Kaisar Romawi

gelar yang digunakan oleh penguasa Kekaisaran Romawi
Revisi sejak 25 Agustus 2024 10.24 oleh TheFransz (bicara | kontrib) (Penambahan pranala dan mengubah artikel baru)

Kaisar Romawi adalah kepala negara Kekaisaran Romawi, yang memerintah sejak berdirinya Kekaisaran oleh Augustus pada tahun 27 SM hingga runtuhnya Kekaisaran Romawi Barat pada tahun 476 M dan Kekaisaran Romawi Timur atau Bizantium pada tahun 1453 M. Gelar "Kaisar" berasal dari nama keluarga Julius Caesar, yang merupakan tokoh penting dalam transisi dari Republik Romawi menjadi Kekaisaran. Kaisar Romawi memiliki kekuasaan absolut yang mencakup aspek militer, hukum, politik, dan agama di seluruh wilayah kekaisaran yang luas, yang meliputi sebagian besar Eropa, Afrika Utara, dan Asia Barat.

Kaisar Kekaisaran Romawi
Bekas Kerajaan
Imperial
Vexillum
Augustus
Penguasa pertama Augustus
Penguasa terakhir Theodosius I (Bersatu/klasikal),
Romulus Augustulus (Barat),
Konstantinus XI (timur)
Gelar Imperator, Augustus, Caesar, Princeps, Dominus Noster, atau Autokrator (menurut periode)
Pendirian 27 SM
Pembubaran 395 (Bersatu/klasikal),
476 (Barat),
1453 (Timur)
Penuntut takhta Tidak ada

Asal Usul Gelar

Gelar "Kaisar" berasal dari nama Gaius Julius Caesar, seorang jenderal dan politikus Romawi yang memainkan peran kunci dalam jatuhnya Republik Romawi dan pendirian Kekaisaran. Setelah kematiannya pada tahun 44 SM, pewarisnya, Octavianus (kemudian dikenal sebagai Augustus), mengadopsi nama "Caesar" sebagai bagian dari gelarnya. Sejak saat itu, "Caesar" menjadi gelar kehormatan yang digunakan oleh penguasa Romawi, dan akhirnya, kata ini menjadi sinonim dengan "Kaisar."

Kekuasaan dan Wewenang

Kaisar Romawi memegang otoritas tertinggi di kekaisaran, yang dikenal dengan istilah imperium. Otoritas ini meliputi kekuasaan militer (imperium proconsulare), kekuasaan untuk mengusulkan dan memveto undang-undang (tribunicia potestas), serta peran sebagai kepala agama negara (pontifex maximus). Kaisar juga memiliki hak untuk menunjuk dan memecat pejabat tinggi, memerintah pasukan Romawi, dan menentukan kebijakan luar negeri.

Di awal Kekaisaran, kekuasaan Kaisar cenderung lebih bersifat de facto daripada de jure, dengan Augustus berusaha mempertahankan penampilan bahwa Republik Romawi masih berfungsi. Namun, seiring waktu, kaisar-kaisar berikutnya lebih terbuka dalam menegaskan kekuasaan absolut mereka, terutama setelah dinasti Julio-Claudian.

Sistem Suksesi

Suksesi Kaisar Romawi bukanlah proses yang ditentukan secara jelas dan sering kali disertai intrik politik, konspirasi, dan kadang-kadang perang saudara. Pada awalnya, adopsi atau penunjukan oleh kaisar yang berkuasa dianggap sebagai metode yang sah untuk memastikan penerus. Kaisar Augustus mengadopsi Tiberius, yang kemudian menjadi penggantinya. Namun, setelah masa pemerintahan dinasti Julio-Claudian, yang berlangsung dari Augustus hingga Nero, kekaisaran mengalami periode kekacauan yang dikenal sebagai Tahun Empat Kaisar (69 M), di mana beberapa kandidat bersaing untuk tahta.

