Panji-panji
Artikel ini perlu diwikifikasi agar memenuhi standar kualitas Wikipedia. Anda dapat memberikan bantuan berupa penambahan pranala dalam, atau dengan merapikan tata letak dari artikel ini.
Untuk keterangan lebih lanjut, klik [tampil] di bagian kanan.
|
Panji-panji atau pataka[1] (bahasa Inggris: guidon) adalah sejenis bendera identitas angkatan bersenjata yang digunakan dalam peperangan untuk memberitahu titik berkumpul kepada pasukan dan menandai lokasi panglima perang. Penggunaan panji-panji diperkirakan sudah ada sejak zaman Mesir Kuno sekitar 5.000 tahun yang lalu. Kekaisaran Romawi juga membuat panji-panji tempur untuk menandai pembagian pasukannya yang besar. Di Eropa, penggunaan panji diformalisasi oleh angkatan darat pada era abad Pertengahan Tinggi dimana panji-panji perang saat itu dihiasi dengan lambang dari panglima mereka masing-masing.
Di Indonesia, panji-panji dibawa oleh suatu pasukan kehormatan (color guard) yang bernama "Pataka", singkatan dari "Pasukan Tanda Kehormatan".
Penggunaan umum
suntingKemampuan sebuah resimen untuk bisa mempertahankan formasi dalam pertempuran menjadi penting untuk dimiliki seiring dengan semakin berkembangnya tingkat pelatihan sebuah pasukan dan kelihaian dalam memakai formasi yang ditentukan, Dalam kekacauan yang terjadi dalam suatu pertempuran, yang bisa disebabkan oleh banyaknya debu dan asap di medan tempur, para prajurit harus bisa menentukan dimana posisi resimen mereka masing-masing.
Dalam tradisi Eropa, panji resimen biasanya dianugrahkan kepada suatu resimen melalui upacara yang melibatkan kepala negara. Oleh karenanya suatu pataka dihormati karena melambangkan kehormatan dan tradisi dalam resimen tersebut. Bendera ini mungkin saja bertuliskan nama-nama pertempuran atau simbol lainnya yang melambangkan pencapaian resimen tersebut.
Kebesaran panji resimen dapat digambarkan pada Pertempuran Austerlitz. Pada sebuah lukisan Rusia yang menggambarkan perayaan perebutan satu-satunya panji Prancis yang diambil di Pertempuran Austerlitz, walaupun menderita kekalahan pada pertempuran tersebut, mengambil panji resimen merupakan sebuah prestasi yang membanggakan.[2]
Resimen-resimen cenderung memiliki pasukan penjaga bendera (color guard) yang terdiri dari prajurit berpengalaman atau elit untuk menjaga pataka resimen. Oleh karena itu, keberhasilan menangkap pataka musuh dianggap sebagai suatu prestasi militer yang besar.
Pataka tidak pernah dihancurkan secara sembarangan. Pataka yang sudah usang biasanya diganti lalu dikirim ke museum, rumah ibadah atau tempat penting untuk resimennya. Namun dalam kebanyakan angkatan darat modern, terdapat perintah untuk menghancurkan pataka apabila bendera ini berada dalam ancaman direbut oleh musuh.
Dengan adanya penggunaan senjata modern dan perubahan taktik militer di masa kontemporer, pataka biasanya tidak lagi dibawa ke pertempuran, namun tetap digunakan dalam acara-acara kemiliteran yang bersifat formal.
Penggunaan berdasarkan negara
suntingAmerika Serikat
suntingDalam Angkatan Bersenjata Amerika Serikat, pataka (bahasa Inggris: Guidon) dibawa oleh unit militer seukuran pleton atau kompi untuk menandakan peran unit militer tersebut dalam pertempuran. Pataka tersebut mewakili seorang komandan dan unit yang dipimpinnya. Ketika seorang komandan berada di antara unit yang dipimpinnya, pataka akan dikibarkan agar dapat dilihat semua orang. Jika sang komandan sedang tidak bersama unitnya, pataka tersebut diturunkan. Dalam suatu parade militer, komandan dan pataka selalu berada di depan formasi baris-berbaris.
Pranala luar
sunting- (Inggris) US Army Institute of Heraldry: Flags and Guidons Diarsipkan 2009-03-10 di Wayback Machine.
- (Inggris) Flags and Guidons of the U.S. Army
- ^ (Indonesia) Arti kata pataka dalam situs web Kamus Besar Bahasa Indonesia oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia.
- ^ Butler, dkk, Rupert (2016). Pertempuran Terbesar Sepanjang Sejarah Konflik-Konflik Terbesar & Terluas Yang Menentukan Nasib Dunia. Jakarta: Elex Media Komputindo. hlm. 257. ISBN 978-602-02-8933-5.