Maulana Muhammad dari Banten

Penguasa Banten

Maulana Muhammad atau Pangeran Sedangrana merupakan Sultan Banten putra dari Maulana Yusuf, ia memerintah sebagai penguasa di Banten pada rentang waktu 1585-1596.

Sultan Maulana Muhammad Al-Bantani
Sultan Banten Ke-3
Masa jabatan
1585–1596
Informasi pribadi
Lahir
1576
Meninggal1596
Saat Pertempuran di Palembang
AgamaIslam
PasanganNyimas Ratu Ayu Wanagiri
AnakAbu al-Mafakhir dari Banten
Orang tua
DinastiHasani al-Bantani
DenominasiSunni

Kehidupan awal

Maulana Yusuf wafat di tahun 1585 dikarenakan suatu penyakit. Dikarenakan pangeran Muhammad masih berusia 9 tahun, maka para pembesar kerajaan diharuskan menunjuk seorang wali untuk menjalankan roda pemerintahan sampai sultan beranjak dewasa.[1] Pangeran Arya Jepara, paman dari Sultan Maulana Muhammad mengajukan usul kepada para pembesar Banten agar dirinya dijadikan wali penguasa Banten sampai Maulana Muhammad cukup umur untuk memegang pemerintahan, namun usul tersebut ditolak oleh para pembesar Banten yang menganggap bahwa pangeran Arya Jepara adalah orang luar Banten.

Penulis ulung

Dalam naskah berbahasa Sanskerta, Mahabharata disajikan sebagai cerita berbingkai (cerita di dalam cerita), dengan tiga narator: Ugrasrawa, Wesampayana, dan Sanjaya. Dari narasi Ugrasrawa disampaikan bahwa kisah Mahabharata pernah dituturkan oleh Wesampayana kepada Maharaja Janamejaya dari Hastinapura. Pada awalnya, sang maharaja gagal mengadakan upacara pengorbanan ular. Untuk melipur duka sang maharaja, murid Byasa yang bernama Wesampayana diminta untuk menuturkan kisah kejayaan leluhur sang maharaja, yaitu raja-raja India Kuno yang berada dalam satu garis keturunan, di antaranya: Pururawa, Yayati, Puru, Bharata, dan Kuru.

Cerita utama Mahabharata berpusat pada riwayat seratus Korawa dan lima Pandawa yang merupakan keturunan raja-raja tersebut di atas, dengan konflik utama yaitu perang saudara di Kurukshetra. Baik Korawa maupun Pandawa merupakan dua kelompok pangeran dari Dinasti Kuru yang tinggal di keraton Hastinapura, India Utara. Korawa merupakan putra-putra Dretarastra, sedangkan Pandawa merupakan putra-putra Pandu, adik Dretarastra. Meskipun Korawa merupakan putra-putra keturunan Kuru yang lebih tua, tetapi usia mereka semua—termasuk Duryodana, Korawa sulung—lebih muda daripada Yudistira, Pandawa sulung. Baik Duryodana maupun Yudistira mengeklaim sebagai pewaris takhta yang pertama. Pertikaian memuncak menjadi sebuah perang di Kurukshetra, yang dimenangkan oleh pihak Pandawa.

Kisah Mahabharata diakhiri dengan wafatnya Kresna, kehancuran klan-klan Yadawa, dan diangkatnya para Pandawa ke surga. Peristiwa tersebut juga diyakini dalam kepercayaan Hindu sebagai permulaan zaman Kaliyuga, yaitu zaman peradaban manusia yang keempat sekaligus terakhir; zaman ketika nilai-nilai yang mulia dan berharga mulai luntur, dan orang-orang cenderung berlaku dengan mengabaikan kebenaran, moralitas, dan kejujuran.

Masa pemerintahan

Para pembesar dengan dukungan para qadi Kesultanan Banten di tahun 1585 mengangkat Maulana Muhammad sebagai sultan Banten secara resmi, sementara menunggu usianya cukup untuk memegang pemerintahan, maka para qadi mengangkat empat tokoh menjadi wali sultan Banten dalam memerintah,[2] mereka diantaranya adalah Patih Jayanegara, Senapati Pontang, Ki Waduaji dan Ki Wijamanggala.[3] Penolakan para Qadi dan para pembesar Banten membuat Pangeran Arya Jepara memutuskan untuk menyerang Kesultanan Banten. Pangeran Arya Jepara bersama para pasukan dan Demang Laksamana dari Jepara berangkat menuju Banten melalui jalur laut, dalam pertempuran tersebut Demang Laksamana Jepara tewas dan membuat Pangeran Arya Jepara memutuskan untuk kembali ke Jepara.[2]

