Tari Ende Lio

salah satu tarian di Indonesia
Revisi sejak 10 Oktober 2024 17.00 oleh 180.248.248.224 (bicara)
(beda) ← Revisi sebelumnya | Revisi terkini (beda) | Revisi selanjutnya → (beda)

Tari Lio adalah sebuah tarian daerah dari suku Lio yang beranggotakan 15 penari bahkan lebih dan tak terbatas. Tarian ini mengekspresikan rasa lewat tatanan gerak dalam irama musik dan lagu. Penari biasanya memakai pakaian tradisional suku Lio atau sesuai kebutuhan. Ketika menari para penari membentuk lingkaran besar kemudian menari terus menerus dalam lingkaran[1].

Tata Gerak Tari

sunting

Dilihat dari tata gerak dan bentuknya, tarian Ende Lio dapat dibagikan beberapa jenis di antaranya yaitu:

  • Toja:
    • Kelompok Penari menarikan sebuah tarian yang telah ditatar dalam bentuk ragam dan irama musik / lagu untuk suatu penampilan yang resmi
  • Wanda:
    • Penari dengan gayanya masing-masing, menari mengikuti irama musik / lagu dalm suatu kelompok atau perorangan.
  • Wedho:
    • Menari dengan gaya bebas dengan mengandalkan gerak kaki seakan -akan melompat .- Woge: Gerak tari dengan mengandalkan kelincahan kaki dengan penuh energi dan dinamis, dilengkapi dengan sarana mbaku dan sau atau perisai dan pedang /parang.
  • Gawi:
    • Gerak tari dengan menyentakkan kaki pada tanah.

Untuk istilah Toja dan Wanda sebenarnya sama arti yaitu menari, hanya cara dan fungsinya berbeda dan kata wanda dalam suku Lio berarti Toja.

Kreasi Tarian

sunting

Dari generasi ke generasi para instruktur tari/ penata tari telah banyak menciptakan tarian di antaranya yaitu:

a. Gawi/Naro Jenis tarian ini berbentuk lingkaran mengelilingi tubu musu dengan cara berpegangan tangan dan menyentakkan kaki dalam bentuk dua macam ragam yaitu Ngendo dan Rudhu atau ragam mundur dan maju .

Dalam komposisi bentuk gawi ada bagian -bagiannya yaitu:

  • Eko Wawi - Sodha
  • Sike - Ana Jara
  • Naku Ae Wanda Pau
  • Ulu

Susunan dalam Gawi dalam setiap penampilan adalah sebagai berikut: Mega Rema Ba - Oro e - Sodha - Ndeo Oro.Waktu dan jumlah peserta tari gawi / naro tidak ditentukan dan tarian ini biasa diadakan di Koja Kanga pada acara Nggua / seremonial adat, bagi peserta gawi diwajibkan ikut bernyanyi pada bagian oro

b.Tekka Se Tarian ini bentuknya seperti Gawi/ naro, hanya berupa gerakan kakinya satu ragam dan gerakan putaran lebih cepat dari gawi/ naro. Keunikan dari tekka se, pada bagian tengah lingkaran dinyalakan dengan bara api atau api unggun dan tarian ini diadakan pada setiap acara seremonial di wilayah Nangapanda dan sekitarnya.

c. Wanda/ Toju Paü Tarian massa penampilan secara perorangan/ individual dalam suatu acara, biasanya menari dengan selendang diiringi dengan musik Nggo wani/ Lamba atau musik feko genda. Biasanya bila penari wanita selesai menari, dia harus memberikan selendang tersebut kepada laki-laki, atau lebih khususnya yaitu Ana Noö, demikian sebaliknya Ana Noö memberi selendang kepada ada eda/ bele untuk menari

d. Neku Wenggu Tarian ini berbentuk arak-arakan oleh sekelompok penari dalam acara penjemputan atau mengantar sarana paÄ loka/ sesajian atau para tamu dan lain-lain. Bentuk tarian Neku Wenggu sangat banyak dengan masing-masing nama dari setiap daerah di Ende Lio di antaranya yaitu: Napa Nuwa - Poto Wolo - Poto Pala - Wanda Pala - Goro Watu/ Kaju dll. Tarian Neku Wenggu biasanya diiringi dengan lagu Wenggu terdiri dari

e.Tarian Joka Sapa Tarian ini tergolong tarian nelayan dan juga ada jenis yang sama seperti tarian Manu Tai di Ngalupolo-Ndona. Kekhasan tarian ini, para gadis/ penari dengan pakaian nelayan diiringi dengan musik/ lagu gambus. Adapula tarian nelayan dibawakan oleh masyarakat di pesisir Pantai Ende Selatan/ Utara dengan berbagai nama tarian seperti: Tarian Nelayan - Tarian Irikiki - TarianGetu Gaga - Tarian Manusama - Wesa Pae dll.

f. Tarian Mure Mure artinya saling mendukung, tarian ini terdiri dari para ibu/ gadis dari keluarga mosalaki di Nggela - Pora - Waga pada acara ritual adat memohon hujan. Tarian ini dengan kostum tradisional, lawo tege kasa dan tidak berbaju, musik pengiringnya yaitu Nggo Wani/ Lamba disertai dengan lagu yang khas Wenggu untuk tarian Mure.

