Usmar Ismail
Usmar Ismail (20 Maret 1921 – 2 Januari 1971) adalah seorang sutradara film, sastrawan, wartawan, dan pahlawan nasional Indonesia. Ia dianggap sebagai pelopor perfilman di Indonesia. Ia dikenal sebagai pelopor drama modern di Indonesia dan juga Bapak Film Indonesia.[1] Usmar meninggal dunia karena stroke.
Usmar Ismail | |
---|---|
Lahir | Bukittinggi, Hindia Belanda | 20 Maret 1921
Meninggal | 2 Januari 1971 Jakarta, Indonesia | (umur 49)
Makam | TPU Karet Bivak |
Kebangsaan | Indonesia |
Almamater | Universitas California, Los Angeles |
Pekerjaan | Sutradara, produser film, penulis |
Tahun aktif | 1950–1970 |
Suami/istri | Sonja Hermien Sanawi |
Anak | Irwan Usmar Ismail Fadia Ayesha Ismail Heidy Hermia Ismail Nina Surachman Nureddin Ismail |
Kerabat | Abu Hanifah (kakak) |
Riwayat Hidup
suntingKehidupan awal
suntingUsmar Ismail lahir sebagai anak dari Datuk Tumenggung Ismail, guru Sekolah Kedokteran di Padang, dan Siti Fatimah. Keluarganya berasal dari Lintau, Sumatera Barat.[2] Ia mempunyai seorang kakak yang juga terjun ke dunia sastra, yakni Dr. Abu Hanifah yang menggunakan nama pena, El Hakim.[1]
Usmar menempuh pendidikan di HIS Batusangkar, lalu melanjutkan ke MULO Simpang Haru, Padang, dan kemudian ke AMS-A Yogyakarta (sekarang SMA Negeri 1 Yogyakarta).[1] Setamat dari AMS, ia berkuliah lalu memperoleh B.A. di bidang sinematografi dari Universitas California, Los Angeles, Amerika Serikat pada tahun 1952.
Usmar sudah menunjukkan bakat sastranya sejak masih duduk di bangku SMP. Saat itu, ia bersama teman-temannya, antara lain Rosihan Anwar, ingin tampil dalam acara perayaan hari ulang tahun putri mahkota, Ratu Wilhelmina, di Pelabuhan Muara, Padang. Usmar ingin menyajikan suatu pertunjukan dengan penampilan yang gagah, unik, dan mengesankan. Ia bersama teman-temannya hadir di perayaan itu dengan menyewa perahu dan pakaian bajak laut. Sayang, acara yang direncanakan itu gagal karena mereka baru sampai saat matahari tenggelam dan mereka hampir pingsan karena kelelahan mengayuh perahu menuju Pelabuhan Muara. Akan tetapi, acara yang gagal itu dicatat Rosihan Anwar sebagai tanda bahwa Usmar Ismail memang berbakat menjadi sutradara, yang mempunyai daya khayal untuk menyajikan tontonan yang menarik dan mengesankan.[1]
Setelah duduk di bangku SMA di Yogyakarta, Usmar semakin banyak terlibat dengan dunia sastra. Ia memperdalam pengetahuan dramanya dan aktif dalam kegiatan drama di sekolahnya. Ia juga mulai mengirimkan karangan-karangannya ke berbagai majalah.[1][3]
Karier
suntingBakatnya kian berkembang saat bekerja di Keimin Bunka Sidosho (Kantor Besar Pusat Kebudayaan Jepang). Di tempat itu, ia bersama Armijn Pane dan budayawan lainnya bekerja sama untuk mementaskan drama.[1]
Pada 1943, ia mendirikan dan menjadi ketua Sandiwara Penggemar "Maya" bersama Abu Hanifah, Rosihan Anwar, Cornel Simanjuntak, Sudjojono, H.B. Jassin, dan lain-lain.[1]
Sesudah masa proklamasi kemerdekaan, Usmar menjalani dinas militer dan aktif di dunia jurnalistik di Jakarta. Ketika Belanda kembali bersama tentara Sekutu, ia menjadi anggota TNI di Yogyakarta dengan pangkat mayor. Bersama dua rekannya, Sjamsuddin Sutan Makmur dan Rinto Alwi, mereka mendirikan surat kabar yang diberi nama Rakyat. Dalam bidang keredaksian dan kewartawanan, Usmar pernah menjadi pendiri dan redaktur Harian Patriot, redaktur majalah bulanan Arena, Yogyakarta (1948), "Gelanggang", Jakarta (1966-1967). Ia juga pernah menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia (1946-1947).
