Sri Koentjara
Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
artikel ini perlu dirapikan agar memenuhi standar Wikipedia. |
Sri Koentjara adalah penulis novel Pameleh (Balai Pustaka, 1938). Meskipun data-data mengenai dirinya tidak ditemukan, dapat dipastikan ia seorang priyayi modern yang ditandai dengan gelar raden di depan namanya. [1] Pada waktu itu gelar raden lazim dipakai oleh seorang priayi atau pegawai pemerintah.
R. Sri Koentjara | |
---|---|
Kewarganegaraan | Indonesia |
Pekerjaan | Sastrawan |
Karya
suntingNovel Pameleh ditulis dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko. Novel ini mengisahkan tentang lika-liku kehidupan seorang pemuda yang bernama Sukarmin, anak dari Surameja, karyawan pabrik gula di daerah Kasihan, Bantul. Sukarmin memiliki semangat belajar yang tinggi dengan keinginan untuk melanjutkan sekolah yang lebih tinggi lagi. Keinginannya disetujui oleh ayahnya dan didukung oleh guru-gurunya.
Setelah lulus dari sekolah desa, Sukarmin berhasil lolos seleksi masuk sekolah Belanda di kota, sebab dia tergolong anak yang pandai. Suatu hari, ayahnya, Surameja dipanggil oleh kepala pabrik tempat ayahnya bekerja, ibunya merasa senang karena pertanda keberuntungan. Surameja dipanggil tuannya bahwa dirinya dipindah ke Pabrik Gula Ganjuran sebagai kepala bengkel. Ibu Sukarmin menyarankan agar suaminya menerima tawaran itu.
Awalnya, setiap hari Surameja pulang-pergi dari rumah ke tempat kerja barunya. Namun atas saran istrinya, Surameja menyewa sebuah rumah di dekat tempat kerjanya dan pulang seminggu sekali. Sementara istrinya dan Sukarmin tetap tinggal di Kasihan. Surameja senang dengan kemajuan belajar anaknya, dan ingin menyekolahkan lebih tinggi lagi. Harapannya Sukarmin tidak mengalami kesulitan dalam hidupnya.
Selama dua tahun rutinitas Surameja berjalan baik, dia merasa senang dengan bolak-balik dari Kasihan ke Ganjuran. Surameja memenuhi kebutuhan istrinya dan sangat memperhatikan pendidikan anaknya. Selama di Ganjuran, Surameja selalu berdoa agar keluarganya dalam lindungan Tuhan. Sementara di Kasihan, istrinya memiliki kegiatan membatik.
Pada saat Sukarmin di tingkat ketiga MULO, sikap Surameja kepada istri dan anaknya berubah. Surameja jarang pulang dan tidak memberikan uang belanja dan biaya sekolah. Selama tiga bulan Surameja tidak pulang ke rumah di Kasihan. Karena itu, pada waktu libur sekolah Sukarmin bermaksud datang ke Ganjuran untuk berjumpa dengan ayahnya. Sebelum berangkat Sukarmin dinasihati ibunya agar tetap sopan jika bertemu dengan ayahnya. Tetapi usaha Sukarmin untuk bertemu ayahnya gagal. Tiba-tiba dia melihat seorang laki-laki yang mirip dengan ayahnya masuk ke sebuah rumah. Setelah ditanyakan pada wanita di rumah itu, bahwa itu bukan ayahnya. Akhirnya Sukarmin kembali ke Kasihan dengan hati yang kesal. Sejak itulah istri Surameja pasrah. la membiayai sekolah Sukarmin dengan uang hasil penjualan batik. Sukarmin menerima nasibnya itu dengan ketabahan.
Rujukan
sunting- ^ Prabowo, D. P; Widati, Sri; Rahayu, Prapti (2015). Ensiklopedi Sastra Jawa. Yogyakarta: Balai Bahasa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. hlm. 494-495. ISBN 978-979-185-235-7.
Lihat juga
sunting- Religiusitas dalam sastra Jawa modern. Departemen Pendidikan Nasional. 2002.
- Mardianto, Herry (1996). Sastra Jawa modern: periode 1920 sampai perang kemerdekaan. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.