Teori atom

Revisi sejak 8 Oktober 2024 03.03 oleh NAURA12 (bicara | kontrib)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Dalam ilmu kimia dan fisika, teori atom adalah teori ilmiah terkait sifat alamiah materi yang menyatakan bahwa materi tersusun atas partikel terkecil yang disebut atom. Pernyataan ini bermula dari sebuah konsep filosofis pada masa Yunani kuno yang masuk dan menjadi menjadi arus utama ilmu sains pada awal abad ke-19 ketika ilmu kimia membuktikan bahwa materi berperilaku seperti tersusun atas atom-atom.

Model atom teoretis yang berlaku saat ini melibatkan inti padat dikelilingi oleh "awan" elektron

Istilah atom berasal dari kata sifat dari bahasa Yunani Kuno, atomos, yang berarti "tidak dapat dibagi".[1] Para kimiawan pada abad ke-19 mulai menggunakan istilah ini untuk menjelaskan berat relatif dari satuan massa pada setiap unsur kimia, setiap kelipatannya membentuk sebuah rumus yang menentukan susunan gravimetri dari molekul yang ada pada senyawa kimia. Sekitar masa pergantian abad ke-20, para fisikawan menemukan bahwa apa yang disebut "atom yang tidak dapat dipecah" sebenarnya adalah gabungan berbagai partikel subatom (terutama, elektron, proton dan neutron) yang dapat ada secara terpisah dari satu sama lain melalui berbagai eksperimen menggunakan elektromagnetisme dan peluruhan radioaktif. Bahkan, pada suatu keadaan ekstrem tertentu, seperti bintang neutron yang memiliki suhu dan tekanan ekstrem, atom tidak dapat terbentuk sama sekali. Karena atom yang ditemukan dapat dibagi, fisikawan kemudian menciptakan istilah "partikel elementer" untuk menyebut partikel yang "tak bisa dibagi". Bidang ilmu yang mempelajari partikel subatomik adalah fisika partikel, dan di bidang ini para fisikawan berharap dapat menemukan sifat dasar sejati suatu materi.

Sejarah

sunting

Filsafat atomisme

sunting

Kata "atom" (bahasa Yunani: ἄτομος; atomos) yang memiliki makna "tidak dapat dibagi". Gagasan bahwa materi terdiri dari unit diskret adalah gagasan yang sudah ada sejak lama yang terus muncul dalam banyak kebudayaan kuno seperti Yunani dan India. Gagasan ini dikembangkan oleh Filsuf pra-Sokrates, Leukippos dan muridnya Demokritos (460 – 370 sebelum masehi). Demokritos menyatakan, bahwa atom berjumlah tidak terbatas, tidak dapat diciptakan, abadi dan sifat dari suatu objek ditentukan dari atom yang menyusun objek tersebut.[2][3] Atomisme oleh Demokritos dikembangkan lebih detil dan dielaborasi kembali oleh filsuf Yunani, Epikuros(341–270 sebelum masehi) dan penyair Romawi, Lucretius (ca.99–ca.55 sebelum masehi).[4] Pada abad pertengahan awal, atomisme sudah mulai banyak terlupakan di Eropa barat dan mulai dikenal kembali melalui tulisan Aristoteles yang baru ditemukan pada abad ke-12.[3]

Pada abad ke-14, penemuan-penemuan karya besar yang menjelaskan tentang atomisme, seperti De rerum natura oleh Lucretius dan Lives and Opinions of Eminent Philosophers oleh Diogenes Laërtius kembali meningkatkan perhatian akademis terhadap topik ini. Meskipun begitu, dikarenakan atomisme diasosiasikan dengan filsafat Epikureanisme yang berlawanan dengan ajaran Kristen ortodoks, kepercayaan tentang atom tidak dapat diterima oleh mayoritas filsuf eropa pada masa itu. Lalu, seorang pendeta Katolik, Pierre Gassendi (1592–1655) membangkitkan kembali atomisme Epikurean dengan perubahan yang berargumen bahwa atom diciptakan oleh Tuhan yang walaupun berjumlah banyak, tetapi tidak terbatas. Teori Gassendi dipopulerkan oleh dokter, François Bernier (1620–1688) di Prancis dan filsuf ilmu alam, Walter Charleton (1619–1707) di Inggris. Kimiawan, Robert Boyle (1627–1691) dan fisikawan Isaac Newton (1642–1727) mempertahankan atomisme hingga akhir abad 17 sehingga dapat diterima oleh sebagian komunitas saintis.[3]

