Sesar Semangko

sesar di sepanjang Pulau Sumatra dengan orientasi barat laut-tenggara
Revisi sejak 5 September 2024 02.34 oleh RHKt (bicara | kontrib) (Daftar Segmen Sesar Aktif di Sumatra: Penambahan pranala)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Sesar atau Patahan Semangko (bahasa Inggris: Great Sumatran Fault, "Sesar Besar Sumatra") adalah bentukan geologi yang membentang di Pulau Sumatra dari utara ke selatan, dimulai dari Aceh hingga Teluk Semangka di Lampung. Patahan inilah membentuk Pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau ini. Patahan Semangko berusia relatif muda dan paling mudah terlihat di daerah Ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat Kota Bukittinggi. Patahan ini adalah patahan paling aktif secara seismik dan terpanjang di Indonesia dengan panjang 1,900 km, membentang dari provinsi Aceh hingga Lampung. Patahan ini menjadi ancaman besar bagi penduduk Sumatra (terutama wilayah pesisir selatan), dengan ancaman gempa bumi yang sangat tinggi. Sesar Semangko menjadi salah satu patahan aktif yang paling berbahaya di Indonesia, bersamaan dengan Sesar Naik Flores, dan Sesar Palu-Koro.

Sesar Semangko
Sesar besar Sumatra
LokasiSumatra
NegaraIndonesia
WilayahAceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Lampung
KotaBanda Aceh, Padangpanjang, Bukit Tinggi
Karakteristik
Panjang~1650-1900km
Pergeseran15–20 mm (0,59–0,79 in)/tahun
Tektonika lempeng
LempengLempeng Australia, Lempeng Sunda
Gempa bumiGempa bumi Padang Panjang 1926 (M7.6)
Gempa bumi Sumatra 1933 (M7.5)
Gempa bumi Alahan Panjang 1943 (M7.4)
Gempa bumi Aceh 1964 (M7.0)[1]
Gempa bumi Liwa 1994 (M7.0)
Gempa bumi Kerinci 1995 (M6.8)
Gempa bumi Sumatra Maret 2007 (M6.4)
Gempa bumi Pasaman Barat 2022 (M6.2)
Jenisstrike-slip
Ngarai Sianok yang terbentuk akibat adanya patahan Semangko.

Pulau Sumatra, Indonesia, terletak di area seismik yang tinggi di dunia. Selain adanya zona subduksi dan asosiasi busur sunda di bagian pantai barat pulau tersebut, Sumatra juga mempunyai sesar strike-slip yang besar, yang biasa disebut Sesar Sumatra besar (Great sumatran fault), yang menggerakkan sepanjang pulau. Zona sesar ini mengakomodir sebagian besar gerakan strike-slip yang berasosiasi dengan konvergen oblique antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia. Sesar tersebut berakhir di utara tepat dibawah kota Banda Aceh, yang pernah porak-poranda pada Gempa bumi samudra hindia pada tahun 2004 lalu. Semenjak gempa tersebut, tekanan pada Sesar Sumatra meningkat secara signifikan, terutama di wilayah utara. Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas di California.

Patahan Semangko terletak di antara Zona Semangko patahan Lampung. Bagian selatan dari blok Semangko terbagi menjadi bentang alam menjadi seperti pegunungan Semangko, Depresi Ulehbeluh dan Walima, Horst Ratai dan Depresi Teluk Belitung. Sedangkan bagian utara blok Semangko berbentuk seperti Dome (diameter +40 Km). Patahan Semangko adalah bentukan geologi yang membentang di pulau Sumatra dari selatan ke utara. Patahan inilah yang membentuk pegunungan Barisan, suatu rangkaian dataran tinggi di sisi barat pulau Sumatra. Patahan ini relatif lebih muda dan paling mudah terlihat di daerah ngarai Sianok dan Lembah Anai di dekat kota Padang Panjang.

