Olo Panggabean

Revisi sejak 29 September 2024 16.50 oleh QADR07 (bicara | kontrib) (death place)

Olo panggabean atau nama lengkapnya Sahara Oloan Panggabean (24 Mei 1941 – 30 April 2009)[1] adalah seorang tokoh yang terkenal karena kegiatannya di bidang perjudian dan juga karena sifat filantropinya. Olo Panggabean merupakan pendiri organisasi paramiliter Ikatan Pemuda Karya (IPK) yang bermarkas di Medan, Sumatera Utara.

Olo Panggabean
LahirSahara Oloan Panggabean
(1941-05-24)24 Mei 1941
Medan, Sumatera Utara
Meninggal30 April 2009(2009-04-30) (umur 67)
RS Gleneagles Medan
KebangsaanIndonesia
Nama lainOlo
PekerjaanPengusaha

Perjalanan hidup

Olo adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara dari pasangan Friedolin Panggabean dan Esther Hutabarat. Sampai akhir hayatnya Olo tidak pernah menikah. Saat ini Penerus dari Olo Panggabean adalah Budi Panggabean .

Kematian

Olo meninggal dunia di RS Gleneagles Medan, sekitar pukul 14.00 WIB, Kamis, 30 April 2009. Sebelumnya ia berobat di Glen Hospital Singapura, tetapi karena pengobatan di sana gagal, Olo diterbangkan kembali ke Medan dengan pesawat khusus seri LR 35A/HS-CFS. Disebut-sebut, Olo meninggal dunia akibat komplikasi penyakit yang menderanya, terutama dikarenakan komplikasi diabetes. Ia menghembuskan napas terakhirnya pada usia 68 tahun.

Drama Kehidupan

Pendirian IPK

Olo Panggabean diperhitungkan setelah keluar dari organisasi Pemuda Pancasila, saat itu di bawah naungan Effendi Nasution alias Pendi Keling, salah seorang tokoh Eksponen ‘66’. Tanggal 28 Agustus 1969, Olo Panggabean bersama sahabat dekatnya, Syamsul Samah mendirikan IPK. Masa mudanya itu, dia dikenal sebagai preman besar.

Wilayah kekuasannya di kawasan bisnis di Petisah. Dia juga sering dipergunakan oleh pihak tertentu sebagai debt collector. Sementara organisasi yang didirikan terus berkembang, sebagai bagian dari lanjutan Sentral Organisasi Buruh Pancasila (SOB Pancasila), di bawah naungan dari Koordinasi Ikatan – Ikatan Pancasila (KODI), dan pendukung Penegak Amanat Rakyat Indonesia (Gakari).

Olo Panggabean sering disebut sebagai seorang "raja perjudian" yang berpengaruh[1][2][3] di kawasan tersebut, meskipun tuduhan terhadapnya belum dapat dibuktikan pihak berwajib.[2] Dan saat ini IPK dipimpin oleh keponakannya Budi Panggabean

Peristiwa penembakan Brimob

Olo Panggabean pernah dituding sebagai pengelola sebuah perjudian besar di Medan. Semasa Brigjen Pol Sutiono menjabat sebagai Kapolda Sumut (1999), IPK pernah diminta untuk menghentikan praktik kegiatan judi. Tudingan itu membuat Moses Tambunan marah besar. Sebagai anak buah Olo Panggabean, Moses menantang Sutiono untuk dapat membuktikan ucapannya tersebut.

Persoalan ini diduga sebagai penyulut insiden di kawasan Petisah. Anggota brigade mobile (Brimob) terluka akibat penganiayaan sekelompok orang. Merasa tidak senang, korban yang terluka itu melaporkan kepada rekan – rekannya. Insiden ini menjadi penyebab persoalan, sekelompok oknum itu memberondong “Gedung Putih” dengan senjata api.

Permasalahan dengan Sutanto

Pada pertengahan 2000, ia menerima perintah panggilan dari Sutanto (saat itu menjabat sebagai Kapolda Sumut) terkait masalah perjudian namun panggilan tersebut ditolaknya dengan hanya mengirimkan seorang wakil sebagai penyampai pesan. Sejak jabatan Kapolri disandang Sutanto pada tahun 2005, kegiatan perjudian yang dikaitkan dengan Olo telah sedikit banyak mengalami penurunan.[1] Semasa Sutanto menjadi Kapolri, bisnis judi Olo diberantas habis sampai keakar akarnya. Sutanto berhasil memberantas judi di Sumatera Utara kurang dari tiga tahun, suatu hal yang tidak dapat dilakukan oleh Kapolri sebelumnya. Sejak itu, Olo dikabarkan memfokuskan diri pada bisnis legal, seperti POM Bensin, Perusahaan Otobus (PO) dan sebagainya.

Filantropi

Pernah muncul di media massa, ada keluarga yang anaknya disandera rumah sakit karena tak mampu membayar biaya persalinan. Malah tiba-tiba pihak rumah sakit memperlakukan keluarga itu sangat istimewa, karena Olo Panggabean melunasi dan menjamin semua biaya diperlukan. Ada juga keluarga miskin yang digusur paksa oknum petugas Satpol PP, menangis pilu karena gerobak sorong tempatnya berjualan dihancurkan hingga kehilangan mata pencaharian. Malah tiba-tiba memiliki kios permanen atas biaya dari Olo Panggabean.

Kisah Angi dan Anjeli

Kisah sedih bayi kembar siam Angi-Anjeli anak dari pasangan Subari dan Neng Harmaini yang kesulitan membiayai dana operasi pemisahan di Singapura, tahun 2004 adalah satu contoh kedermawanan Olo. Ibu sang bayi, Neng Harmaini, melahirkan mereka di RS Vita Insani, Pematang Siantar, Rabu, 11 Februari 2004 pukul 08.00 WIB, melalui operasi caesar. Kembar siam ini lahir dengan organ jantung, hati dan paru-paru yang saling berdiri sendiri. Bayi kembar siam ini harus diselamatkan dengan operasi caesar, tapi orangtuanya tidak mampu. Di tengah pejabat Pemprovsu dan Pemko Siantar masih saling lempar wacana untuk membantu biaya operasi, malah Olo Panggabean bertindak cepat menanggung semua biaya yang diperlukan. Bahkan saat bayi bernasib sial itu tiba di Bandara Polonia Medan dengan pesawat Garuda Indonesia No. GIA 839 pada Senin 18 Juli 2004 sekitar pukul 11.30, Olo Panggabean menyempatkan diri menyambut dan menggendongnya.

Pranala luar

Referensi

  1. ^ a b c "Going Legit", Tempo (edisi bahasa Inggris) No. 52/VI/29 Agustus - 4 September 2006 (salinan artikel ini tersedia di http://www.infi[pranala nonaktif permanen]d.be/general_broom.htm)[pranala nonaktif permanen]
  2. ^ a b Effendi, Robby "Sekelumit tentang Olo Panggabean", Riau Pos, 20 Juli 2005
  3. ^ Ryter, Loren "A tale of two cities" Diarsipkan 2007-03-13 di Wayback Machine., Inside Indonesia, No. 63, Juli 2000