Subduksi
Subduksi adalah proses geologi[1] wilayah kerak bumi di mana terdapat pada batas dua lempeng tektonik litosfer, lempeng dengan kerak samudra yang lebih tipis menunjam ke bawah lempeng yang dengan kerak benua yang lebih tebal secara konvergen.[2][3][4][5] Zona subduksi dapat terjadi baik antara dua lempeng benua, antar dua lempeng samudra maupun antara lempeng benua dan samudra. Kerak samudra biasanya tenggelam ke dalam mantel di bawah kerak benua yang lebih ringan.[6] Penghancuran kerak samudra akibat subduksi dapat membentuk kerak benua.[7] Akibat perbedaan massa jenis antara kedua jenis lempeng tersebut, satu lempeng yang lebih ringan harus naik di atas yang lain, memaksa lempeng yang lebih berat ke bawah mantel.[8] Lempeng tersebut masuk ke dalam magma dan akhirnya meleleh seluruhnya.[9] Perbedaan densitas ini dapat terjadi karena perbedaan komposisi, umur, jenis batuan penyusun lempeng bumi.[10] Zona subduksi adalah area di mana dua lempeng bertemu yang membentuk deretan gunung berapi dan gempa bumi.[11] Daerah pertemuan antarlempeng di lokasi zona subduksi disebut sebagai Gempa bumi berdorongan besar, atau sebuah megathrust.[12]
Ilmuwan pertama kali mengidentifikasi zona subduksi pada tahun 1960-an, dengan menempatkan gempa bumi di kerak yang turun.[6] Subduksi menyebabkan terbentuknya palung laut, misalnya palung Mariana, serta menyebabkan terbentuknya pegunungan. Dua pegunungan paralel biasanya berkembang di atas zona subduksi - pegunungan pesisir yang terdiri dari lapisan sedimen dan batuan keras yang terangkat dari laut (baji akresi), dan pegunungan vulkanik yang lebih jauh ke pedalaman (busur vulkanik).[4] Gunung api yang terjadi sepanjang zona perbatasan ini, misalnya puncak Saint Helens dan Krakatau, disebut sebagai gunung api zona subduksi.[13] Pergerakan lempeng tektonik sendiri disebabkan oleh arus konveksi panas. Sedangkan perbedaan massa jenis ini terjadi akibat dari jenis batuan yang ada pada kedua lempeng ini berbeda. Pada lempeng samudra batuannya bersifat lebih basah daripada lempeng benua. Selain akibat pertemuan dua lempeng, aktivitas tektonik juga disebabkan oleh sesar.[14]
Zona subduksi dengan demikian adalah sistem interior bumi dengan skala dan kompleksitas yang tak tertandingi.[15] Zona subduksi terjadi di sekitar Samudra Pasifik, lepas pantai Washington, Kanada, Alaska, Rusia, Jepang, dan Indonesia Bagian Timur. Disebut "Cincin Api Pasifik", zona subduksi ini bertanggung jawab atas gempa bumi terbesar di dunia, tsunami paling mengerikan, dan beberapa letusan gunung berapi terburuk.[6]
Pembentukan
Ada beberapa teori menarik mengapa Subduksi terjadi di kerak bumi. Salah satu teori umum adalah subduksi tercipta oleh tumbukan besar asteroid atau komet di awal sejarah Bumi. Ini sangat masuk akal karena bukti geologis dari tumbukan besar yang tersebar di seluruh dunia.[9] Gagasan lain yang diterima secara luas tentang bagaimana zona subduksi terbentuk menunjukkan bahwa sepotong lempeng secara spontan mulai tenggelam ke dalam mantel. kemudian, ini menciptakan celah di permukaan bumi yang dipenuhi magma yang menghasilkan kerak baru dan muda. Hanya setelah jutaan tahun, lempeng yang tenggelam menjadi cukup berat untuk mulai menarik kedua lempeng secara bersama-sama, menciptakan gerakan lempeng horizontal dan subduksi teratur.[16]