Ngarai Sianok di Bukittinggi, wujud dari Sesar Semangko

Terbentuknya Patahan Semangko bermula sejak jutaan tahun lampau saat Lempeng (Samudra) Hindia-Australia menabrak secara menyerong bagian barat Sumatra yang menjadi bagian dari Lempeng (Benua) Eurasia. Tabrakan menyerong ini memicu munculnya 2 komponen gaya. Komponen pertama bersifat tegak lurus, menyeret ujung Lempeng Hindia masuk ke bawah Lempeng Sumatra. Batas kedua lempeng ini sampai kedalaman 40 kilometer umumnya mempunyai sifat regas dan di beberapa tempat terekat erat. Suatu saat, tekanan yang terhimpun tidak sanggup lagi ditahan sehingga menghasilkan gempa bumi yang berpusat di sekitar zona penunjaman atau zona subduksi. Setelah itu, bidang kontak akan merekat lagi sampai suatu saat nanti kembali terjadi gempa bumi besar. Gempa di zona inilah yang sering memicu terjadinya tsunami, sebagaimana terjadi di Aceh pada 26 Desember 2004. Adapun komponen kedua berupa gaya horizontal yang sejajar arah palung dan menyeret bagian barat pulau ini ke arah barat laut. Gaya inilah yang menciptakan retakan memanjang sejajar batas lempeng, yang kemudian dikenal sebagai Patahan Besar Sumatra. Geolog Katili dalam The Great Sumatran Fault (1967) menyebutkan, retakan ini terbentuk pada periode Miosen Tengah atau sekitar 13 juta tahun lalu. Lempeng Bumi di bagian barat Patahan Sumatra ini senantiasa bergerak ke arah barat laut dengan kecepatan 10 milimeter per tahun sampai 30 mm per tahun relatif terhadap bagian di timurnya. Sebagaimana di zona subduksi, bidang Patahan Sumatra ini sampai kedalaman 10 kilometer-20 km terkunci erat sehingga terjadi akumulasi tekanan. Suatu saat, tekanan yang terkumpul sudah demikian besar sehingga bidang kontak di zona patahan tidak kuat lagi menahan dan kemudian pecah. Batuan di kanan-kirinya melenting tiba-tiba dengan kuat sehingga terjadilah gempa bumi besar. Setelah gempa, bidang patahan akan kembali merekat dan terkunci lagi dan mengumpulkan tekanan elastik sampai suatu hari nanti terjadi gempa bumi besar lagi. Pusat gempa di Patahan Sumatra pada umumnya dangkal dan dekat dengan permukiman. Dampak energi yang dilepas dirasakan sangat keras dan biasanya sangat merusak. Apalagi gempa bumi di zona patahan selalu disertai gerakan horizontal yang menyebabkan retaknya tanah yang akan merobohkan bangunan di atasnya. Topografi di sepanjang zona patahan yang dikepung Bukit Barisan juga bisa memicu tanah longsor. Adapun lapisan tanah yang dilapisi abu vulkanik semakin memperkuat efek guncangan gempa. Beberapa tempat di Patahan Semangko merupakan pula zona lemah yang ditembus magma dari dalam bumi. Getaran gempa bumi bisa menyebabkan air permukaan bersentuhan dengan magma. Karena itu, pada saat gempa bumi, kerap terjadi letupan uap (letupan freatik) yang dapat diikuti munculnya gas beracun, sebagaimana terjadi di Suoh, Lampung, pada 1933.

Signifikansi geologis

sunting

Sesar Besar Sumatera adalah bagian dari sistem dimana partisi regangan pertama kali dijelaskan dalam tektonik lempeng.[2] Konvergensi antara Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Sunda tidak tegak lurus dengan batas lempeng di wilayah ini. Sebaliknya, kedua lempeng bergerak pada sudut miring. Sebagian besar regangan konvergen diakomodasi oleh gerakan dorong pada batas lempeng sesar "megathrust" yang mendefinisikan Palung Sunda. Namun gerak miring (bagian dari gerak lempeng yang sejajar dengan batas lempeng) diakomodasi oleh Sesar Besar Sumatera, yang membentang di sepanjang Busur Sunda vulkanik.

Daerah antara sesar dorong batas lempeng utama dan sesar Sumatera Besar membentuk “lempeng sliver” yang meliputi seluruh busur depan lepas pantai, pulau-pulau busur depan, dan sebagian Sumatera di sebelah barat Sesar Besar Sumatera. Pelat sliver ini bukan satu blok kaku, dan detail deformasi internalnya sedang diselidiki secara aktif.[3]

Daftar Segmen Sesar Aktif di Sumatra

sunting

Sumber:

  • PuSGeN 2017
  • Peta Sesar Aktif Indonesia[4]
  • Katalog Seismisitas BMKG (2008-2023)
 