John Dalton

sunting

Menjelang akhir abad ke-18, dua kaidah tentang reaksi kimia muncul tanpa mengacu pada gagasan teori atom. Pertama adalah hukum kekekalan massa, yang dirumuskan oleh Antoine Lavoisier pada tahun 1789, yang menyatakan bahwa total massa dalam reaksi kimia bersifat konstan (massa reaktan sama dengan produk).[5] Kaidah kedua adalah hukum perbandingan tetap. Kaidah ini pertama kali dibuktikan oleh kimiawan Prancis Joseph Louis Proust pada tahun 1797. Hukum ini menyatakan bahwa jika suatu senyawa diurai menjadi unsur-unsur penyusunnya, maka massa konstituen akan selalu memiliki perbandingan yang sama, terlepas dari kuantitas atau sumber senyawanya .[6]

John Dalton mempelajari dan mengembangkan hasil karya sebelumnya dan mengembangka hukum perbandingan berganda pada tahun 1803 yang menyatakan bahwa jika dua unsur dapat digabungkan untuk membentuk suatu senyawa, maka perbandingan massa unsur kedua yang bergabung terhadap massa tetap unsur pertama adalah perbandingan bilangan bulat sederhana.[7] Kaidah ini dapat dilihat dari eksperimen Dalton yang mencatat bahwa 100 g timah akan bergabung baik dengan 13,5 g atau 27 g oksigen sehingga berdasarkan eksperimen ini disimpulkan maka satu atom timah akan bergabung dengan satu atau dua atom oksigen.[8]

Dalton juga percaya teori atom dapat menjelaskan mengapa air menyerap gas yang berbeda dalam proporsi yang berbeda, misalnya membuktikan bahwa air jauh lebih baik menyerap karbon dioksida daripada menyerap nitrogen. Hipotesis Dalton adalah karena perbedaan dalam massa dan kompleksitas partikel masing-masing gas.[9]

 
Berbagai atom dan molekul seperti yang digambarkan dalam A New System of Chemical Philosophy (1808) karya John Dalton.

Pada tahun 1803, Dalton secara lisan menyajikan daftar massa relatif atom untuk beberapa zat. Makalah ini diterbitkan pada tahun 1805, namun mengalami beberapa kontroversi karena tidak menjelaskan metode untuk mendapatkan hasil tersebut.[10][11] Akhirnya, metode terungkap pada tahun 1807 oleh koleganya, Thomas Thomson di dalam buku teks Thomson edisi ketiga, Sistem Kimia (A System of Chemistry). Akhirnya, Dalton menerbitkan laporan lengkap dalam buku teksnya sendiri yang berjudul Sistem Baru Filsafat Kimia (A New System of Chemical Philosophy), pada tahun 1808 dan 1810.[12]

Dalton memperkirakan berat atom berdasarkan rasio massa ketika mereka bergabung dengan atom hidrogen diambil sebagai kesatuan. Namun, Dalton tidak berfikir bahwa terdapat beberapa unsur atom yang ada dalam bentuk molekul, seperti oksigen murni ada dalam bentuk O. Dia juga salah kaprah bahwa senyawa paling sederhana antara dua unsur selalu hanya terdiri dari masing-masing satu atom (jadi dia berpendapat air adalah HO, bukan H).[13] Dikarenakan peralatannya yang belum mendukung, hasil dalton mengalami kesalahan. Misalnya, pada tahun 1803, ia yakin bahwa atom oksigen memiliki berat 5,5 kali daripada atom hidrogen karena dalam air ia mengukur 5,5 gram oksigen untuk setiap 1 gram hidrogen dan meyakini rumus untuk air adalah HO. Dengan mengadopsi data yang lebih baik, pada tahun 1806 ia menyimpulkan bahwa berat atom oksigen yang sebenarnya adalah 7 bukannya 5,5, dan dia mempertahankan berat ini selama sisa hidupnya. Ilmuwan lain pada masa itu sudah menyimpulkan bahwa berat atom oksigen seharusnya 8 relatif terhadap hidrogen yang sama dengan 1, jika diasumsikan rumus Dalton untuk molekul air adalah HO, atau 16 jika diasumsikan menggunakan rumus air modern H.[14][15]