Dampak
Subduksi adalah salah satu dari beberapa cara lempeng tektonik berinteraksi satu sama lain. Karena setiap interaksi dapat menghasilkan bahaya alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung berapi, dan tanah longsor.[17]
Gempa bumi
Zona subduksi dapat menimbulkan gempa bumi. Kerak benua yang bertabrakan, menyimpan energi yang dilepaskan saat gempa bumi. Skala zona subduksi yang berarti mereka dapat menyebabkan gempa bumi yang sangat besar. Gempa bumi terbesar yang pernah tercatat berada di zona subduksi, seperti skala 9,5 di Chile pada tahun 1960 dan 9,2 di Alaska pada tahun 1964. Besarnya gempa berkaitan dengan sesar yang menyebabkannya, dan sesar zona subduksi adalah yang terpanjang dan terluas di dunia. Zona subduksi Cascadia di lepas pantai Washington memiliki panjang sekitar 620 mil (1.000 km) dengan lebar sekitar 62 mil (100 km).[6]
Gempa bumi yang lebih kecil juga terjadi di sepanjang lempeng turun, juga disebut lempengan. Gelombang seismik dari gempa dan getaran ini membantu para ilmuwan "melihat" ke dalam Bumi. Gempa mengungkapkan bahwa lempengan tenggelam cenderung menekuk pada sudut 25 hingga 45 derajat dari permukaan bumi, meskipun beberapa lebih datar atau curan daripada ini.[6]
Tsunami
Zona subduksi biasanya berada di sepanjang garis pantai,. Saat gempa zona subduksi menghantam, kerak bumi melentur dan pecah. Untuk gempa bumi yang lebih besar dari skala 7,5, hal ini dapat menyebabkan tsunami, gelombang laut raksasa, dengan menggerakkan dasar laut secara tiba-tiba. Namun, tidak semua gempa d zona subduksi akan menimbulkan tsunami. Selan itu, beberapa gempa bumi memicu tsunami dengan memicu tanah longsor di bawah laut.[6]
Gunung berapi
Saat lempeng tektonik meluncur ke dalam mantel, dimana satu lempeng yang mengandung litosfer samudra turun di bawah lempeng yang berdekatan, sehingga menelan litosfer samudra ke dalam mantel bumi.[18] Aktivitas vulkanik saat lempeng disubduksi oleh panas dan tekanan mengubahnya menjadi magma, lapisan yang lebih panas di bawah kerak bumi, pemanasan melepaskan cairan yang terperangkap di lempeng tersebut. Cairan ini, seperti air laut dan karbon dioksida, naik ke lempeng atas dan sebagian dapat melelehkan kerak di atasnya, membentuk magma (batuan cair) yang membentuk gunung berapi.[6][9]
Melihat Cincin Api Pasifik mengungkapkan hubungan antara zona subduksi dan gunung berapi. Pedalaman setiap zona subduksi adalah rantai gunung berapi menyembur yang disebut busur vulkanik, seperti Kepulauan Aleut Alaska. Letusan gunung api Toba di Indonesia, letusan gunung berapi terbesar dalam 25 juta tahun terakhir, berasal dari gunung berapi zona subduksi.[6]
Megathrust
Zona Subduksi pada bagian laut dangkal berpotensi melahirkan gempa besar atau sering disebut megathrust (tumbukan besar). Dalam hal ini, lempeng samudra yang menunjam ke bawah lempeng benua membentuk medan tegangan (stress) pada bidang kontak antar lempeng yang kemudian dapat bergeser secara tiba-tiba memicu gempa. Jika terjadi gempa, maka bagian lempeng benua yang berada di atas lempeng samudrs bergerak terdorong naik (thrusting). Namun, dibanding gempa akibat patahan atau sesar, gempa jenis megathrust memiliki siklus lebih lambat karena periode akumulasi energi yang besar.[13][19]