Saat menjalankan profesi sebagai wartawan itulah, Usmar pernah dijebloskan ke penjara oleh Belanda karena dituduh terlibat kegiatan subversi. Saat itu ia bekerja sebagai wartawan politik di Kantor Berita Antara dan sedang meliput perundingan Belanda—RI di Jakarta. Peristiwa itu terjadi pada tahun 1948.[1]
Pada perkembangan selanjutnya, Usmar mulai menaruh minatnya yang lebih serius pada perfilman. Ia aktif sebagai pengurus lembaga yang berkaitan dengan teater dan film. Ia pernah menjadi ketua Badan Permusyawaratan Kebudayaan Yogyakarta (1946-1948), ketua Serikat Artis Sandiwara Yogyakarta (1946-1948), ketua Akademi Teater Nasional Indonesia, Jakarta (1955-1965), dan ketua Badan Musyawarah Perfilman Nasional (BMPN). BMPN mendorong pemerintah melahirkan "Pola Pembinaan Perfilman Nasional" pada tahun 1967. Ia dikenal sebagai pendiri Perusahaan Film Nasional Indonesia bersama Djamaluddin Malik dan para pengusaha film lainnya. Lalu, ia menjadi ketuanya sejak 1954 sampai 1965.[4]
Ia pernah aktif dalam bidang politik. Ia menjadi ketua umum Lembaga Seniman Muslimin Indonesia (Lesbumi) (1962-1969), anggota Pengurus Besar Nahdatul Ulama (1964-1969), serta anggota DPRGR/MPRS (1966-1969).
Setelah sempat membantu Andjar Asmara menyutradarai Gadis Desa pada 1949, ia memulai debut penyutradaraan film lewat film Harta Karun. Ia dikenal luas secara internasional setelah menyutradarai film berjudul Pedjuang pada tahun 1961, yang mendokumentasikan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. Film ini ditayangkan dalam Festival Film Internasional Moskwa ke-2, dan menjadi film karya anak negeri pertama yang diputar dalam festival film internasional.[5]
Di luar bidang-bidang tersebut, pada Tahun 1968 ia dipercaya sebagai General Manager untuk mengelola sebuah restoran eksklusif (Dinning Hall) oleh PT Ria Sari Restaurant, salah satu anak Usaha dari Sarinah yakni Miraca Sky, di puncak gedung Sarinah pada akhir tahun 1960-an. Selain itu, ia juga pernah menjadi pemimpin PT. Triple T.
Pengaruh
suntingKetika mempersiapkan Kafedo, Usmar memberi kesempatan dan mendidik anak muda yang berminat dalam penyutradaraan film. Melalui program inilah Nya Abbas Acup masuk ke dunia film. Ia juga dikenal sebagai pencetak bintang. Nurnaningsih dan Indriati Iskak adalah dua contoh pemeran wanita yang kariernya melejit lewat tangan dinginnya.
Darah dan Doa dianggap sebagai film nasional pertama di Indonesia.
Tanggapan Publik
suntingKritikus film menganggap karya-karyanya, seperti Enam Djam di Jogja dan Dosa Tak Berampun, mengandung ciri Indonesiawi.[6] Pada masa penayangannya di Metropole, Krisis menarik penonton berjubel selama lima minggu.
Anak Perawan di Sarang Penyamun sempat diboikot peredarannya pada tahun 1962 oleh Partai Komunis Indonesia.[7]
Penghargaan
suntingTahun 1962 ia mendapatkan Piagam Wijayakusuma dari Presiden Soekarno. Pada tahun 1969 ia menerima Anugerah Seni dari Pemerintah RI. Setelah meninggal, dia diangkat menjadi Warga Teladan DKI. Namanya diabadikan sebagai pusat perfilman Jakarta, yakni Pusat Perfilman H. Usmar Ismail.[8] Selain itu, sebuah ruang konser di Jakarta, yakni Usmar Ismail Hall, merupakan tempat pertunjukan opera, musik, dan teater, yang dinamai sesuai namanya.[9]
Pada 20 Maret 2018, Google merayakan ulang tahunnya yang ke-97 dengan Google Doodle.[10] Pada 30 Oktober 2021, Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia.[11][12][13][14]
Kerjasama gagal dan meninggal
suntingPada tahun 1970, Usmar Ismail yang menjabat sebagai direktur Perfini, mengadakan kerja sama dengan perusahaan Italia untuk memproduksi film Adventures in Bali. Namun, proses dan pasca-produksi film ini bermasalah.[15] Rosihan Anwar mengatakan, dalam perjanjian awalnya, nama Usmar sebagai sutradara akan dicantumkan dalam versi film ini yang diedarkan di Eropa. Namun, ketika Usmar berkunjung ke Roma melihat penyelesaian film itu, namanya sama sekali tidak disebut. Menurut Rosihan, Usmar ditipu oleh produser Italia.[15] Filmnya tetap dirilis dengan judul Bali pada 1971, namun kurang laku di pasaran.[15]