Avogadro

sunting

Kekeliruan teori Dalton diperbaiki secara mendasar pada tahun 1811 oleh Amedeo Avogadro. Avogadro mengusulkan bahwa volume yang sama dari dua gas, pada temperatur dan tekanan yang sama, mengandung jumlah molekul yang sama (dengan kata lain, massa partikel gas tidak mempengaruhi volume yang menempati).[16] Hukum Avogadro memungkinkannya untuk menyimpulkan sifat diatomik dari berbagai gas dengan mempelajari volume di mana mereka bereaksi. Misalnya: karena dua liter hidrogen akan bereaksi dengan hanya satu liter oksigen untuk menghasilkan dua liter uap air (pada tekanan dan temperatur konstan), maka itu berarti molekul oksigen tunggal terbagi menjadi dua untuk membentuk dua partikel air. Dengan demikian, Avogadro mampu menawarkan perkiraan yang lebih akurat dari massa atom oksigen dan berbagai unsur lainnya, serta membuat pembeda yang jelas antara molekul dan atom.[17]

Gerak Brown

sunting

Pada 1827, ahli botani Inggris Robert Brown mengamati bahwa partikel debu di dalam serbuk sari yang mengambang di air terus bergoyang-goyang tanpa alasan yang jelas. Pada tahun 1905, Albert Einstein berteori bahwa gerak Brown ini disebabkan oleh molekul air terus menerus mengetuk butiran-butiran, dan mengembangkan model matematika hipotetis untuk menggambarkan hal itu.[18] Model ini divalidasi secara eksperimental pada tahun 1908 oleh fisikawan Prancis Jean Perrin, sehingga memberikan validasi tambahan untuk teori partikel (dan dengan perluasan teori atom).[19]

Penemuan partikel subatomik

sunting
Sinar katode (biru) yang dipancarkan dari katode, dipertajam menjadi sorot dengan menggunakan celah, kemudian dibelokkan ketika melewati antara dua lempeng listrik.

Atom dianggap sebagai bagian terkecil dari materi sampai 1897 ketika J.J. Thomson menemukan elektron melalui karyanya pada sinar katode.[20]

Sebuah tabung Crookes adalah wadah kaca tertutup di mana dua elektrode dipisahkan oleh ruang hampa. Sinar katode dihasilkan ketika tegangan diterapkan di seluruh elektrode, menciptakan partikel bersinar yang menyerang kaca di ujung tabung yang berlawanan. Melalui eksperimen, Thomson menemukan bahwa sinar dapat dibelokkan oleh medan listrik (selain medan magnet, yang sudah dikenal). Dia menyimpulkan bahwa sinar ini, bukannya bentuk cahaya, melainkan sesuatu yang terdiri dari partikel bermuatan negatif yang sangat ringan yang ia sebut "corpuscles" (kelak diganti namanya menjadi elektron oleh ilmuwan lain). Ia mengukur rasio massa terhadap muatan dan menemukan itu 1800 kali lebih kecil daripada hidrogen, atom terkecil. Corpuscles ini tidak seperti partikel lain yang telah dikenal sebelumnya.[21]

Thomson menyatakan bahwa atom dapat dibagi, dan bahwa corpuscles adalah balok-balok bangunannya.[22] Untuk menjelaskan muatan netral keseluruhan atom, ia mengajukan teori bahwa corpuscles didistribusikan dalam lautan muatan positif yang seragam; ini adalah model puding prem[23] karena elektron tertanam dalam muatan positif seperti prem dalam puding prem (meskipun dalam model Thomson mereka tidak dalam kondisi stasioner).

Penemuan inti atom

sunting
 
Percobaan Geiger-Marsden
Kiri: Hasil yang diharapkan: partikel alfa melewati atom model puding prem dengan mengabaikan pembelokan.
Kanan: Hasil yang teramati: sebagian kecil dari partikel dibelokkan oleh konsentrasi muatan pada inti atom.