Sesar Besar Sumatra


Nama Segmen Panjang (km) Laju Pergeseran (mm/tahun) Gerak Geser Mmax(Mw) Sejarah Gempa(Mw)
Nikobar 120 18 Menganan 7.1
Seulimeum Utara 143 18 Menganan 7.6 1964 = 7.0
Seulimeum Selatan 38 7 Menganan 6.9
Aceh Utara 65 2 Menganan 7.2
Aceh Tengah 140 14 Menganan 7.6
Aceh Selatan 27 14 Menganan 6.7
Batee-A 44 7 Menganan 7.0
Batee-B 50 0,5 Menganan 7.0
Batee-C 37 0,1 Menganan 6.9
Tripa-1 32 16 Menganan 6.8 1935 = 7.1
Tripa-2 103 7 Menganan 7.4 1935 = 7.1
Tripa-3 75 14 Menganan 7.3 1936 = 7.1
Tripa-4 55 7 Menganan 7.1
Tripa-5 21 7 Menganan 6.6
Peusangan 32 0,5 Menganan 6.8
Lok Tawar 21 0,5 Menganan 6.6
Lhokseumawe 36 1 Menganan 6.5
Oreng 36 1 Menganan 6.9
Renun-A 180 10,5 Menganan 7.7 1921 = 6.7
Renun-B 38 8 Menganan 6.8
Renun-C 26 8 Menganan 6.7
Toru 95 11,5 Menganan 7.4 1874 = 6.4
Angkola 170 6 Menganan 7.7 1892 = 7.5
Barumun 125 6,5 Menganan 7.5
Sumpur 35 14 Menganan 6.9
Sianok 90 14 Menganan 7.4 1926 = 6.4, 2007 = 6.3
Sumani 60 14 Menganan 7.1 1926 = 6.7, 2007 = 6.4
Suliti 95 14 Menganan 7.4 1943 = 7.7
Siulak 70 14 Menganan 7.2 1909 = 7.3, 1995 = 6.8
Dikit 60 12 Menganan 7.1 2009 = 6.6
Ketaun 85 12 Menganan 7.4 1943 = 7.4
Musi 70 13,5 Menganan 7.2 1900 = 7.0
Manna 85 13,5 Menganan 7.3 1893 = 7.0
Kumering Utara 111 12,5 Menganan 7.5 1933 = 7.5
Kumering Selatan 60 12,5 Menganan 7.1 1933 = 7.5, 1994 = 6.9
Semangko Barat-A 90 8 Menganan 7.4
Semangko Barat-B 80 8 Menganan 7.3 1908 = 7.0
Semangko Timur-A 12 5 Menganan 6.5
Semangko Timur-B 35 3 Menganan 6.9
Semangko Graben 50 3 Normal 6.5
Mentawai Backthrust-Mentawai 560 5 Naik 8.2
Mentawai Backthrust-Enggano 160 5 Naik 7.6
Andaman Barat Backthrust-Selatan 456 10 Naik 8.1
Andaman Barat Backtrust-Tengah 168 10 Naik 7.3
Andaman Barat Backtrust-Selatan (Simeuleu) 196 10 Geser 7.8
Sesar Terindikasi Aktif
Pidie Geser 6.5 1967 = 6.7, 2016 = 6.5
Lhokseumawe (Utara) Menganan
Langsa 2018 = Gempa swarm
Sibayak Geser
Pasaman Barat Menganan 2022 = 6.2
Muara Enim Mengiri 2022 = Gempa swarm
Lampung Panjang 2006 = 5.5

Catatan gempa bumi

sunting
 
Kerusakan akibat Gempa bumi Padang Panjang 1926

Patahan Semangko beberapa kali mengalami gempa bumi besar sejak tahun 1900, beberapa peristiwa besar diantaranya;

Lihat juga

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ "M 7.0 - 5 km NE of Banda Aceh, Indonesia". USGS Earthquake Hazards Program. Diakses tanggal 1 February 2022. 
  2. ^ Fitch, Thomas (1972). "Plate Convergence, Transcurrent Faults, and Internal Deformation Adjacent to Southeast Asia and the Western Pacific". Journal of Geophysical Research. 77 (23): 4432–4460. Bibcode:1972JGR....77.4432F. doi:10.1029/jb077i023p04432. hdl:2060/19720023718 . 
  3. ^ Bradley, Kyle (2016). "Implications of the diffuse deformation of the Indian Ocean lithosphere for slip partitioning of oblique plate convergence in Sumatra". Journal of Geophysical Research. 121: 572–591. Bibcode:2017JGRB..122..572B. doi:10.1002/2016JB013549 . 
  4. ^ "Peta Sesar Aktif Indonesia". @gempa.dunia. Diakses tanggal 01 September 2024. 
  5. ^ "M 7.5 - 54 km SW of Kotabumi, Indonesia". USGS Earthquake Hazards Program. Diakses tanggal 1 February 2022. 
  6. ^ "M 7.2 - 90 km WSW of Pangkalan Brandan, Indonesia". USGS Earthquake Hazards Program. Diakses tanggal 1 February 2022. 
  7. ^ "M 7.0 - 5 km NE of Banda Aceh, Indonesia". USGS Earthquake Hazards Program. Diakses tanggal 1 February 2022. 

Pranala luar

sunting