{{Sedang ditulis}} Pneumoconiosis adalah penyakit paru-paru akibat penumpukan debu, biasanya terjadi pada orang yang terpapar debu secara berkepanjangan. Penyakit ini termasuk dalam kategori penyakit paru-paru interstitial, yang mempengaruhi jaringan paru-paru dan dapat mengganggu fungsi pernafasan. Ini termasuk penyakit akibat kerja, sering ditemukan di lingkungan dengan risiko tinggi paparan debu dari batu bara, asbes, besi, atau silika.

Penyakit Pneumoconiosis atau Paru-paru Hitam
Pneumoconiosis

Penyebab

Pneumoconiosis disebabkan oleh paparan berulang terhadap partikel debu di lingkungan kerja selama periode yang lama. Ini berarti bahwa individu yang bekerja di lingkungan yang terpapar debu tinggi, seperti di tambang atau pabrik-pabrik yang menghasilkan banyak debu industri, menghadapi risiko yang lebih besar untuk mengembangkan pneumoconiosis.

Ketika partikel debu terhirup dan masuk ke dalam paru-paru, mereka dapat menumpuk secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu. Akumulasi partikel debu ini memicu reaksi peradangan di jaringan paru-paru, yang kemudian dapat menyebabkan kerusakan pada saluran napas dan pembentukan jaringan patut atau fibrosis. Jaringan parut ini menggantikan jaringan-jaringan paru-paru yang sehat, mengganggu struktur dan fungsi normal paru-paru.[1]

Sebagai akibat dari proses ini, paru-paru tidak dapat berfungsi dengan efisien dan menukar oksigen dengan karbon dioksida, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam proses pernapasan. Akibatnya, penderita pneumoconiosis mengalami kesulitan bernapas, yang sering kali disertai dengan sesak napas, batuk kronis, dan penurunan kapasitas paru-paru secara keseluruhan.

Gejala

Pneumoconiosis memerlukan waktu bertahun-tahun untuk berkembang, karena proses penumpukan debu di paru-paru terjadi secara perlahan. Debu yang terakumulasi memerlukan waktu lama untuk memicu reaksi di jaringan paru-paru, sehingga gejala penyakit ini mungkin tidak muncul segera setelah paparan partikel debu.

Dalam beberapa kasus, gejala pneumoconiosis mungkin baru terasa setelah penderita meninggalkan lingkungan yang menyebabkan penyakit tersebut. Gejala umum yang sering ditemui meliputi sesak napas atau kesulitan bernapas, batuk yang terkadang disertai dahak, tenggorokan gatal, nyeri dada, dan rasa sesak di dada. Meskipun gejala ini bisa mirip dengan kondisi paru-paru lainnya seperti pilek atau infeksi paru, pada pneumoconiosis gejala biasanya menetap dan sering muncul terutama setelah aktivitas fisik berat. Pada kasus yang lebih parah, gejala dapat muncul meskipun penderita sedang tidak melakukan aktivitas berat.[2]

Pencegahan dan Pengobatan

Penanganan pneumoconiosis penting dilakukan sejak dini karena kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru. Salah satu langkah utama adalah menghindari paparan lebih lanjut terhadap bahan kimia berbahaya dengan menjauh dari lingkungan tersebut. Penggunaan alat pelindung pernapasan di tempat kerja atau berpindah ke lingkungan kerja yang lebih aman juga dapat membantu mengurangi risiko. Selain itu, penting untuk selalu membersihkan area kulit yang terpapar debu. Pastikan juga untuk mencuci tangan dan wajah sebelum makan dan minum.

Saat melakukan pemeriksaan,dokter mungkin meresepkan antibiotik atau steroid untuk mengurangi peradangan di saluran pernapasan. Obat-obatan yang menekan sistem kekebalan tubuh juga dapat digunakan untuk melindungi bronkiolus dari kerusakan lebih lanjut. Untuk mengatasi batuk, dokter mungkin meresepkan obat pereda batuk yang membantu membuka saluran pernapasan. Dalam kasus di mana pasien mengalami kesulitan bernapas, bantuan oksigen dapat diberikan untuk mempermudah proses pernapasan.[3]

Referensi

  1. ^ "Pneumoconiosis, Kenali Penyebab, Gejala, dan Penanganannya". Alodokter. 2023-07-03. Diakses tanggal 2024-07-27. 
  2. ^ "Rumah sakit dengan pelayanan berkualitas - Siloam Hospitals". www.siloamhospitals.com. Diakses tanggal 2024-07-27. 
  3. ^ Halodoc. "Pneumoconiosis - Gejala, Penyebab, dan Pengobatan". halodoc. Diakses tanggal 2024-07-27.