Pada tahun 1909, model puding prem Thomson dibantah oleh salah seorang mantan mahasiswanya, Ernest Rutherford, yang menemukan bahwa sebagian besar massa dan muatan positif atom terkonsentrasi di sebagian kecil dari volume, yang diasumsikan berada di pusat atom.[24]

Dalam percobaan Geiger–Marsden, Hans Geiger dan Ernest Marsden (rekan dari Rutherford yang bekerja mewakilinya) menembakkan partikel alfa pada lembaran tipis logam dan diukur defleksi mereka menggunakan layar fluoresen.[25] Mengingat massa elektron yang sangat kecil, momentum tinggi partikel alfa, dan rendahnya konsentrasi muatan positif pada model puding prem, sang peneliti mengharapkan semua partikel alfa dapat melewati kertas logam tanpa pembelokan yang bermakna. Ternyata mereka menemukan hal yang mencengangkan. Sebagian kecil dari partikel alfa mengalami pembelokan tajam. Rutherford menyimpulkan bahwa muatan positif di dalam atom harus terkonsentrasi dalam volume yang sangat kecil agar dapat menghasilkan medan listrik yang cukup kuat untuk membelokkan partikel alfa dengan sebegitu kuat.[26]

Hal ini menyebabkan Rutherford mengajukan teori model planet di mana awan elektron mengelilingi inti kecil dan kompak yang bermuatan positif. Hanya konsentrasi muatan semacam itulah yang bisa menghasilkan medan listrik cukup kuat untuk menyebabkan pembelokan tajam.[26]

Tahap pertama menuju model atom fisika kuantum

sunting

Model atom planet memiliki dua kekurangan yang signifikan. Pertama adalah bahwa, tidak seperti planet mengorbit matahari, elektron adalah partikel bermuatan. Muatan listrik yang dipercepat diketahui memancarkan gelombang elektromagnetik menurut rumus Larmor dalam elektromagnetisme klasik. Muatan yang mengorbit, logikanya akan terus kehilangan energi dan bergerak spiral menuju inti, bertabrakan dengan inti dalam hitungan detik. Masalah kedua adalah bahwa model planet tidak bisa menjelaskan emisi puncak dan penyerapan spektrum atom yang diamati.[27]

 
Model atom Bohr

Teori kuantum merevolusi fisika di awal abad ke-20, ketika Max Planck dan Albert Einstein mendalilkan bahwa energi cahaya dipancarkan atau diserap dalam jumlah diskret yang diketahui sebagai kuanta (tunggal, kuantum). Pada tahun 1913, Niels Bohr memasukkan ide ini ke dalam model atom Bohr, di mana sebuah elektron hanya bisa mengorbit inti dalam orbit lingkaran tertentu dengan momentum sudut dan energi tetap, jarak dari inti (yaitu, jari-jari atom) sebanding dengan energinya.[28] Dengan model ini elektron tidak bisa bergerak spiral ke dalam inti karena tidak kehilangan energi secara terus menerus; sebaliknya, hal itu hanya bisa membuat "lompatan kuantum" seketika antar tingkat energi yang ditetapkan.[28] Ketika ini terjadi, cahaya dipancarkan atau diserap pada frekuensi yang sebanding dengan perubahan energi (maka penyerapan dan emisi cahaya merupakan spektrum diskrit).[28]

Model Bohr tidak sempurna lantaran hanya bisa memprediksi garis spektrum hidrogen; dan tidak bisa memprediksi atom multielektron. Lebih buruk lagi, tatkala teknologi spektrografik ditingkatkan, teramati garis spektrum tambahan dalam hidrogen, yang tidak dapat dijelaskan menggunakan model Bohr. Pada tahun 1916, Arnold Sommerfeld menambahkan orbit elips dengan model Bohr untuk menjelaskan garis emisi tambahan tersebut, tetapi ini membuat model menjadi sangat sulit untuk digunakan, dan masih tidak dapat menjelaskan atom yang lebih kompleks.[29][30]

Niels Bohr memandang bahwa elektron juga memiliki sifat gelombang. Sehingga apabila kita membuat model sederhana, yaitu lintasan elektron berbentuk lingkaran, maka panjang keliling lintasan yang dilalui elektron merupakan kelipatan dari panjang gelombang elektronnya, sehingga gambar yang terbentuk berupa lukisan yang stabil. Namun jika panjang keliling lingkaran yang dilalui elektron bukan kelipatan panjang gelombang elektronnya, maka lukisan yang terbentuk tyda stabil. Oleh karena itu, dapat diambil sebuah hipotesis bahwa elektron hanya mengelilingi proton dalam lintasan lingkaran yang merupakan kelipatan dari panjang elektronnya[31].

