Pengguna:Fazoffic/Ch
Si Gila dari Tenggara
Segera tayang di Noveltoon.
- Elemen
- Mc: Setya
- Enemy: Random
Alur
-
- Pembukaan, belajar sama guru sableng.
- Jadi sableng, dan sadar kalau dirinya sableng.
- Kerja di rumah bordil, dan nyamar jadi cewek. Waria anjir.
- Ketemu cewek『Dyah Airin』anaknya Ketua Aliansi Silat Nusantara.
- Temenan.
- Gurunya nyuruh Mc buat berhenti jadi waria
- Mc pisah sama Airin.
- Guru MC wafat.
- 《Time skip uhuyy》
- Mc jadi dewasa cuyy!!! Gak juga sih.
- Mc mandi, ketemu dahan yang nahan air terjun, dahannya dilempar.
- Rupanya ada aki-aki senior beladiri bernama『Guru Ju』lagi dikepung bandit, awalnya guru Ju bisa ngalahin semua bandit, tapi kayu ajaib turun dari langit dan melatok kepala bandit yang megang senjata terus badan bandit ini menimpa Guru Ju dan senjata bandit itu menusuk guru Ju, guru Ju pun mokad.
- Mc nemu barangnya guru Ju.
- Mc ngajar bocil² tengik dari Akademi Kudus.
- Mc berkelana, mendirikan Sekte Jelata.
- Mc masuk Akademi Kudus.
- Mc sekolah, bikin rusuh, ya begitulah.
- Mc ngalahin semua kepala sekte dengan identitas Ketua Sekte Jelata.
- Mc ketemu murid lamanya gurunya (seniornya) yang sesat bernama 『Sutas Mada』terus WARR!!!
- Mc lulus.
- Mc berurusan sama Kemaharajaan, ketemu Gajah Mada dll.
- Identitas asli Mc ketahuan.
- Sekte Limpai yang sesat berusaha untuk menghancurkan Kemaharajaan dengan membangkitkan Batara Kala.
- Mc lawan Batara Kala.
- Mc menang, ketua Aliansi koit.
- Mc sedih, terus menghancurkan seluruh sekte Limpai.
- Mc nikah sama Airin, jadi ketua Aliansi baru.
- Mc travelling ke Cina, ke dinasti Ming.
- Mc ketemu orang-orang Cina dan Korea.
- Mc ke Arab, membantu Khalifah Abbasiyah menangani kelompok Masasun.
- Mc ke Eropa, jadi duta besar Kemaharajaan buat nangani masalah perdagangan gelap.
- Mc balik.
- Menggagalkan Perang Bubat
- Hayam Wuruk nikah sama Dyah Pitaloka Citraresmi
- Konflik dua Perguruan (Kudus dan Kudenta)
- MC gabungin dua perguruan
- MC nikah, punya anak.
- 【Tamat】
Ch. 1
Baca
- Dia adalah Setya, seorang bocah yang kehilangan orangtuanya sejak kecil. Bekerja sebagai kuli pembuat arca di sebuah kuil Hindu. Agama? Ntahlah. Pandangan hidup? Mungkin ... tidak ada. Dia adalah seorang anak yang melarat, dengan cita-cita setinggi langit, namun ekspetasi yang serendah Bumi tampaknya telah menghancurkan ekspetasinya sekejap mata. Kini, dia hanyalah seorang budak? Mungkin bisa dianggap begitu. Kerjanya hanyalah membuat arca dan mengukir. Orang kuil jarang berinteraksi dengannya. Sesekali ia juga diajari bermain alat musik seperti sape, alat musik nun jauh dari Nusa Tanjungnagara, dan sejenisnya. Walaupun sape memang merupakan alat musik yang jarang dipakai pada masa itu, namun suaranya yang menenangkan jiwa cukup dinikmati di masa itu.
Walaw e ... rupanya kuil tempat ia bekerja terbakar oleh seorang pengunjung yang tampaknya tidak senang atau punya masalah pribadi dengan pandita setempat. Kuil yang terbakar pada malam hari hanya menyisakan abu di hati Setya kecil, yang tidak bisa apa-apa kecuali menatap langit dan kemudian tertidur pulas di tengah hutan belantara yang rimbun.
Ketika matanya terbangun, seorang kakek tua berambut penuh uban panjang dengan janggut dan jambang yang juga beruban sudah berdiri di depan matanya. Melihat pemandangan wajah tua bangka seperti itu, Setya hanya bisa terpana. Wajah kakek itu ramah seperti Buddha, hanya saja mata si aki ini agak laen, cara dia melirik seperti bandit. Firasatnya agak buruk, namun karena ia tidak bisa apa-apa, dtahannya saja lah firasat itu.
"Di mana ... aku?" Tanya Setya kecil sambil terbata-bata.
"Dirumahku lah, masak di istana raja." Timpal si tua bangka.
"Surga?"
"Ndasmu surga."
Perlahan, tapi pasti, Setya bangun dan duduk mengamati sekelilingnya. Rumah itu cukup rapi, bersih. Perabotan di sekitarnya tertata dengan baik. Kakek ini pasti membersihkan rumahnya dengan baik.
"Apakah Anda yang merawat saya?" Tanya Setya.
"Emang siapa lagi?" Timpal si kakek.
"Pandita kuil bagaimana?"
"Modar." Jawab si kakek dengan simpel.
Si kakek pergi keluar untuk minum. Setya perlahan-lahan pergi keluar, dan mengamati sekitarnya. Dia segera melihat pemandangan yang luar biasa. Tampak Pegunungan Wilis berada di sekitarnya, seolah ia merupakan satu kesatuan dengan pegunungan itu sendiri. Ia terpaku dengan pemandangan yang tak pernah dilihatnya selama enam tahun dirinya dibesarkan di kuil.
Mendadak, si kakek sudah ada di belakangnya.
"Kehilangan arah hidup kawan kecil? Bagaimana kalau menjadi muridku?"
"Apa yang akan Anda ajarkan?" Tanya Setya kecil.
"Beladiri." Ringkas sang kakek sambil mengepalkan tangannya, mengambil satu langkah tegas ke depan, lalu meninju udara yang diikuti gumpalan energi yang sangat kecang dan pada. Setya awalnya tak paham, hingga akhirnya di ujung pandangannya sana, pukulan tersebut membelah sebuah bukit.
"Baik guru." Ucap Setya sembari mengambil sikap sembah kepada guru barunya itu.
"Baik, besok adalah pelajaran pertamamu, bersiaplah nak." Ucap gurunya sambil masuk ke dalam rumah, meninggalkan Setya yang mulai merasakan firasat buruk bermunculan di kepalanya.
Setya bangun pagi-pagi sekali. Dilihatnya hari, masih sangat gelap. Sang kakek tidur pulas di kamarnya. Ia membuka pintu, dan duduk di depan rumah, memandangi matahari terbit, sangat indah. Tak terasa waktu berlalu, di usianya yang ke-11 tahun ini, pertemuan dan perpisahan telah berulangkali ditemui olehnya, dunia yang klise tanpa makna.
Pagi pun tiba, matahari dengan cahayanya yang nirmala telah sepenuhnya menerangi tanah. Di bawah, kerbau-kerbau pemalas telah dicambuk pantatnya agar mau membajak sawah majikannya. Perbudakan hewan, itu lumrah di mana-mana.
Sang kakek berdiri disampingnya, "Tubuhmu ringkih, sekalinya belajar seni beladiri, pasti langsung hancur. Mending jangan