Gangguan fetisistik
Informasi di artikel bertopik psikiatri ini tidak dimaksudkan sebagai acuan analisa atau penentuan pengobatan atas kondisi diri sendiri atau orang lain. Silakan berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog klinis yang berwenang melakukan hal ini. Silakan baca juga halaman mengenai sangkalan medis |
Gangguan fetisistik adalah fantasi seksual, dorongan seksual, dan perilaku seksual yang cenderung kepada ketertarikan atas benda mati atau anggota selain kelamin yang menyebabkan tekanan atau gangguan pada seseorang dalam kehidupan sosial, pekerjaan, dan sebagainya. Seseorang dapat didiagnosis memiliki gangguan fetisistik jika ia merasakan tekanan pribadi yang menyertai atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau ranah krusial lainnya sebagai akibat dari fetis tersebut. Jadi mungkin saja seseorang mengalami kondisi fetish, tapi tidak dimasukkan dalam pengidap gangguan fetisistik. [1] Seseorang dengan gangguan fetistik mungkin kesulitan melakukan fungsi seksualnya tanpa objek yang menjadi orientasi fetisnya. Gangguan ini termasuk bagian dari parafilia. [2]
Diagnosa
Untuk bisa ditetapkan mengalami gangguan fetisistik, DSM 5 menetepkan seseorang harus memenuhi kriteria berikut ini:
- Dalam periode setidaknya 6 bulan berturut-turut, mengalamai rangsangan seksual berulang dan intens dari benda mati atau anggota tubuh yang bukan merupakan alat kelamin, yang diwujudkan dalam bentuk fantasi, kebutuhan, atau kebiasaan yang dimiliki.
- Fantasi, kebutuhan seksual, atau kebiasaan tersebut menghasilkan masalah tekanan atau gangguan klinis dalam kehidupan sosial, okupasional, atau fungsi penting lainnya.
- Objek fetis tidak terbatas kepada baju yang digunakan dalam cross dressing (ini lebih mengarak kepada gangguan transvetik), atau alat-alat yang memang fungsinya ditujukan untuk meraih kepuasan seksual (misalnya vibrator).[3]
Pengobatan
Gangguan fetisistik bisa diatasi dengan cara:
- Psikoterapi, termasuk di dalamhya cognitive behavioral therapy, acceptance and commitment therapy (ACT), dan psychodynamic psychotherapy.
- Penggunaan obat-obatan seperti anti depresan dan obat bius bisa digunakan untuk mengatur kembali ketidak seimbangan kimiawi di otak dan pikiran impulsif yang muncul sehubungan dengan kondisi fetis. Dokter juga bisa saja meresepkan anti androgen untuk mengurangi kadar testosteron di penyandang laki-laki agar nafsu seksualnya menurun. [4]
Pencegahan
Agar kondisi fetis tidak sampai mengganggu fungsi hidup, bisa dilakukan pendekatan:
- Menyadari kebiasaan seksual yang sudah mulai menyimpang sedini mungkin
- Membuka diri untuk berdiskusi dengan orang terdekat atau keluarga atas kondisi seksual yang dialami
- Berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog klinis jika mulai merasa kondisi seksual tertentu menghasilkan depresi atau kecemasan. [4]
Referensi
- ^ Fetishistic: Normal atau Abnormal?. dari situs LM Psikologi UGM
- ^ Fetishistic disorder. dari situs msdmanuals
- ^ American Phsyciatric Accosiation. Diagnostic and Statiscal Manual of Mental Disorders - DSM 5. American Phsyciatric Publishing. Washingon DC dan London:2013
- ^ a b What Is Fetishism? These Are the Causes, Symptoms, & Treatments. dari situs siluamhospotals