Penemuan isotop

sunting

Saat bereksperimen dengan produk peluruhan radioaktif, pada tahun 1913 radiokimiawan Frederick Soddy menemukan bahwa tampaknya ada lebih dari satu unsur pada setiap posisi dalam tabel periodik.[32] Istilah isotop kemudian diciptakan oleh Margaret Todd sebagai nama yang cocok untuk unsur ini .

Pada tahun yang sama, J.J. Thomson melakukan percobaan di mana ia menyalurkan aliran ion neon melalui medan magnet dan listrik, kemudian menghantam plat fotografi di ujung lain. Dia mengamati dua partikel bercahaya di plat tersebut, yang menunjukkan dua lintasan defleksi yang berbeda. Thomson menyimpulkan ini karena beberapa ion neon memiliki massa yang berbeda.[33] Sifat massa yang berbeda ini kelak dijelaskan oleh penemuan neutron pada tahun 1932.[34]

Penemuan partikel nuklir

sunting

Pada tahun 1917 Rutherford membombardir gas nitrogen dengan partikel alfa dan mengamati inti hidrogen yang dipancarkan dari gas (Rutherford menyadari hal ini, karena ia sebelumnya telah memperolehnya melalui bombardir hidrogen dengan partikel alfa, dan mengamati inti hidrogen di dalam produk). Rutherford menyimpulkan bahwa inti hidrogen muncul dari inti atom nitrogen sendiri (artinya, ia telah memecah nitrogen).[35]

Dari karyanya sendiri dan karya murid-muridnya Bohr dan Henry Moseley, Rutherford mengetahui bahwa muatan positif dari setiap atom selalu bisa disamakan dengan jumlah inti hidrogen. Ini, digabung dengan massa atom dari banyak unsur yang kira-kira setara dengan jumlah dari atom hidrogen - yang kemudian diasumsikan partikel paling ringan - membuatnya menyimpulkan bahwa inti hidrogen adalah partikel tunggal dan konstituen dasar dari semua inti atom. Dia menamakan partikel tersebut sebagai proton. Eksperimen lanjutan yang dilakukan oleh Rutherford menemukan bahwa massa nuklir kebanyakan atom melebihi jumlah proton yang dimilikinya; ia berspekulasi bahwa kelebihan massa ini terdiri dari partikel bermuatan netral yang hingga saat itu belum diketahui. Julukan sementara untuk partikel ini pada saat itu adalah "neutron".[34]

Pada tahun 1928, Walter Bothe mengamati bahwa berilium memancarkan radiasi elektrik netral berdaya tembus besar ketika dibombardir dengan partikel alfa. Terungkap pula di kemudian hari bahwa radiasi ini dapat mengusir atom hidrogen dari paraffin wax. Awalnya itu disangka sebagai radiasi gamma berenergi tinggi, karena radiasi gamma memberi efek serupa pada elektron di dalam logam. Akan tetapi, James Chadwick menemukan bahwa dampak ionisasi yang ditimbulkan terlalu kuat untuk suatu radiasi elektromagnetik, sepanjang energi dan momentumnya konstan dalam interaksi tersebut. Pada tahun 1932, Chadwick memapar berbagai unsur, seperti hidrogen dan nitrogen, dengan "radiasi berilium". Berdasarkan pengukuran energi partikel bermuatan, ia menyimpulkan bahwa radiasi sejatinya terbentuk dari parikel netral yang bermassa mirip dengan proton (sementara sinar gamma adalah partikel nirmassa bermuatan netral). Chadwick menegaskan partikel ini sebagai neutron Rutherford.[34] Pada tahun 1935 Chadwick menerima Anugerah Nobel atas karyanya mengungkap keberadaan neutron.[36]

Model atom fisika kuantum

sunting
 
Lima orbital atom neon yang terisi penuh, dipisahkan dan ditata sesuai urutan kenaikan energi dari kiri ke kanan, dengan tiga orbital terakhir memiliki tingkat energi yang sama. Masing-masing orbital berisi dua elektron, yang kemungkinan berada dalam zona-zona yang disajikan dalam bentuk gelembung berwarna. Masing-masing elektron terdapat dalam kedua zona orbital secara seimbang, terlihat di sini bahwa warna hanya untuk menyoroti fasa gelombang yang berbeda.

