Perang Pandrah Aceh (1945)
Perang Pandrah terjadi karena kependudukan Jepang di Aceh sangat sewenang-wenang.
Perang Pandrah Aceh (1945) | |||||
---|---|---|---|---|---|
| |||||
Pihak terlibat | |||||
Rakyat Aceh | Kekaisaran Jepang | ||||
Tokoh dan pemimpin | |||||
Keuchik Usman Keuchik Johan Tengku Ibrahim Peudada Tengku Jacob Tengku Akop Pang Tengku Nyak Isa |
Teuku Muhammad Jacob † Bunsuco Gunco Bireun † | ||||
Korban | |||||
43 terbunuh | 200 terbunuh |
Pertempuran
Penyerbuan terhadap tangsi Jepang di Pandrah dilaksanakan pada 2 Mei 1945 di bawah kepemimpinan Keuchik Johan dan Tengku Jacob. Penyerbuan ini dilakukan pada malam hari pada waktu banyak tentara Jepang tidur. Sewaktu dilakukan penyerangan, tentara Jepang yang berjaga hanya 3 orang, 2 orang berhasil dilumpuhkan sedangkan 1 orang berhasil lolos dan melapor ke asrama Jeunieb. Laporan ini pun kemudian segera diteruskan ke Bireun, Lhokseumawe, Sigli, dan Banda Aceh. Dengan kejadian penyerbuan ini pihak Jepang pun pada akhirnya tidak mau tinggal diam, mereka tidak ingin peristiwa serupa di Bayu terulang kembali. Pada 3 Mei 1945, satu kompi tentara Jepang dari Bireun mendapat komando untuk datang ke Pandrah. Selain itu, dari Sigli datang juga 2 regu polisi dipimpin oleh Teuku Muhammad Jacob yang merupakan Wakil Bunsuco Gunco Bireun.
Sesampainya di Pandrah mereka tidak mendapatkan para penyerbu karena mereka semua telah kembali ke Glee Banggalang. Kemudian Gunco Bireun mengumpulkan beberapa orang untuk diberikan pengarahan dalam rangka untuk menyuruh orangorang yang berkumpul di Glee Banggalang untuk melakukan perlawanan agar segera mengurungkan niat mereka dan kembali ke kampung. Mengingat orang-orang yang berkumpul di Glee Banggalang tidak ada satu pun yang mau untuk mengurungkan niat mereka melakukan perlawanan dan kembali ke kampung, maka pada akhirnya membuat Jepang memusatkan tentaranya di Kampung Lheue Simpang yang mana untuk selanjutnya melakukan penangkapan paksa terhadap penduduk Lheue Simpang dengan tujuan agar orang-orang yang di Glee Banggalang mau kembali ke kampung.
Pada 5 Mei 1945, sebagai reaksi atas penangkapan paksa penduduk di Kampung Lheue Simpang, pasukan rakyat di Glee Banggalang di bawah pimpinan Tengku Ibrahim Peudada pada akhirnya melakukan penyerbuan ke tempat konsinyasi Jepang di Kampung Lheue Simpang. Serangan yang dilakukan secara serentak ini berhasil menewaskan banyak tentara Jepang termasuk Wakil Gunco, Teuku Muhammad Jacob. Dalam penyerbuan ini tercatat 200 serdadu Jepang tewas
Referensi
- Ibrahim, Muhammad, dkk. (1991). Sejarah Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
- Muthalib, Muhammad Abdul. (1960). Riwayat Prang Pandrah Masa Jideug 1945. Kutaraja: Mahtabah Aceh Raya.Nourouzzaman, Shiddiqi. (1983). Menguak Sejarah Muslim: Suatu Kritik Metodologis. Yogyakarta: PLP2M.
- Oebit, T. Sabu. (1974). Sejarah Pertempuran Cot Plieng Bayu Lheue Simpang Pandrah Melawan Fasisme Jepang.Aceh: Kabin Kebudayaaan,Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kabupaten Aceh Utara.
- Pratiwi, Indriyeti. (2007). Peran Ulama dalam Perang Aceh 1873-1912.Skripsi.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
- Priyadi, S (2012). MetodologiPenelitian Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Ombak.Reid, Anthonny. (1975). TheJapanese Occupation and Rival of Indonesian Elites: Northern Sumatra 1942. The Journal of Asian Studies. Vol. 35. no. 1.49-61.