Jalur subduksi lempeng umumnya sangat panjang dengan kedalaman dangkal mencakup kontak antar lempeng. Dalam perkembangannya zona subduksi diasumsikan sebagai "patahan naik yang besar", yang kini populer disebut Zoma Megathrust.[19]
Bancuh
Bancuh dikenal dalam bahasa asing sebagai Melange, salah satu karakteristik dari batas konvergen yang terdiri dari batuan yang kacau (Chaotic) pecahan berbagai batuan dan teranjakkan (thrust fault). Bancuh (Melange) terbentuk dalam palung samudra yang tertekan oleh litosfer yang bergerak dan terseret dalam blok-blok yang dibatasi oleh sesar-sesar terajakkan (thrusted).[13]
Punggungan Busur Depan
Biasanya yang menjadi Punggungan Busur Depan (Fore arc ridge) adalah Bancuh, yaitu terbentuk oleh penebalan kerak akibat sesar-sesar ajakkan (thrust fault) pada ujung lempeng yang ditabrak.[13]
Cekungan Busur Muka
Cekungan busur muka (fore arc basin) adalah wilayah yang terletak di antara palung samudra dan busur vulkanik. Kawasan ini ditemukan di batas-batas konvergen. Akibat tekanan tektonik karena tertimpanya satu lempeng tektonik di atas lempeng lainnya, wilayah muka busur menjadi sumber dari gempa bumi.[13]
Cekungan Busur Belakang
Cekungan busur belakang (back-arc basin) terbentuk karena kecepatan lempeng yang menabraka lebih besar daripada lempeng yanv ditabrak sehingga menyebabkan tensional stress dan menarik bagian belakang ini ke bawah hingga membentuk cekungan.[13]
Busur Magmatik
Magmatisme busur (arc magmatism) adalah seluruh kegiatan magma hasil penunjaman lempeng samudra di bawah kerak bumi yang lain, baik kerak benua maupun kerak samudra, yang umumnya akan membentuk busur yang dikenal sebagai busur vulkanik atau busur magmatik.[13]
Busur Kepulauan
Busur Kepulauan adalah (Island arc) jalur gunung api/vulkanik yang terbentuk ketika lempeng samudra bertemu dengan lempeng samudra yang lain, kemudian yang satu menunjam (subducted plate) miring di bawah yang lain, lalu pada lempeng samudra yang tidak menunjam (overriding plate) terbenruk jalur gunung api hasil peleburan sebagian lempeng samudra yang menunjam dan mantel di sekitarnya pada kedalaman 100 – 150 km.[13]
Zona subduksi di Indonesia
Konsekuensi dari lokasi Indonesia menyebbkan bencana yang datang silih berganti. Di Indonesia sendiri, sebagai tempat bertemunya tiga lempeng dunia yang menyebabkan banyak terbentuknya gunung api, serta beberapa lempeng mikro menyebabkan frekuensi kejadian gempa di berbagai daerah sangat tinggi.[20][21] Ada enam megathrust di Indonesia yang terbagi lagi menjadi 16 segmen megathrust. Megathrust melingkari nyaris seluruh pulau besar di Indonesia.[13] Zona subduksi Sunda, mencakup selatan Jawa yang membentang dari pinggiran Sumatra hingga papua merupakan subduksi panjang yang terbentuk akibat tumbukan lempeng Indo-Australia dan Eurasia yang membentuk busur sunda.[7][22] Penelitian ITB menyebutkan, bahwa zona subduksi tersebut dapat menyebabkan Tsunami hingga 20 meter. Selain itu beberapa subduksi megathrust lainnya lainnya yaitu aktivitas subduksi lempeng Filipina di Indonesia,[23] subduksi Banda, subduksi Lempeng Laut Maluku, dan Subduksi Sulawesi, hingga subduksi Utara Papua.[19]