Pada tahun 1924, Louis de Broglie mengajukan teori bahwa semua partikel bergerak—terutama partikel subatomik seperti elektron—menunjukkan perilaku mirip gelombang. Erwin Schrödinger, yang terkesan dengan ide ini, menggali lebih jauh kebenaran bahwa gerak elektron dalam atom dapat dijelaskan lebih baik sebagai gelombang daripada sebagai partikel. Persamaan Schrödinger, dipublikasikan tahun 1926,[37] menjelaskan elektron sebagai fungsi gelombang dan bukan sebagai partikel. Pendekatan ini dengan elegan memprediksi banyak fenomena spektrum yang gagal dijelaskan oleh model Bohr. Meskipun konsep ini mudah secara matematis, namun sulit divisualisasikan, dan menghadapi penentangan.[38] Salah satu kritik, Max Born, mengusulkan sebaliknya bahwa fungsi gelombang Schrödinger menjelaskan tidak hanya elektron saja melainkan semua kondisi yang mungkin terjadi, dan dengan demikian dapat digunakan untuk menghitung probabilitas menemukan elektron pada setiap lokasi tertentu di sekitar inti.[39] Ini merekonsiliasi dua teori yang bertentangan elektron sebagai partikel vs gelombang sekaligus melahirkan ide dualisme gelombang-partikel. Teori ini menyatakan bahwa elektron memiliki sifat seperti gelombang sekaligus partikel. Contohnya, ia dapat dihamburkan seperti gelombang, dan memiliki massa seperti partikel.[40]

Konsekuensi penjabaran elektron sebagai bentuk gelombang adalah bahwa tidak memungkinkan secara matematis untuk menurunkan secara simultan posisi dan momentum suatu elektron. Ini kemudian dikenal sebagai prinsip ketidakpastian Heisenberg setelah ahli fisika teori Werner Heisenberg menjelaskan dan mempublikasikannya pertama kali tahun 1927.[41] Ini membuat model Bohr menjadi tidak valid lagi. Model atom modern menjelaskan posisi elektron dalam atom sebagai suatu probabilitas. Sebuah elektron dapat ditemukan pada jarak berapapun dari inti atom, tetapi, tergantung tingkat energinya, berada lebih sering pada region tertentu daripada region lainnya. Pola ini yang dirujuk sebagai orbital atom. Orbital berada dalam bentuk yang bervariasi sferis, barbel, torus, dsb. dengan inti atom berada di tengah.[42]