g.Tarian Sangga Alu/Assu Tarian ini awalnya adalah permainan dan lambat laun berkembang menjadi sebuah tarian dan penarinya terdiri dari 2 (dua) pasang muda-mudi disertai dengan seorang ana jara. Dalam penampilan dibutuhkan 4 hingga 8 orang pemain bambu palang dengan cara menyentak dan menjepit secara serentak. Para penari memasukkan kaki/ kepala di antara bambu dari tempo lambat hingga tempo cepat, selanjutnya dipadukan dengan irama lagu serta ana jara menari mengelilingi penari/ pemain bambu palang.

h. Jara Angi Tarian Jara Angi atau kuda siluman dan yang paling populer disebut Tari Kuda Kepang, penarinya terdiri dari anak-anak atau para remaja pria. Penari dilengkapi dengan kuda yang terbuat dari Mbao (selendang pinang) atau daun kelapa yang dianyam dengan bentuk seperti kuda. Tarian ini diawali dengan atraksi lomba pacuan kuda dilanjutkan dengan menari bersama diiringi dengan lagu Ruda Rudhu Redha dengan musik gendang atau Nggo Wani/ Lamba. Keunikan dari tarian ini yaitu para penyanyi menyanyikan lagu dengan kata-kata khusus, juga dinyanyikan dengan not atau tidak mengucapkan kata-kata syair lagu.

i. Tarian Pala Tubu Musu Penari terdiri dari para ibu/ gadis dari setiap keluarga Mosalaki di Wolotopo-Ndona, dengan seorang laki-laki sebagai penari woge untuk upacara Paä Loka atau memberi sesajian di Tubu Musu. Untuk mengiringi tarian ini yaitu, musik/ lagu Nggo Wani/ Lamba dan Nggo Dhengi dan bagian akhir dari tarian ini dengan gawi/ naro atau tandak.

j. Tarian Dowe Dera Tarian Dowe Dera ditarikan pada saat menanam tanaman. Para penari terdiri dari 2 (dua) kelompok yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan, dengan upacara ritual adat di tempat Mopo (di tengah-tengah ladang). Penari laki-laki dengan musik gaku, membuat lubang pada tanah, sedangkan para ibu/ gadis mengisi bibit tanaman yang sudah dilubangkan. Tarian ini diiringi dengan lagu Dowe Dera disertai musik Gaku yang terbuat dari bambu (lihat musik gaku) dan penarinya dilengkapi dengan pakaian adat serta aksesorisnya.

k. Tarian Napa Nuwa Tarian ini sebagai luapan kegembiraan dari para pejuang yang telah menang dalam peperangan, penari terdiri dari para pejuang atau beberapa orang laki-laki, dilengkapi dengan alat perang yaitu mbale dan sau atau perisai dan pedang / parang. Tarian ini diawali dengan Neku Wenggu, dilanjutkan dengan Bhea dan woge serta Ruü atau agak dengan sau sambil bergerak dalam bentuk lingkaran. Tarian dari Desa Wolotopo ini diiringi dengan musik Nggo Lamba/ wani dan Lagu Da seko.

l. Tarian Ule Lela Nggewa Judul tarian ini identik dengan judul lagunya yang sangat khas, bila orang mendengar atau menyanyikan lagu Ulu lela Nggewa pasti akan ingat tariannya. Dalam tarian ini penarinya terdiri dari para gadis dan musik pengiringnya hanya sebuah gendang, pada zaman dahulu para leluhur menggunakan batu sebagai musik pengiringnya.Tarian ini telah membawa nama NTT dalam tingkat nasional di Jakarta dibawakan oleh sanggar seni Budaya NTT dan Festival Seni Budaya diberbagai negara dibawakan oleh yayasan budaya bangsa.

m. Tarian Woge Tarian Woge diiringi dengan Nggo lamba/ wani dengan irama yang khas, tarian ini biasanya ditari oleh satu orang atau secara individual pada upacara adat didahului dengan kata-kata/ syair atau bhea. Penari dilengkapi dengan alat-alat perang yaitu mbaku dan sau atau periasai dan pedang/ parang, pada pergelangan kaki diikat dengan untaian woda atau lonceng giring-giring.Dewasa ini dasar dari tarian Woge berkembang menjadi menari secara group dengan tata gerak/ ragamnya serta design lantai digarap dengan berik sehingga menjadi sebuah tarian yang indah.

Di Kabupaten Ende masih sangat tampak tarian yang sudah dikenal oleh masyarakat luas yang belum dapat kami uraikan satu demi satu.

Kekayaan seni tari selain tarian tradisional yang menyangkut upacara adat, adapula para instruktur tari menampilkan karyanya dengan judul dari berbagai jenis burung - berladang - menenun - nelayan dan tari kreasi baru lainnya.


  1. ^ Indrawati, D (2019). Tari-Tarian Tradisional Indonesia. Sukoharjo: CV. Graha Printama Selaras. hlm. 106. ISBN 978-602-448-417-0.