
  9. ^ Mustafa Kemal sebagai mana dikutip dalam "A World View of Criminal Justice (2005)" by Richard K. Vogler, hlm. 116
  10. ^ Soyak, Hasan Rıza. Atatürk'ten Hatıralar (dalam bahasa Turki). hlm. 58.
  11. ^ İlhan, Atilla. Hangi Atatürk (dalam bahasa Turki). hlm. 111.
  12. ^ Kili, Suna. Türk Devrim Tarihi (dalam bahasa Turki). hlm. 240
  13. ^ Medeni Bilgiler (Örgün Yayınları). Afet İnan. 1930s.hlm. 212.
  14. ^ a b c Kili, Suna (1980). "Kemalism in Contemporary Turkey". International Political Science Review / Revue internationale de science politique. 1 (3): 381–404. ISSN 0192-5121. 
  15. ^ a b Çakmak, Di̇Ren (2009). "Pro-Islamic Public Education in Turkey: The Imam-Hatip Schools". Middle Eastern Studies. 45 (5): 825–846. ISSN 0026-3206. 
  16. ^ "T.C. Dışişleri Bakanlığı - Turkish Embassy In Washington, D.C." washington-emb.mfa.gov.tr. Diakses tanggal 2024-07-11. 
  17. ^ Kösebalaban, H. (2011-04-11). Turkish Foreign Policy: Islam, Nationalism, and Globalization (dalam bahasa Inggris). Springer. ISBN 978-0-230-11869-0. 
  18. ^ a b Hanioglu, Sükrü (2011). Ataturk: An Intellectual Biography. Princeton University Press. hlm. 153. 
  19. ^ Medya <info@nanomedya.com>, Nano. "ATAM | Atatürk Araştırma Merkezi". ATAM | Atatürk Araştırma Merkezi (dalam bahasa Turki). Diakses tanggal 2024-07-12. 
  20. ^ Kayalı, Hasan (1995). "Elections and the Electoral Process in the Ottoman Empire, 1876-1919" (PDF). International Journal of Middle East Studies. 27 (3): 273–274. 
  21. ^ Vojdik, Valorie K. "Politics of the Headscarf in Turkey: Masculinities, Feminism, and the Construction of Collective Identities" (PDF). Harvard Journal of Law & Gender. 3: 661–686. 
  22. ^ Tarhan, Gulce (2011). "Roots of the Headscarf Debate: Laicism and Secularism in France and Turkey" (PDF). Journal of Political Inquiry (4): 1–32. 
  23. ^ "SABAH - 22/03/2006 - Lagendijk: Başörtü yasağı savunulamaz". arsiv.sabah.com.tr. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  24. ^ "ECHR Rules for Turkish Headscarf Ban". web.archive.org. 2009-06-04. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  25. ^ "Error Page". web.archive.org. 2013-12-26. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  26. ^ a b c Hamilton, Peter, ed. (1995). Emile Durkheim: critical assessments. London ; New York: Routledge. ISBN 978-0-415-11047-1. 
  27. ^ Angkatan Bersenjata Republik Turki. "Ataturks Principles". T.C. Government. 
  28. ^ "TURKISH NATIONAL EDUCATION SYSTEM". web.archive.org. 2002-06-12. Diakses tanggal 2024-07-12. 
  29. ^ Ter-Matevosyan, Vahram (2019). Turkey, Kemalism and the Soviet Union: Problems of Modernization, Ideology and Interpretation. Modernity, Memory and Identity in South-East Europe (edisi ke-1st ed. 2019). Cham: Springer International Publishing : Imprint: Palgrave Macmillan. ISBN 978-3-319-97403-3. 
  30. ^ Özdalga, Elisabeth (2013-03-07). Late Ottoman Society: The Intellectual Legacy (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-0). Routledge. doi:10.4324/9780203481387-10. ISBN 978-0-203-48138-7.