Daftar Zona Subduksi di Indonesia
Sumber:
- PuSGeN 2017
- Peta Sesar Aktif Indonesia [24]
Indeks | Nama Struktur | Nama Segmen | Panjang (km) | Lebar (km) | Laju Pergerakan (cm/tahun) | Kekuatan Maksimal/Mmax (Mw) | Sejarah Gempa (tahun=Mw) |
---|---|---|---|---|---|---|---|
M1 | Megathrust Sumatra | Aceh-Andaman | 1300 | 200 | 4.0 | 9.2 | 2004 = 9.1 |
M2 | Megathrust Sumatra | Nias-Simeuleu | 400 | 200 | 4.0 | 8.7 | 1861 = M8.6, 2005 = 8.5 |
M3 | Megathrust Sumatra | Batu | 70 | 100 | 4.0 | 7.6 | |
M4 | Megathrust Sumatra | Mentawai-Siberut | 260 | 200 | 4.0 | 8.9 | 1797 = 8.7, 1833 = 9.0 |
M5 | Megathrust Sumatra | Mentawai-Pagai | 280 | 200 | 4.0 | 8.9 | 1797 = 8.7, 1833 = 9.0, 2007 = 8.4 & 7.9, 2010 = 7.8 |
M6 | Megathrust Sumatra | Enggano | 250 | 200 | 4.0 | 8.7 | 2000 = M7.9 |
M7 | Megathrust Selat Sunda | Selat Sunda | 350 | 200 | 4.0 | 8.7 | |
M8 | Megathrust Jawa | Jawa Barat-Tengah | 560 | 200 | 4.0 | 8.7 | 2006 = M7.7 |
M9 | Megathrust Jawa | Jawa Timur | 440 | 200 | 4.0 | 8.7 | 1994 = 7.8 |
M10 | Megathrust Jawa | Sumba | 500 | 200 | 4.0 | 8.5 | 1818 = 8.1 (?) |
M11 | Megathrust Sulawesi | Utara Sulawesi | 480 | 120 | ? | 8.5 | 1990 =7.8, 1996 = 7.9 |
M12 | Megathrust Sulawesi | Sulawesi Utara | 500 | 120 | ? | ? | 1889 = 8.0, 1913 = 7.9 |
M13 | Megathrust Halmahera | Halmahera | 440 | 150 | ? | ? | ? |
M14 | Megathrust Manokwari | Manokwari Barat | 137 | 100 | 1.0 | 7.6 | ? |
M15 | Megathrust Manokwari | Manokwari Tengah-Timur | 309 | 100 | 1.0 | 8.0 | 2009 = 7.6 |
M16 | Megathrust Papua | Papua | 800 | 100 | ? | 8.7 | 1914 = 8.2, 1996 = 8.1 |
M4-5 | Megathrust Sumatra | Mentawai (Mentawai-Siberut dan Mentawai-Pagai) | 540 | 200 | 4.0 | 9.0 | 1797 = 8.7, 1833 = 9.0 |
M4-5-6-7 | Megathrust Sumatra | Mentawai – Enggano – Selat Sunda | 1140 | 200 | 4.0 | 9.2 | |
M6-7-8 | Megathrust Jawa | Enggano – Selat Sunda – Jawa Barat-Tengah | 1160 | 200 | 4.0 | 9.1 | |
M7-8-9 | Megathrust Jawa | Selat Sunda – Jawa Barat-Tengah – Jawa Timur | 1350 | 200 | 4.0 | 9.1 | |
M8-9 | Megathrust Jawa | Jawa Barat-Tengah – Jawa Timur | 1000 | 200 | 4.0 | 9.0 | |
Sesar Anjak Timor | Timor 1 | 355 | 0.25 | 8.1 | |||
Sesar Anjak Timor | Timor 2 | 320 | 0.25 | 8.0 | |||
Sesar Anjak Timor | Timor 3 | 220 | 0.25 | 7.8 | |||
Sesar Anjak Tanimbar-Kai | Tanimbar-Kai 1 | 189 | 0.25 | 7.8 | |||
Sesar Anjak Tanimbar-Kai | Tanimbar-Kai 2 | 300 | 0.25 | 8.0 | |||
Sesar Anjak Tanimbar-Kai | Tanimbar-Kai 3 | 250 | 0.25 | 7.9 | |||
Sesar Anjak Seram | Seram 1/Barat | 514 | 1.5 | 8.6 | 1629 = 8.6 | ||
Sesar Anjak Seram | Seram 2/Timur | 81 | 1.0 | 7.4 |
Referensi
- ^ "Definition of subduction zone | Dictionary.com". www.dictionary.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ "Heboh Ancaman Tsunami 20 Meter di Jawa, Pakar ITB: Zona Subduksi Memanjang dari Sumatra sampai Papua - Pikiran-Rakyat.com". www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2020-10-06.