Lihat pula

sunting

Referensi

sunting
  1. ^ Berryman, Sylvia (23 Agustus 2005). "Ancient Atomism". plato.stanford.edu (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-08-31. 
  2. ^ Kenny, Anthony (2004). Ancient philosophy. Oxford: Clarendon Press. hlm. 26–28. ISBN 978-0-19-152497-4. OCLC 171039729. 
  3. ^ a b c Grafton A, Most GW, Settis S. The classical tradition. Cambridge, Massachusetts: The Belknap Press dari Harvard University Press. hlm. 103–104. ISBN 978-0-674-03572-0. OCLC 318876873. 
  4. ^ Cohen H, Lefebvre C, ed. (2017). Handbook of categorization in cognitive science (edisi ke-2). Amsterdam: Elsevier. hlm. 427–428. ISBN 978-0-12-809766-3. OCLC 989819442. 
  5. ^ Weisstein, Eric W. "Lavoisier, Antoine (1743-1794) -- from Eric Weisstein's World of Scientific Biography". scienceworld.wolfram.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-09-03. 
  6. ^ "Law of definite proportions | chemistry". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 3 September 2020. 
  7. ^ "Law of multiple proportions | chemistry". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 4 September 2020. 
  8. ^ Melsen, Andrew G. Van (1960). From atomos to atom : the history of the concept atom. Mineola, N.Y.: Dover Publications. hlm. 137. ISBN 0-486-49584-1. OCLC 54758815. 
  9. ^ Dalton, John (1803). "On the Absorption of Gases by Water and Other Liquids". web.lemoyne.edu. Memoirs of the Literary and Philosophical Society of Manchester. Diakses tanggal 4 September 2020. 
  10. ^ Dalton, John. "On the Absorption of Gases by Water and Other Liquids", in Memoirs of the Literary and Philosophical Society of Manchester. 1803. Diakses pada 29 Agustus 2007.
  11. ^ Newcomb, Sally (2019-07-02). "Atomic Relations: John Dalton". www.aip.org (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 5 September 2020. 
  12. ^ Thackray, Arnold W. (April 1966). "The Origin of Dalton's Chemical Atomic Theory: Daltonian Doubts Resolved". Isis. 57 (1): 35–55. doi:10.1086/350077. ISSN 0021-1753. 
  13. ^ Johnshon, Chris. "avogadro". www.uky.edu. Diakses tanggal 5 September 2020. 
  14. ^ Alan J. Rocke (1984). Chemical Atomism in the Nineteenth Century. Columbus: Ohio State University Press. 
  15. ^ Rocke, Alan J (1984). Chemical atomism in the nineteenth century : from Dalton to Cannizzaro. Columbus: Ohio State University Press. ISBN 0-8142-0360-4. OCLC 10230773. 
  16. ^ Avogadro, Amedeo (1811). "Essay on a Manner of Determining the Relative Masses of the Elementary Molecules of Bodies, and the Proportions in Which They Enter into These Compounds". Journal de Physique. 73: 58–76. 
  17. ^ Rovnyak, David. "Avogadro's Hypothesis". Science World Wolfram. Diakses tanggal 3 Februari 2016. 
  18. ^ Einstein, A. (1905). "Über die von der molekularkinetischen Theorie der Wärme geforderte Bewegung von in ruhenden Flüssigkeiten suspendierten Teilchen". Annalen der Physik. 322 (8): 549. Bibcode:1905AnP...322..549E. doi:10.1002/andp.19053220806. 
  19. ^ Mauro Dardo (2004). Nobel Laureates and Twentieth-Century Physics. Cambridge University Press. hlm. 114–116. ISBN 0521540089. Diakses tanggal 13 Februari 2014. 
  20. ^ Thomson, J.J. (1897). "Cathode rays" ([facsimile from Stephen Wright, Classical Scientific Papers, Physics (Mills and Boon, 1964)]). Philosophical Magazine. 44 (269): 293. doi:10.1080/14786449708621070. 
  21. ^ Thomson, Joseph John (1903). The Discharge of Electricity Through Gases. Charles Scribner's Sons. hlm. 189–190. ether corpuscular theory. 
  22. ^ Whittaker, E. T. (1951), A history of the theories of aether and electricity. Vol 1, Nelson, London 
  23. ^ Thomson, J.J. (1904). "On the Structure of the Atom: an Investigation of the Stability and Periods of Oscillation of a number of Corpuscles arranged at equal intervals around the Circumference of a Circle; with Application of the Results to the Theory of Atomic Structure". Philosophical Magazine. 7 (39): 237. doi:10.1080/14786440409463107. 
  24. ^ Akhlesh Lakhtakia (Ed.); Salpeter, Edwin Ε. (1996). "Models and Modelers of Hydrogen". American Journal of Physics. World Scientific. 65 (9): 933. Bibcode:1997AmJPh..65..933L. doi:10.1119/1.18691. ISBN 981-02-2302-1. 
  25. ^ Geiger, H (1910). "The Scattering of the α-Particles by Matter". Proceedings of the Royal Society. A 83: 492–504. 
  26. ^ a b Rutherford, Ernest (1911). "The Scattering of α and β Particles by Matter and the Structure of the Atom" (PDF). Philosophical Magazine. 21 (4): 669. Bibcode:2012PMag...92..379R. doi:10.1080/14786435.2011.617037. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-05-15. Diakses tanggal 2016-01-23. 
  27. ^ "CK12 – Chemistry Flexbook Second Edition – The Bohr Model of the Atom". Diakses tanggal 30 September 2014. 
  28. ^ a b c Bohr, Niels (1913). "On the constitution of atoms and molecules" (PDF). Philosophical Magazine. 26 (153): 476–502. doi:10.1080/14786441308634993. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-08-09. Diakses tanggal 2016-01-23. 
  29. ^ A. Sommerfeld (1916). "Zur Quantentheorie der Spektrallinien". Annalen der Physik (dalam bahasa Jerman). 51 (17): 1–94. Bibcode:1916AnP...356....1S. doi:10.1002/andp.19163561702. 
  30. ^ W. Wilson (1915). "The quantum theory of radiation and line spectra". Philosophical Magazine. 29 (174): 795–802. doi:10.1080/14786440608635362. 
  31. ^ Brotosiswojo, B. S. (2008). Fisika Kuantum (PDF). Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. hlm. 1.20. ISBN 9796898551. 
  32. ^ "Frederick Soddy, The Nobel Prize in Chemistry 1921". Nobel Foundation. Diakses tanggal 2008-01-18. 
  33. ^ Thomson, J.J. (1913). "Rays of positive electricity". Proceedings of the Royal Society. A 89 (607): 1–20. Bibcode:1913RSPSA..89....1T. doi:10.1098/rspa.1913.0057.  [as excerpted in Henry A. Boorse & Lloyd Motz, The World of the Atom, Vol. 1 (New York: Basic Books, 1966)]. Diakses pada 29 Agustus 2007.
  34. ^ a b c Chadwick, James (1932). "Possible Existence of a Neutron". Nature. 129 (3252): 312. Bibcode:1932Natur.129Q.312C. doi:10.1038/129312a0 . 
  35. ^ Rutherford, Ernest (1919). "Collisions of alpha Particles with Light Atoms. IV. An Anomalous Effect in Nitrogen". Philosophical Magazine. 37 (222): 581. doi:10.1080/14786440608635919. 
  36. ^ 1935 Nobel Prize in Physics. Nobelprize.org. Diakses pada 16 Agustus 2012.
  37. ^ Schrödinger, Erwin (1926). "Quantisation as an Eigenvalue Problem". Annalen der Physik. 81 (18): 109–139. Bibcode:1926AnP...386..109S. doi:10.1002/andp.19263861802. 
  38. ^ Mahanti, Subodh. "Erwin Schrödinger: The Founder of Quantum Wave Mechanics". Diarsipkan dari versi asli tanggal 17 April 2009. Diakses tanggal 1 Agustus 2009. 
  39. ^ Mahanti, Subodh. "Max Born: Founder of Lattice Dynamics". Diarsipkan dari versi asli tanggal 22 Januari 2009. Diakses tanggal 1 Agustus 2009. 
  40. ^ Greiner, Walter. "Quantum Mechanics: An Introduction". Diakses tanggal 14 Juni 2010. 
  41. ^ Heisenberg, W. (1927). "Über den anschaulichen Inhalt der quantentheoretischen Kinematik und Mechanik". Zeitschrift für Physik (dalam bahasa Jerman). 43 (3–4): 172–198. Bibcode:1927ZPhy...43..172H. doi:10.1007/BF01397280. 
  42. ^ Milton Orchin, Roger Macomber, Allan Pinhas, R. Wilson. "The Vocabulary and Concepts of Organic Chemistry, Second Edition," (PDF). Diakses tanggal 14 Juni 2010. 