Di tengah kesulitan, Usmar tetap berjuang mempertahankan Perfini dan menggaji karyawannya. Namun, tak lama kemudian Usmar jatuh sakit di rumahnya akibat pendarahan otak. Usmar Ismail meninggal pada tanggal 2 Januari 1971 di Jakarta. Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta.[16]
Karya Tulis
suntingDrama
sunting- Mutiara dari Nusa Laut (1943)
- Mekar Melati (1945)
- Sedih dan Gembira (1950)
Kumpulan Puisi
sunting- Puntung Berasap (1950)
Karya lainnya
sunting- Pengantar ke Dunia Film
- Usmar Ismail Membawa Film (editor J.E. Siahaan) (1983)[17]
Filmografi
sunting- Harta Karun (diangkat dari karya Moliere) (1949)
- Tjitra (berdasarkan naskah dramanya) (1949)
- Darah dan Doa (1950)
- Enam Djam di Djogja (1951)
- Dosa Tak Berampun (1951)
- Terimalah Laguku (1952)
- Kafedo (1953)
- Krisis (1953)
- Lewat Djam Malam (1954)
- Lagi-Lagi Krisis (1955)
- Tamu Agung (1955)
- Tiga Dara (1956)
- Delapan Pendjuru Angin (1957)
- Asrama Dara (1958)
- Pedjuang (1960)
- Toha, Pahlawan Bandung Selatan (1961)
- Amor dan Humor (1961)
- Anak Perawan di Sarang Penjamun (1962)
- Bajangan di Waktu Fadjar (1962)
- Holiday in Bali (1963)
- Anak-Anak Revolusi (1964)
- Liburan Seniman (berdasarkan naskah dramanya) (1965)
- Ja, Mualim (1968)
- Big Village (1969)
- Ananda (1970)
Referensi
sunting- ^ a b c d e f g h http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/lamanbahasa/content/usmar-ismail
- ^ Biografi Usmar Ismail : Si Bung Dalam Layar Film Kita, Matra, 1990
- ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 825
- ^ Sinematek Indonesia & Badan Penelitian dan Pengembangan, Penerangan, Departemen Penerangan RI. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. hlm. 521-522
- ^ "2nd Moscow International Film Festival (1961)". MIFF. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-01-16. Diakses tanggal 2012-11-09.
- ^ Sinematek Indonesia & Badan Penelitian dan Pengembangan, Penerangan, Departemen Penerangan RI. (1979). Apa Siapa Orang Film Indonesia 1926-1978. hlm. 521-523
- ^ https://langgam.id/hari-ini-pada-1921-bapak-film-nasional-usmar-ismail-lahir-di-bukittinggi/
- ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 825-826
- ^ Usmar Ismail Hall - The First Integrated Cinema & Concert Hall
- ^ "Usmar Ismail's 97th Birthday". Google. 20 March 2018.
- ^ Diananto, Wayan (2021-10-30). Rusmitantri, Telni, ed. "Presiden Jokowi Beri Gelar Pahlawan Nasional kepada Bapak Perfilman Usmar Ismail, Insan Seni Bereaksi". Liputan6.com. Diakses tanggal 2021-10-31.
- ^ "Usmar Ismail Diberi Gelar Pahlawan Nasional, Lesbumi NU Persembahkan Konser Ya Lal Wathan". nu.or.id. Diakses tanggal 2021-10-31.
- ^ "Usmar Ismail, Pahlawan Nasional Ke-16 dari Sumbar". Langgam.id. 2021-10-29. Diakses tanggal 2021-10-31.
- ^ Yanuar, Elang Riki (2021-10-29). Yanuar, Elang Riki, ed. "Bapak Perfilman Indonesia Usmar Ismail Akan Diberi Gelar Pahlawan Nasional". Medcom.id. Diakses tanggal 2021-10-31.
- ^ a b c Ratnasari, Yuliana. "Kematian Usmar Ismail Dipicu Kekecewaan Ditipu Produser Italia". tirto.id. Diakses tanggal 2020-06-13.
- ^ Isnaeni, Hendri F. "Kisah Tragis Akhir Hidup Bapak Film Nasional". Historia - Majalah Sejarah Populer Pertama di Indonesia. Diakses tanggal 2020-06-13.
- ^ Dewan Redaksi Ensiklopedi Sastra Indonesia. (2004). Ensiklopedi Sastra Indonesia. Bandung: Titian Ilmu. ISBN 9799012120 hlm. 826
Pranala luar
sunting- (Indonesia) Situs Usmar Ismail di Perpustakaan Nasional Indonesia Diarsipkan 2007-06-04 di Wayback Machine.
- (Prancis) Usmar ISMAIL - Indonésie Diarsipkan 2006-11-16 di Wayback Machine.
- (Indonesia) Kepustakaan Tokoh Perfilman Indonesia Diarsipkan 2009-10-23 di Wayback Machine.
- https://langgam.id/hari-ini-pada-1921-bapak-film-nasional-usmar-ismail-lahir-di-bukittinggi/