Setelah kekacauan ini, Dinasti Flavianus memulai periode stabilitas relatif, dan sistem adopsi dan penunjukan oleh kaisar yang berkuasa kembali menjadi norma, seperti yang dilakukan oleh Kaisar Nerva dengan mengadopsi Trajan. Selama masa Dinasti Antonine, metode adopsi menjadi standar untuk memastikan transisi kekuasaan yang damai. Namun, metode ini mulai terancam dengan munculnya dinasti Severan, yang cenderung mengandalkan garis keturunan biologis.

Daftar Kaisar Romawi

1. Augustus (27 SM – 14 M)

2. Tiberius (14 M – 37 M)

  • Anak tiri Augustus dan penerusnya.
  • Pemerintahannya ditandai oleh konsolidasi kekuasaan dan penindasan politik.

3. Caligula (37 M – 41 M)

  • Terkenal karena kebijakannya yang kontroversial dan perilaku tiran.
  • Dibunuh oleh pengawalnya sendiri.

4. Claudius (41 M – 54 M)

  • Kaisar yang memperluas wilayah Kekaisaran, termasuk penaklukan Inggris.
  • Dikenal sebagai administrator yang efisien, meskipun memiliki kelemahan fisik.

5. Nero (54 M – 68 M)

  • Dikenal karena tiraninya dan menjadi penyebab kebakaran besar di Roma pada tahun 64 M.
  • Pemerintahannya berakhir dengan bunuh diri, yang memicu Tahun Empat Kaisar.

Masa Kekacauan dan Pemulihan

Setelah kematian Nero pada tahun 68 M, Kekaisaran Romawi mengalami periode krisis yang dikenal sebagai Tahun Empat Kaisar, di mana Galba, Otho, Vitellius, dan akhirnya Vespasianus bersaing untuk kekuasaan. Vespasianus berhasil memulihkan stabilitas dan mendirikan Dinasti Flavianus, yang memerintah hingga tahun 96 M.

Dinasti Antonine dan Masa Keemasan

Dinasti Antonine (96 M – 192 M) dianggap sebagai periode puncak Kekaisaran Romawi, dengan kaisar-kaisar seperti Trajan, Hadrianus, Antoninus Pius, dan Marcus Aurelius yang dikenal karena kebijaksanaan dan pemerintahan yang adil. Pada masa ini, Kekaisaran mencapai puncak geografisnya dan menikmati kemakmuran ekonomi serta stabilitas sosial.

Masa Krisis Abad Ketiga

Kekaisaran mengalami krisis besar pada abad ketiga, yang dikenal sebagai Krisis Abad Ketiga (235 M – 284 M). Selama periode ini, Kekaisaran hampir runtuh karena invasi barbar, perang saudara, wabah penyakit, dan ketidakstabilan ekonomi. Periode ini diakhiri oleh pemerintahan Diocletianus, yang memperkenalkan reformasi besar-besaran termasuk pembagian kekaisaran menjadi Tetrarki.

Pembagian Kekaisaran dan Kekaisaran Romawi Timur

Pada tahun 285 M, Diocletianus membagi kekaisaran menjadi dua bagian: Kekaisaran Romawi Barat dan Kekaisaran Romawi Timur. Kekaisaran Romawi Barat mengalami penurunan yang akhirnya mengakibatkan kejatuhannya pada tahun 476 M, ketika kaisar terakhirnya, Romulus Augustulus, digulingkan oleh Odoacer. Kekaisaran Romawi Timur, yang dikenal sebagai Kekaisaran Bizantium, bertahan hingga jatuhnya Konstantinopel pada tahun 1453 M.

Referensi

  1. Grant, Michael. The Roman Emperors: A Biographical Guide to the Rulers of Imperial Rome 31 BC - AD 476. Scribner, 1985.
  2. Goldsworthy, Adrian. The Complete Roman Army. Thames & Hudson, 2003.
  3. Scullard, H. H. From the Gracchi to Nero: A History of Rome 133 BC to AD 68. Routledge, 1982.
  4. Jones, A. H. M. The Later Roman Empire, 284–602: A Social, Economic, and Administrative Survey. Johns Hopkins University Press, 1964.

Pranala luar