Daftar pustaka

sunting
  • Andrew G. van Melsen (1960) [First published 1952]. From Atomos to Atom: The History of the Concept Atom. Diterjemahkan oleh Henry J. Koren. Dover Publications. ISBN 0-486-49584-1. 
  • J. P. Millington (1906). John Dalton. J. M. Dent & Co. (London); E. P. Dutton & Co. (New York). 
  • Jaume Navarro (2012). A History of the Electron: J. J. and G. P. Thomson. Cambridge University Press. ISBN 978-1-107-00522-8. 

Bacaan lebih lanjut

sunting
  • Bernard Pullman (1998) The Atom in the History of Human Thought, trans. by Axel Reisinger. Oxford Univ. Press.
  • Eric Scerri (2007) The Periodic Table, Its Story and Its Significance, Oxford University Press, New York.
  • Charles Adolphe Wurtz (1881) The Atomic Theory, D. Appleton and Company, New York.
  • Alan J. Rocke (1984) Chemical Atomism in the Nineteenth Century: From Dalton to Cannizzaro, Ohio State University Press, Columbus (akses terbuka teks lengkap di http://digital.case.edu/islandora/object/ksl%3Ax633gj985).
  • Kanginan, Marthen (2007). Fisika 3 Untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga. ISBN 979-781-732-6.  (Indonesia)

Pranala luar

sunting
  • (Inggris) Atomism oleh S. Mark Cohen.
  • (Inggris) Atomic Theory - informasi rinci tentang teori atom terkait dengan elektron dan kelistrikan.