Hubungan luar negeri

Di tahun 1596 Danang Sutawijaya melakukan penaklukan wilayah timur pulau Jawa untuk memperkuat eksistensinya dan membantu Panembahan Ratu I membangun benteng Kutaraja di Cirebon, sejarawan Husein Djajadiningrat dalam penelitiannya berkaitan dengan Banten menemukan bahwa pada tahun yang sama, Mataram pernah mengirimkan 15.000 pasukannya untuk menyerang Banten dari laut namun gagal.[4] Selama masa pemerintahan raja muda, Banten terus berkembang sebagai pusat perdagangan dimana pedagang menikmati kebebasan relatif dalam perdagangan. Lada tetap menjadi komoditas ekspor utama Banten. Namun, kekayaan Banten banyak dihasilkan dari pemungutan bea cukai untuk sejumlah besar pedagang dari pelabuhan-pelabuhan di Samudra Hindia dan Laut Tiongkok Selatan yang berbondong-bondong berdagang ke Banten. Masuknya para pedagang di atas memenuhi penerimaan pajak kas daerah Banten.

Ekspedisi Palembang

Merasa yakin akan kekayaan dan kekuatan armada tempurnya, raja Muhammad yang berusia 25 tahun di tahun 1596 melancarkan kampanye militer melawan Kerajaan Palembang atas saran dari Pangeran Mas, putra Arya Pangiri yang berambisi menjadi penguasa Palembang, dimana kampanye militer ini dilakukan baik oleh armada angkatan laut maupun oleh angkatan darat yang menyerbu melalui Sumatera bagian Selatan. Saat itu, Kerajaan Palembang masih merupakan negara bercorak Hindu-Buddha, sisa-sisa vasal Majapahit di luar negeri (mancanegara), yang dianggap oleh Banten muslim sebagai negara pagan. Terinspirasi oleh kakeknya yang termasyhur Hasanuddin dan ayahnya yang gagah berani Maulana Yusuf, yang telah menaklukkan Kerajaan Sunda, Muhammad sangat ingin menemukan ketenarannya sendiri dengan memperluas wilayah kekuasaannya. Pada tahun 1596 pengepungan Palembang dimulai, dan ketika kemenangan sudah tampak dalam genggamannya, sebuah tragedi tiba-tiba terjadi ketika sebuah peluru meriam menghantam dan membunuh raja di atas kapalnya ketika dia sedang berlayar di Sungai Musi di tepi kota. Dengan kematian mendadak raja muda, kebijakan ekspansionis Banten hancur, karena pasukannya mundur dan berlayar pulang. Setelah kematiannya, Maulana Muhammad mendapatkan gelar Panembahan Banten Seda Ing Palembang atau Sedang Ranapati karena ia wafat dalam pertempuran laut di Palembang.[5][6]

Rujukan

  1. ^ TIM; (1978). 258. Berita Penelitian Arkeologi No 18 Laporan Penelitian Arkeologi Banten 1978 (dalam bahasa Indonesia). Proyek Penelitan dan Peninggalan Purbakala. 
  2. ^ a b de Graaf, Hermanus Johannes. Theodore Gauthier Th. Pigeaud. 1985. Kerajaan-Kerajaan Islam Di Jawa: Peralihan dari Majapahit ke Mataram. Jakarta: Grafitipers
  3. ^ Mukarrom, Ahwan. 2014. Sejarah Islam Indonesia I: Dari Awal Islamisasi sampai Periode Kerajaan-Kerajaan Islam Nusantara. Surabaya: Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Ampel
  4. ^ Djajadiningrat, Hosein. 1983. Tinjauan kritis tentang sajarah Banten: sumbangan bagi pengenalan sifat-sifat penulisan sejarah Jawa. Jakarta: Djambatan
  5. ^ "Maulana Yusuf, Sultan Banten Ke II". Sejarah Cirebon. Diakses tanggal 2019-02-07. 
  6. ^ Rifa'i, Bahtiar. "Maulana Muhammad, Sultan Banten yang Saleh dan Gugur di Perang Palembang". detiknews. Diakses tanggal 2023-08-20. 
Gelar kebangsawanan
Didahului oleh:
Maulana Yusuf
Penguasa Banten
1585–1596
Diteruskan oleh:
Sultan Abul Mafakhir