- ^ "Subduction Zones". www.columbia.edu. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ a b "Convergent Plate Boundaries—Subduction Zones - Geology (U.S. National Park Service)". www.nps.gov (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ "Earthquake Glossary". earthquake.usgs.gov. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ a b c d e f g h "What Is a Subduction Zone? | Live Science". www.livescience.com. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ a b Wahyu, Robert Owen; Djamaluddin, Rignolda; Mamuaya, Gybert E.; Yatimantoro, Tatok; Priyobudi, Priyobudi (2018-12-07). "PEMODELAN INUNDASI TSUNAMI DI SEPANJANG PESISIR MANADO AKIBAT GEMPABUMI M8,5 DI ZONA SUBDUKSI SULAWESI UTARA". Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 19 (1): 13. doi:10.31172/jmg.v19i1.448. ISSN 2527-5372.
- ^ Hasegawa, Akira (1990). Geophysics (dalam bahasa Inggris). Boston, MA: Springer US. hlm. 1054–1061. doi:10.1007/0-387-30752-4_129. ISBN 978-0-387-30752-7.
- ^ a b c "What is a Subduction Zone?". Universe Today (dalam bahasa Inggris). 2009-11-02. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ Harmoko, Sapto (2015-11-05). "Analisis Tingkat Kepuasan Pemustaka terhadap Kepuasan Layanan pada Perpustakaan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Gadjah Mada". Berkala Ilmu Perpustakaan dan Informasi. 9 (2): 18. doi:10.22146/bip.7712. ISSN 2477-0361.
- ^ "SUBDUCTION ZONE | meaning in the Cambridge English Dictionary". dictionary.cambridge.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ Siagian, Todung R. (2011-02-08). "Subduksi (Penujaman) di Sumatera". Struktur untuk Awam - BENCANA ALAM. Diakses tanggal 2020-10-06.
- ^ a b c d e f g h i "Karakteristik Zona Subduksi Penyebab Gempa". opini.id. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ Hasan, Muhammad Mifta (2015-10-01). "Estimasi Besar Konvergensi Zona Subduksi dan Mentawai Fault Zone (MFZ) di Sumatera Barat". Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 11 (3): 110. doi:10.12962/j24604682.v11i3.1070. ISSN 2460-4682.
- ^ "Subduction Zones". SpringerReference. Berlin/Heidelberg: Springer-Verlag.
- ^ Mahadevan, L.; Bendick, R.; Liang, Haiyi (2010-11-11). "Why subduction zones are curved". Tectonics. 29 (6): n/a–n/a. doi:10.1029/2010tc002720. ISSN 0278-7407.
- ^ "EarthWord–Subduction". www.usgs.gov. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ "How Volcanoes Work - Subduction zone volcanism". sci.sdsu.edu. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ a b c "Apa Itu Gempa Megathrust? dan Apa Itu Zona Megathrust? Berikut Penjelasannya Supaya Kita Waspada - Mantra Sukabumi". mantrasukabumi.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ Yanow, Scott (2014-05-31). "Mitchell, Grover". African American Studies Center. Oxford University Press. ISBN 978-0-19-530173-1.
- ^ ITB, Webmaster Team, Direktorat Sistem dan Teknologi Informasi. "Ahli Geologi Inggris Robert Hall: Zona Subduksi di Indonesia Timur Memiliki Keunikan untuk Diteliti -". Institut Teknologi Bandung (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ Ragil Setiawan, Muhammad; Setiawan, Ari (2017-07-31). "Pemodelan Struktur Bawah Permukaan Zona Subduksi dan Busur Gunungapi Jawa Timur berdasarkan Analisis Data Gravitasi". Jurnal Fisika Indonesia. 19 (57). doi:10.22146/jfi.27092. ISSN 2579-8820.
- ^ Rinaldo (2020-09-07). Rinaldo, ed. "BMKG: Gempa di Melonguane Akibat Subduksi Lempeng Laut Filipina". Liputan6.com. Diakses tanggal 2020-10-07.
- ^ "Peta Sesar Aktif Indonesia". @gempa.dunia. Diakses tanggal 01 September 2024.