Husein Mutahar

Diplomat dan komposer musik Indonesia
Revisi sejak 31 Agustus 2024 10.28 oleh Keenandiant (bicara | kontrib) (Membalikkan revisi 26240268 oleh 103.180.116.26 (bicara))
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Muhammad Husein bin Salim bin Ahmad bin Salim bin Ahmad al-Muthahar atau yang lebih dikenal dengan nama H. Mutahar (5 Agustus 1916 – 9 Juni 2004), adalah tokoh negarawan dalam masa-masa awal kemerdekaan Indonesia. Namanya paling dikenal sebagai pendiri Paskibra dan komponis musik Indonesia, terutama untuk kategori lagu nasional dan kepanduan.

Muhammad Husein Mutahar
H. Mutahar menggunakan baju Pramuka pada tahun 1998
Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci
Masa jabatan
1969–1973
Sebelum
Pengganti
Subagio Surjaningrat
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir(1916-08-05)5 Agustus 1916
Samarang, Midden Java, Hindia Belanda (sekarang Semarang, Jawa Tengah, Indonesia)
Meninggal9 Juni 2004(2004-06-09) (umur 87)
Jakarta, Indonesia
MakamTaman Pemakaman Umum Jeruk Purut[1]
KebangsaanIndonesia Indonesia
Orang tuaSalim Mutahar (ayah)
Almamater
Pekerjaan
Dikenal karenaPendiri Paskibraka
Penghargaan sipil Bintang Gerilya
Bintang Mahaputra Pratama
Nama lainH. Mutahar
SukuArab-Indonesia
Karier militer
Pihak Indonesia
Dinas/cabang TNI Angkatan Laut
Pangkat Mayor
Pertempuran/perangPertempuran Lima Hari
Revolusi Nasional Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Lagu ciptaannya yang populer adalah hymne Syukur (diperkenalkan Januari 1945) dan mars Hari Merdeka (1946).[2] Karya terakhirnya, Dirgahayu Indonesiaku , menjadi lagu resmi ulang tahun ke-50 Kemerdekaan Indonesia.[2] Lagu kepanduan ciptaannya, antara lain "Gembira", "Tepuk Tangan Silang-silang", "Mari Tepuk", "Slamatlah", "Jangan Putus Asa", "Saat Berpisah", dan "Hymne Pramuka".[3]

Karier

sunting

Ia mengecap pendidikan setahun di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada periode 1946-1947,[4] setelah tamat dari MULO B (1934) dan AMS A-I (1938).[4] Pada tahun 1945, Mutahar bekerja sebagai Sekretaris Panglima Angkatan Laut RI di Yogyakarta, kemudian menjadi pegawai tinggi Sekretariat Negara di Yogyakarta (1947).[4] Selanjutnya, ia mendapat jabatan-jabatan yang meloncat-loncat antardepartemen. Puncak kariernya sebagai pejabat negara barangkali adalah sebagai Duta Besar RI di Tahta Suci (Vatikan) (1969-1973).[4] Ia diketahui menguasai paling tidak enam bahasa secara aktif. Jabatan terakhirnya adalah sebagai Pejabat Sekretaris Jenderal Departemen Luar Negeri (1974).[4]

Kepanduan

sunting

Mutahar aktif dalam kegiatan kepanduan. Ia adalah salah seorang tokoh utama Pandu Rakyat Indonesia,[3] gerakan kepanduan independen yang berhaluan nasionalis. Ia juga dikenal anti-komunis. Ketika seluruh gerakan kepanduan dilebur menjadi Gerakan Pramuka, Mutahar juga menjadi tokoh di dalamnya. Namanya juga terkait dalam mendirikan dan membina Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), tim yang beranggotakan pelajar dari berbagai penjuru Indonesia yang bertugas mengibarkan Bendera Pusaka dalam upacara peringatan Hari Kemerdekaan RI.

Paskibraka

sunting

Sebagai salah seorang ajudan Presiden, Mutahar diberi tugas menyusun upacara pengibaran bendera ketika Republik Indonesia merayakan hari ulang tahun pertama kemerdekaan, 17 Agustus 1946.[5] Menurut pemikirannya, pengibaran bendera sebaiknya dilakukan para pemuda yang mewakili daerah-daerah Indonesia. Ia lalu memilih lima pemuda yang berdomisili di Yogyakarta (tiga laki-laki dan dua perempuan) sebagai wakil daerah mereka.[5]

Pada tahun 1967, sebagai direktur jenderal urusan pemuda dan Pramuka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Mutahar diminta Presiden Soeharto untuk menyusun tata cara pengibaran Bendera Pusaka.[5] Tata cara pengibaran Bendera Pusaka disusunnya untuk dikibarkan oleh satu pasukan yang dibagi menjadi tiga kelompok. Kelompok 17 sebagai pengiring atau pemandu; kelompok 8 sebagai kelompok inti pembawa bendera; kelompok 45 sebagai pengawal. Pembagian menjadi tiga kelompok tersebut merupakan simbol dari tanggal Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.[5]

Kehidupan pribadi

sunting

H. Mutahar terlahir dari keluarga Arab-Indonesia yang mapan dan termasuk kelompok sayyid.

Meninggal dunia

sunting

Mutahar meninggal dunia di Jakarta tanggal 9 Juni 2004 pada usia 87 tahun akibat sakit tua. Jenazahnya dimakamkan di Pemakaman Jeruk Purut, Jakarta Selatan.[2]

Referensi

sunting
  1. ^ Amr (4 Agustus 2014). "Ziarah ke Makam Husein Mutahar, Pendiri Paskibraka". Website resmi Kementrian Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-03-24. Diakses tanggal 26 Maret 2018. 
  2. ^ a b c "H Mutahar Telah Pergi". Kompas.com. 2004-6-10. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2007-09-29. Diakses tanggal 2012-08-17. 
  3. ^ a b "H. Mutahar - Potret Seorang Musikus Ulung". Purna Paskibraka Indonesia. 2009-2-8. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2012-12-18. Diakses tanggal 2012-08-17. 
  4. ^ a b c d e Ismail, Gunawan (2007). Kumpulan Lagu Nasional: Persembahan untuk Indonesiaku. Niaga Swadaya. hlm. 173. ISBN 9791133719, 9789791133715 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  5. ^ a b c d Pamuji, Kukuh (2010). "4". Komunikasi dan Edukasi di Museum Istana Kepresidenan Jakarta (Tesis Magister). p. 114. http://www.lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131472-T%2027477-Komunikasi%20dan%20edukasi-Analisis.pdf. 

Pranala luar

sunting
Jabatan diplomatik
Didahului oleh:
Mohammad Nazir
Duta Besar Indonesia untuk Takhta Suci
1969–1973
Diteruskan oleh:
Soebagio Surjaningrat