Pasutan

penguasa keempat Kesultanan Deli
Revisi sejak 24 Agustus 2024 11.19 oleh Naval Scene (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Tuanku Panglima Pasutan (1728—1761),[1] bergelar Kejuruan Padang,[2] adalah penguasa keempat Kesultanan Deli.[3][4] Ia menggantikan ayahnya Tuanku Panglima Paderap, tetapi terjadi perpecahan dalam keluarga sehingga sebagian wilayah Deli berpisah, yang kemudian menjadi Kesultanan Serdang.[3][4]

Pasutan
Sultan Deli
Berkuasa1728-1761
PendahuluTuanku Panglima Paderap
PenerusTuanku Panglima Gandar Wahid
Nama takhta
Tuanku Panglima Pasutan
AyahTuanku Panglima Paderap
AgamaIslam Sunni

Perpecahan Deli dan Serdang

sunting

Ketika Tuanku Paderap meninggal dunia pada tahun 1728,[5] selama beberapa tahun sempat terjadi perebutan kekuasaan di Deli.[3][6] Hal ini karena Tuanku Jalaluddin anak pertama Tuanku Paderap tidak bisa menggantikan kedudukan ayahnya, sebab memiliki kecacatan jasmani.[3] Akhirnya, Tuanku Pasutan menjadi penguasa Deli yang keempat, sementara adiknya Tuanku Umar menjadi memisahkan diri dan menjadi penguasa Serdang yang pertama.[3][4][6]

Pemerintahan

sunting

Di masa pemerintahannya, Tuanku Pasutan memindahkan ibu kota pemerintahan dari Padang Datar ke Labuhan Deli.[1][7] Ia mendirikan istana baru dan masjid raya di sana.[7] Ia juga memberikan gelar Datuk bagi para kepala suku (sebiyak-biyak) penduduk asli Deli yang mendukungnya.[1]Adapun keempat suku yang memperoleh gelar itu adalah; daerah Sepuluh Dua Kuta yang meliputi daerah Hamparan Perak dan sekitarnya, daerah Serbanyaman yang meliputi daerah Sunggal dan sekitarnya, daerah Senembah yang meliputi daerah Patumbak, Tanjung Morawa dan sekitarnya, dan daerah Sukapiring, yang meliputi daerah Kampung Baru dan Medan Kota sekitarnya.[8]

Tuanku Pasutan wafat tahun 1761, dan dimakamkan di pemakaman para sultan Deli di Masjid Raya Al-Osmani.[7]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ a b c Peran kraton, puri, dan kesultanan Nusantara dalam pelestarian lingkungan hidup. Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Republik Indonesia. 2009. hlm. 14. 
  2. ^ (Tengku.), M. Lah Husny; Daerah, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan (1978). Lintasan sejarah peradaban dan budaya penduduk Melayu-Pesisir Deli, Sumatra Timur, 1612-1950. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. 
  3. ^ a b c d e Ikhsan, Edy (2015). Konflik Tanah Ulayat dan Pluralisme Hukum: Hilangnya Ruang Hidup Orang Melayu Deli. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. hlm. 22–23. ISBN 9789794619377. 
  4. ^ a b c Perret, Daniel (2010). Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut. Kepustakaan Populer Gramedia. hlm. 395. ISBN 9789799102386. 
  5. ^ (Tengku.), M. Lah Husny; Daerah, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan (1978). Lintasan sejarah peradaban dan budaya penduduk Melayu-Pesisir Deli, Sumatra Timur, 1612-1950. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah. 
  6. ^ a b Meuraxa, Dada (1973). Sejarah kebudayaan suku-suku di Sumatera Utara. Penerbit Sasterawan. hlm. 99. 
  7. ^ a b c Pilliangnasi, Hiqmad Muharman (2013-06-10). Backpacking: Medan-Brastagi-Toba. Elex Media Komputindo. ISBN 9786020213231. 
  8. ^ Takari, Muhammad (2012). Sejarah Kesultanan Deli dan Peradaban Kemasyarakatnya. Medan: USU Press. hlm. 76. ISBN 9794586080. 


Didahului oleh
Tuanku Panglima Paderap
Panglima Deli
1728-1761
Dilanjutkan oleh
Tuanku Panglima Gandar Wahid